Penelitian ini mengkaji manajemen gerakan literasi sekolah (GLS) di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai strategi penguatan keterampilan berpikir kritis dan empati peserta didik dalam menghadapi tantangan pembelajaran abad ke-21. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus, penelitian dilakukan di dua SMA negeri di Kota Bandung yang telah mengimplementasikan GLS secara terstruktur dan partisipatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan studi dokumentasi, serta dianalisis dengan model interaktif Miles, Huberman, dan Saldaña. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen GLS mencakup lima fungsi utama: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan. Perencanaan disusun berbasis kebutuhan siswa dan melibatkan kepala sekolah, guru, serta siswa dalam penyusunan strategi literasi yang relevan. Pengorganisasian ditandai dengan struktur tim yang kolaboratif, distribusi peran yang jelas, dan integrasi literasi dalam kurikulum. Implementasi GLS mencakup kegiatan literasi konvensional dan digital yang membentuk kemampuan berpikir kritis dan memperkuat empati siswa. Evaluasi dilakukan secara rutin melalui jurnal refleksi, forum masukan, dan survei, sementara pengawasan dilakukan oleh tim literasi secara berkala dan berbasis data digital. Seluruh proses manajerial ini mencerminkan pendekatan literasi yang holistik dan berorientasi pengembangan karakter, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Tantangan dalam pelaksanaan seperti keterbatasan waktu, teknis, dan koordinasi diatasi melalui kolaborasi tim, pemanfaatan teknologi, serta dukungan dari komunitas literasi dan mitra eksternal. Temuan ini menegaskan bahwa manajemen GLS yang terencana, partisipatif, dan kontekstual merupakan model efektif untuk membentuk ekosistem literasi yang kritis, empatik, dan berkelanjutan di sekolah menengah.