Nurhayati, Nunik
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial Nurhayati, Nunik
Jurnal Jurisprudence Vol 6, No 2 (2016): Vol. 6, No.2, Desember 2016
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v6i2.3012

Abstract

Artikel ini merupakan kajian konseptual terkait kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan jalur non yudisial dan bertujuan untuk merumuskan jaminan perlindungan HAM bagi para korban. Hasil dari pembahasan didapat kajian berupa data pelanggaran HAM berat masa lalu yang berdasarkan UU 26/2000 tentang pengadilan HAM, prosedur penyelesaian pelanggaran HAM berat adalah melaui jalur yudisial. Hal ini menjadi kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah untuk untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan jalur non yudisial. Kesimpulan dari artikel ini adalah penggunaan Jalur Non Yudisial dalam penyelesaian Pelanggaran HAM berat masa lalu tetap harus menerapkan prinsip-prinsip umum peradilan HAM dan kepastian hukum bagi korban tetap harus dilaksanakan sebagai perlindungan Negara terhadap Hak Asasi warga negaranya. 
EKSISTENSI KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA DALAM UUD RI TAHUN 1945 (Studi Perbandingan Komisi Yudisial Indonesia dan Peru) Nurhayati, Nunik
Law and Justice Vol. 1, No.1, Oktober 2016
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v1i1.2701

Abstract

Etika kehidupan berbangsa adalah etika penyelenggaraan negara yang berkaitan dengan perilaku integritashakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pada amandemen ketiga UUD 1945, pembahasan mengenai pengawasan terhadap hakim menjadi isu yang mendesak, sehingga akhirnya disepakati adanya perubahan dan penambahan pasal yang berkaitan dengan Komisi Yudisial pada pasal 24 B UUD 1945 yang kemudian pada tahun 2004 lahirlah  UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial junto UU No. 18 Tahun 2011. Dalam pasal 24 B ayat (1) UUD Tahun 1945, Komisi Yudisial bersifat mandiri. Namun pada kenyataannya, pengertian mandiri disini tidak sepenuhnya mandiri karena berdasarkan UU Komisi Yudisial, kewenangan KY hanya sebatas memberikan rekomendasi terkait penegakan etika hakim kepada Mahkamah Agung (MA) untuk ditindaklanjuti. Konsekuensinya, pada tahun 2015 kemarin, dari 116 rekomendasi yang diberikan KY ke MA hanya 45 rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh MA.Berbeda dengan  Negara Peru, KY dibentuk pada tahun 1993 seiring dengan amandemen terhadap konstitusinya karena dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpercayaan public terhadap peradilan, terutama independensi hakim. Lembaga ini diatur dalam satu bab khusus dalam konstitusi Peru, yaitu Bab IX tentang Del Consejo National De La Magistratur. Secara substansi , Bab IX mengatur tentang fungsi lembaga dalam struktur ketatanegaraan Perudan keanggotaan lembaga. Pengaturan mengenai KY Peru dalam Konstitusi dilakukan secara definitive, sehingga mengakibatkan kedudukannya yang sangat kuat dalam system ketatanegaraan Peru dan dibentuk sebagai lembaga yang independen, lepas dari segala pengaruh bahkan intervensi dari kekuasaan lain, termasuk kekuasaan kehakiman sekalipun.Maka, yang bisa dilakukan Indonesia adalah penguatan lembaga KY dalam melaksanakan wewenangnya dengan diatur dalam peraturan perundang-undanganagar keputusan Komisi Yudisial dalam penegakan etika hakim bersifat final dan mengikat tidak hanya berupa rekomendasi yang masihharus ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung
Kedaulatan Negara Indonesia: Makna dan Implementasi Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945 Nunik Nurhayati; Ela Mayasari; Athaya Naurah Fa Nu’ma; Yoga Dwi Laksana
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 4 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37729/amnesti.v4i1.1433

