Penelitian ini menganalisis representasi ketidaksetaraan gender dalam film Sehidup Semati menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Norman Fairclough, dengan fokus pada dimensi teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Hasil analisis pada dimensi teks menunjukkan bahwa film ini merepresentasikan perempuan sebagai sosok subordinat dalam rumah tangga, agama, dan masyarakat melalui penggunaan bahasa yang menormalisasi dominasi laki-laki dan menekan otonomi perempuan. Wacana patriarki dalam film ini dilegitimasi melalui dialog yang bersifat imperatif dan dogmatis, terutama dalam ranah keluarga dan institusi keagamaan. Pada dimensi discourse practice, film ini diproduksi sebagai respons terhadap fenomena kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat. Distribusi film melalui bioskop dan platform digital memperluas jangkauan kritik sosialnya terhadap norma patriarki yang mengakar, sementara interpretasi audiens menunjukkan respons yang beragam, dari apresiasi terhadap kritik sosial yang disampaikan hingga kontroversi terkait representasi agama dan keluarga. Dalam dimensi sosiokultural, film ini mencerminkan struktur sosial yang mempertahankan subordinasi perempuan melalui norma budaya, agama, dan hukum. Karakter utama menghadapi tekanan sosial yang menghalangi perlawanan terhadap KDRT, sementara karakter lain hadir sebagai oposisi terhadap patriarki. Film ini menyoroti peran institusi sosial dalam menormalkan ketidakadilan gender serta pentingnya media dalam meningkatkan kesadaran publik. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan bahwa Sehidup Semati bukan sekadar narasi fiksi, tetapi juga medium kritik sosial yang menyoroti ketidaksetaraan gender dan dominasi patriarki dalam masyarakat. Melalui pendekatan wacana kritis, penelitian ini memperlihatkan bagaimana bahasa dalam film berperan dalam membentuk dan merefleksikan struktur sosial. Kata kunci: Sehidup Semati, analisis wacana kritis, ketidaksetaraan gender, patriarki, kekerasan dalam rumah tangga