Perkembangan teknologi serta informasi berdampak pada tidak terkontrolnya pergaulan di lingkungan remaja, bukan hanya pada anak-anak yang putus sekolah, melainkan telah menjalar ke kalangan pelajar yang masih masuk dalam klasifikasi Anak. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melakukan analisis pengaturan hukum dan bentuk pemidanaan serta dampak terhadap anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, serta untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang menyebabkan anak dapat terjerumus ke dalam tindakan tersebut. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak, yang menimbulkan keprihatinan terkait perlindungan hukum bagi anak serta efektivitas sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris dengan menganalisis fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum terkait anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Namun dalam praktiknya, pendekatan pemidanaan terhadap anak masih cenderung represif. Diversi dan rehabilitasi belum sepenuhnya menjadi prioritas. Dampak dari sistem pemidanaan terhadap anak tidak hanya berhenti pada proses peradilan dan pelaksanaan hukuman, tetapi juga harus memperhatikan keberlanjutan kehidupan anak setelah menjalani pidana. Oleh karena itu, diharapkan adanya regulasi atau peraturan yang secara tegas mengatur langkah-langkah pembinaan pasca-pemidanaan. Regulasi tersebut harus menjamin bahwa anak, setelah menyelesaikan masa pidananya, memperoleh solusi konkret untuk dapat melanjutkan kehidupannya secara lebih baik, baik melalui pendidikan, pelatihan keterampilan, maupun program reintegrasi sosial.