Abstract

Negara yang sudah merdeka berarti memiliki kedaulatan, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat Indonesia memiliki konstitusi pertama pasca diproklamasikannya kemerdekaan yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang disahkan berlakunya pada tanggal 18 Agustus 1945. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan makna dan implementasi kedaulatan dalam konstitusi sebelum dan setelah amandemen UUD 1945. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Normatif yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan artikel ilmiah. Kedaulatan bagi sebuah Negara sangat penting. Perubahan UUD 1945 telah lama berkembang dan mengalami beberapa kali perubahan, dimana perubahan terakhir ditandai dengan tumbangnya rezim orde baru tahun 1998. Dari reformasi politik dilanjutkan ke reformasi total disegala bidang, salah satunya adalah reformasi konstitusi, yaitu dengan mengamandemen UUD 1945 pada tahun 1999-2002 dengan empat kali amandemen. Kedaulatan dalam konstitusi sebelum amandemen bersifat anti demokrasi, diberikan batasan dalam aktivitas partai politik, pembungkaman pers serta terhambatnya komunikasi. Sedangkan kedaulatan dalam konstitusi setelah amandemen, konstitusi menjadi sesuatu yang supreme atau tertinggi. Implementasinya seluruh konstitusi senantiasa membuat kekuasaan selaku pusat atensi. Perwujudan kedaulatan rakyat ini tercantum dalam amademen pasal-pasal UUD 1945, antara lain pasal 6A, Pasal 28 dan Pasal 28E. Setelah amandemen UUD 1945, pelaksanaan kedaulatan dilakukan oleh semua lembaga-lembaga Negara.
DEMOCRATIC CHALLENGES OF INDONESIA IN THE SOCIAL MEDIA ERA Nunik Nurhayati; Rohmad Suryadi
Diponegoro Law Review Vol 2, No 2 (2017): Diponegoro Law Review October 2017
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.019 KB) | DOI: 10.14710/dilrev.2.2.2017.105-114

Abstract

The era of social media today bring significant change to democracy in Indonesia. Social media can to bring the expansion of the public space in cyberspace, citizens can directly deliver aspirations regarding the state policy. However, on the other side, social media vulnerable to abuse because of many the anonymous account, which acts as the buzzer political influence public perceptions and to get political support but is not elegant way. This shows, social media provides a challenge to democracy, including Indonesia as a third largest country that has access to the social media in the world's. Based on it’s the problems, this research aims to identify the impact of the social media on democratic life, and how the challenges of democracy in Indonesia ahead in the social media today.This Research using qualitative methods. Data collection through the study of literature. Then analyzed with a critical discourse analysis. The results of the study showed that the impact of social media in Indonesia has brought problems such as hoax, which is currently a serious concern of the government. Attempts were made through the campaign against hoax and make regulation, Information and Electronic Transactions Law (ITE Law), which aims to regulate the use of social media and to prevent hoaxes. The life of democracy in Indonesia receive significant challenges,but of the repressive laws against users of social media may actually weaken the democratic life in Indonesia.
Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial Nunik Nurhayati
Jurnal Jurisprudence Vol 6, No 2 (2016): Vol. 6, No.2, Desember 2016
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v6i2.3012

Abstract

EKSISTENSI KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA DALAM UUD RI TAHUN 1945 (Studi Perbandingan Komisi Yudisial Indonesia dan Peru) Nunik Nurhayati
Law and Justice Vol. 1, No.1, Oktober 2016
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v1i1.2701

