Dua dekade lebih perjalanan reformasi kepolisian di Indonesia, belum sepenuhnya melahirkan institusi kepolisian yang demokratis (democratic policing): sebuah institusi keamanan yang berkarakter polisi sipil (civilian police). Salah satu dari sekian catatan dalam proses panjang tersebut yakni gugatan terhadap komitmen kepolisian dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan bertolak dari kerangka Reformasi Sektor Keamanan (RSK), penelitian ini mengkaji komitmen Kepolisan Negara Republik Indonesia (Polri) dalam penegakan HAM. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif, data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi literatur yang berasal dari berbagai publikasi akademik, dokumen resmi, dan laporan institusi yang kredibel. Temuan penelitian menunjukkan, kendati kepolisian sudah menjalankan berbagai langkah reformasi, baik struktural, instrumental, dan kultural, tindakan pelanggaran HAM yang masih dilakukan oleh anggota Polri, menunjukkan masih belum melembanganya perspektif HAM dalam tubuh kepolisian. Dalam penelitian ini, nampak beberapa hambatan utama yang menjadi sebab: keterbatasan distribusi kebijakan secara kelembagaan, budaya militeristik yang masih melembaga, lemahnya sanksi dan pengawasan, serta intervensi politik ke dalam tubuh Polri yang sangat kuat. Penelitian ini menyimpulkan, transformasi menuju pemolisian demokratis memerlukan strategi holistik yang berjangkar pada dua hal utama: perubahan budaya organisasi dan penguatan akuntabilitas. This article aims to examine the commitment of the Indonesian National Police (Polri) to human rights enforcement within the broader context of two decades of police reform. Despite the reform agenda initiated after the fall of the New Order regime, Indonesia has yet to fully establish a democratic policing institution characterized by civilian oversight and adherence to human rights norms. Anchored in the framework of Security Sector Reform (SSR), this study employs a descriptive-qualitative approach, utilizing data gathered from academic literature, official documents, and credible institutional reports. The findings indicate that while Polri has undertaken various structural, instrumental, and cultural reforms, recurring human rights violations by police personnel reflect the insufficient internalization of human rights values within the institution. Key challenges identified include limited institutional dissemination of human rights policies, a persisting militaristic culture, weak accountability and oversight mechanisms, and pervasive political interference. The article concludes that achieving democratic policing in Indonesia requires a holistic transformation strategy focused on organizational cultural reform and the strengthening of institutional accountability.