Selama ini pemaknaan khāinah al-a`yun oleh mufassir dipahami sebagai mata yang melihat kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah, seperti memandang perempuan yang bukan mahram dengan menyimpan maksud buruk (syahwat). Akan tetapi, pemaknaan tersebut belum meliputi realitas permasalahan masa kini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kontekstualisasi penafsiran khāinah al-a`yun yang seharusnya dapat dipahami lebih luas, khususnya di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis peneliatan yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research). Penelitian ini menggunakan metode analisis (tahlīlī). Pendekatan yang digunakan adalah bayāni dan al-adāb al-ijtimā`ī. Sumber data utama yang digunakan adalah penafsiran yang mewakili pendekatan tersebut, yaitu Tafsir Al-Ṭabari, Al-Qurṭubi, Al-Zamakhsyari, Wahbah Zuhaili, Quraish Shihab, dan Hamka. Para mufassir memahami khāinah al-a`yun sebagai bentuk pandangan yang tidak diketahui manusia lain namun diketahui oleh Allah. Umumnya dikaitkan dengan tatapan yang disertai syahwat untuk melakukan perbuatan buruk, meskipun secara lahiriah pandangan itu tampak terjaga. Dalam konteks masa kini ia mencakup pandangan kepada visual yang menyimpang melalui berbagai saluran digital, iklan dan media, interaksi yang tidak pantas, serta tayangan hiburan seperti film, musik yang bertentangan dengan nilai moral agama, dan dapat terjadi oleh siapa saja tanpa sepengetahuan manusia lain. Sedang Allah maha mengetahui. Dengan demikian, manusia perlu merasa diawasi Allah dalam setiap saat karena pengetahuan-Nya meliputi hal-hal terkecil, sekecil pandangan mata dan bisikan hati.