Restorative justice merupakan pendekatan alternatif dalam sistem peradilan pidana yang menekankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, dibandingkan dengan penghukuman semata. Dalam konteks tindak pidana anak di Indonesia, pendekatan ini telah diakomodasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang mengatur mekanisme diversi untuk menyelesaikan kasus tanpa melalui peradilan formal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana anak di Indonesia, berdasarkan kajian pustaka yang mencakup literatur hukum, undang-undang, laporan, dan studi kasus yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa restorative justice memiliki potensi besar untuk memberikan keadilan yang lebih manusiawi, namun penerapannya masih menghadapi berbagai kendala. Tantangan utama meliputi kurangnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap prinsip restorative justice, keterbatasan fasilitator yang terlatih, dan infrastruktur pendukung yang belum memadai. Selain itu, persepsi masyarakat yang cenderung mendukung penghukuman juga memengaruhi keberhasilan pendekatan ini. Kesimpulannya, penerapan restorative justice di Indonesia memerlukan penguatan regulasi, pelatihan bagi aparat hukum, dan sosialisasi kepada masyarakat. Dengan langkah-langkah tersebut, restorative justice dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam menyelesaikan tindak pidana anak, memastikan perlindungan terbaik bagi anak, dan menciptakan keadilan yang lebih berimbang serta berorientasi pada pemulihan.