Abstract

Etika kehidupan berbangsa adalah etika penyelenggaraan negara yang berkaitan dengan perilaku integritashakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pada amandemen ketiga UUD 1945, pembahasan mengenai pengawasan terhadap hakim menjadi isu yang mendesak, sehingga akhirnya disepakati adanya perubahan dan penambahan pasal yang berkaitan dengan Komisi Yudisial pada pasal 24 B UUD 1945 yang kemudian pada tahun 2004 lahirlah  UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial junto UU No. 18 Tahun 2011. Dalam pasal 24 B ayat (1) UUD Tahun 1945, Komisi Yudisial bersifat mandiri. Namun pada kenyataannya, pengertian mandiri disini tidak sepenuhnya mandiri karena berdasarkan UU Komisi Yudisial, kewenangan KY hanya sebatas memberikan rekomendasi terkait penegakan etika hakim kepada Mahkamah Agung (MA) untuk ditindaklanjuti. Konsekuensinya, pada tahun 2015 kemarin, dari 116 rekomendasi yang diberikan KY ke MA hanya 45 rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh MA.Berbeda dengan  Negara Peru, KY dibentuk pada tahun 1993 seiring dengan amandemen terhadap konstitusinya karena dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpercayaan public terhadap peradilan, terutama independensi hakim. Lembaga ini diatur dalam satu bab khusus dalam konstitusi Peru, yaitu Bab IX tentang Del Consejo National De La Magistratur. Secara substansi , Bab IX mengatur tentang fungsi lembaga dalam struktur ketatanegaraan Perudan keanggotaan lembaga. Pengaturan mengenai KY Peru dalam Konstitusi dilakukan secara definitive, sehingga mengakibatkan kedudukannya yang sangat kuat dalam system ketatanegaraan Peru dan dibentuk sebagai lembaga yang independen, lepas dari segala pengaruh bahkan intervensi dari kekuasaan lain, termasuk kekuasaan kehakiman sekalipun.Maka, yang bisa dilakukan Indonesia adalah penguatan lembaga KY dalam melaksanakan wewenangnya dengan diatur dalam peraturan perundang-undanganagar keputusan Komisi Yudisial dalam penegakan etika hakim bersifat final dan mengikat tidak hanya berupa rekomendasi yang masihharus ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung
ANALISIS YURIDIS KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN: PENYIMPANGAN DANA BANSOS DI TENGAH PANDEMI COVID-19 Nunik Nurhayati; DEVA ANGGER RAKASIWI; FADHLIYAH TIA NUR; SANTIKA ANJASWATI
Res Judicata Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/rj.v4i2.3111

Abstract

Negara Indonesia merupakan negara kesejahteraan yang berupaya untuk menjamin kesejahteraan warga negaranya. Kurun waktu ini, Indonesia sedang dilanda pendemic Covid-19 yang membuat sendi-sendi negara mengalami kelumpuhan, contohnya masyarakat yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsepsi perwujudan negara kesejahteraan dan pengaturan penyaluran bantuan sosial dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode normatif, dengan jenis penelitian deskriptif yang menggambarkan fakta atau kenyataan. Dampak ekonomi yang dirasakan oleh banyak masyarakat yang berakibat pendapatan menurun dan berpotensi menimbulkan kekacauan, membuat kebijakan Pemerintah disorot publik dalam penanganan masalah tersebut. Indonesia sebagai penganut konsep negara kesejahteraan, dituntut untuk mampu memberikan jaminan kesejahteraan kepada masyarakat misalnya dengan program bantuan sosial (bansos) yang dilaksanakan berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, Pemerintah dengan kewenangannya mewujudkan negara kesejahteraan yang menjamin hak masyarakat, berupaya melakukan berbagai kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat ditengah pandemi Covid-19 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, proses pendistribusian bansos yang dilakukan pemerintah mengalami berbagai kendala atau permasalahan. Mulai dari bansos salah sasaran, warga terdampak pandemi Covid-19 belum semua terdata, serta terdapat kasus korupsi dana bansos oleh beberapa oknum.
Potensi Bumdes Berbasis Syariah Pasca Legalisasi UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Nunik Nurhayati; Brillian Feza Eryan Prasetya; Rina Nur Widyastuti; Muhammad Edi Hermawan
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 14, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31602/al-adl.v14i2.5279

Abstract

This study aims to discuss the regulation of Village Own Enterprise (BUMDes) and the opportunities for sharia BUMDes after the legality of the Job Creation Act. The research method used is normative-juridical research, which is carried out by analyzing interrelated laws and regulations, as well as collecting related information through books, scientific journals, scientific research results, articles, and other valid supporting sources from the internet. Then based on these sources will be processed and analyzed based on the formulation of the problem that has been determined, in order to obtain a solution to the problems that occur. The emergence of the formulation of BUMDes in the Village Act has become an essential provision for villages to be able to try to advance their territory. Villages with all the local culture inherent in them are required to be able to advance independently, with the spirit of mutual cooperation through the implementation of BUMDes in their area. After the issuance of the Job Creation Act, BUMDes underwent significant changes that required a legal entity as its embodiment. However, to date, there have been no further provisions that stipulate with certainty the types of business with legal entities that are relevant to be applied by village communities. In order to reach benefit from the diversity of potentials in the village, the development of sharia cooperative business is a universal recommendation for villages to advance the economy in their area.