Tirta, Kania Dewi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Studi Fenomenologi : Marriage is Scary pada Generasi Z Tirta, Kania Dewi; Arifin, Sinta Nur
TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol 8, No 3 (2025): TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan dan Konseling
Publisher : Pusat Kajian Bimbingan dan Konseling FIPPS Unindra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26539/teraputik.833675

Abstract

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi elemen penting dalam kehidupan sehari-hari, berfungsi sebagai jendela akses informasi yang tak terhingga. Kebutuhan akan informasi yang cepat dan akurat menjadikan media sosial bukan lagi sekadar barang mewah, tetapi telah bertransformasi menjadi kebutuhan pokok. Dengan hanya satu sentuhan, seseorang dapat menjelajahi jutaan data dan informasi global dalam hitungan detik, menjadikan media sosial platform utama yang menawarkan kemudahan dalam berbagi informasi (Andriani et al., 2022). Namun, dampak media sosial tidak hanya sebatas penyebaran informasi. Platform ini juga memengaruhi cara individu berinteraksi dan membentuk pandangan mereka terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk institusi pernikahan. Dalam konteks ini, perubahan norma sosial dan budaya yang cepat telah melahirkan fenomena "marriage is scary," di mana pernikahan dipersepsikan sebagai sesuatu yang menakutkan. Fenomena ini mencerminkan kecenderungan generasi muda, terutama Generasi Z, untuk menunda atau menghindari komitmen pernikahan.Berdasarkan laporan yang dirilis oleh IDN Research Institute dengan judul "Indonesia Gen Z Report 2024", Gen Z lebih tidak tertarik pada pernikahan bila dibandingkan dengan Milenial. Dari 602 responden yang tinggal di 10 kota berbeda, sebanyak 62% Gen Z melihat pernikahan sebagai tahap yang masih cukup jauh di masa depan dan belum terlalu memikirkannya. Pada survei lanjutan yang melibatkan 51 responden, tim IDN Media menanyakan keinginan mereka untuk menikah. Menariknya, pola jawaban lebih cenderung pada "mungkin" dibandingkan jawaban tegas "ya".73,7% menyatakan bersedia mempertimbangkan, 21,2% mungkin mempertimbangkan, dan 5,3% secara tegas menjawab "tidak" terhadap pernikahan. Tampaknya, saya sependapat dengan mayoritas jawaban gen Z pada survei ini  (Firdausi Adiwijaya, 2023)  Penurunan jumlah pernikahan di Indonesia menjadi perhatian utama dalam beberapa dekade terakhir. Survei yang dilakukan pada tahun 2017 oleh National Institute of Population and Social Security Research menunjukkan bahwa 22,6% wanita lajang dan 27,6% pria lajang tidak tertarik menjalin hubungan dengan orang yang sama jenisnya. Setelah itu, para peneliti melihat gejala resesi seks yang menjalar di Jepang. Indonesia terkena dampaknya.  Angka pernikahan di Indonesia juga menurun sejak 2024, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Misalnya, DKI Jakarta mengalami penurunan sebesar 4.000, sementara Jawa Barat mengalami penurunan sebanyak 29.000. Penurunan serupa terjadi di Jawa Tengah sebesar 21.000, dan di Jawa Timur sebesar 13.000. Menurut data BPS, jumlah pernikahan di Indonesia sebanyak 1.577.255 pada tahun 2023, turun sebanyak 128.000 dibandingkan dengan tahun 2022, dan penurunan sebesar 28,63 persen dalam sepuluh tahun terakhir (Asihlestari, 2024).Generasi Z yang dikenal sebagai generasi digital navites (Rastati, 2018) telah memperhatikan fenomena "Marriage Is Scary" atau ketakutan terhadap pernikahan. Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, , cerita tentang ketakutan dan kekhawatiran tentang pernikahan semakin terdengar. Pengalaman individu tidak hanya diwakili oleh konten ini, mereka juga menciptakan ruang diskusi yang luas tentang masalah komitmen jangka panjang dan bagaimana hal itu berdampak pada kehidupan pribadi seseorang. Selain itu, faktor-faktor seperti pendidikan, karir, gaya hidup, serta tekanan sosial dan budaya (Nanda Istiqomah, Winarto, 2024). Turut berperan dalam membentuk pandangan Generasi Z terhadap pernikahan. Pandangan mereka semakin dipengaruhi oleh perubahan nilai-nilai masyarakat yang meredefinisi makna dan tujuan pernikahan di era modern ini. Meskipun demikian, persepsi terhadap pernikahan tidak sepenuhnya negatif. Di satu sisi, tekanan untuk menikah di usia muda semakin berkurang, dan pernikahan pada usia yang lebih tua dianggap semakin lazim. Hubungan tanpa status pernikahan atau pacaran juga semakin diterima di masyarakat modern. Namun, di sisi lain masih ada faktor-faktor yang mendorong beberapa Generasi Z untuk menikah lebih cepat, seperti keinginan kuat untuk membangun keluarga dan pengaruh lingkungan sosial tempat mereka dibesarkan, yang mendorong mereka untuk mengikuti jejak orang-orang di sekitarnya (Riska Herliana & Khasanah Nur, 2023).Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana faktor-faktor sosial, budaya, dan teknologi, khususnya media sosial, membentuk persepsi Generasi Z terhadap pernikahan. Secara spesifik, penelitian ini akan mengkaji bagaimana fenomena "Marriage is Scary" muncul dan berkembang di kalangan Generasi Z, serta faktor-faktor yang mendasari pandangan mereka yang cenderung menghindari atau menunda pernikahan. Selain itu, penelitian ini juga akan mengeksplorasi implikasi lebih luas dari perubahan persepsi ini terhadap institusi pernikahan dan dinamika sosial budaya di masa depan. Dengan kata lain, penelitian ini ingin memahami secara mendalam apa yang melatarbelakangi perubahan signifikan dalam pandangan generasi muda terhadap pernikahan, serta bagaimana perubahan ini akan membentuk masa depan institusi pernikahan. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam bagaimana media sosial, nilai-nilai kontemporer, dan faktor lingkungan sosial membentuk pandangan Generasi Z terhadap fenomena "Marriage Is Scary". Penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk memahami apa yang mendorong atau menghalangi mereka untuk menikah, tetapi juga untuk mengeksplorasi dampak lebih luas dari perubahan perspektif ini terhadap institusi pernikahan itu sendiri. Melalui pemahaman yang lebih baik mengenai pergeseran persepsi di kalangan Generasi Z, kita dapat melihat bagaimana fenomena ini berpotensi mempengaruhi dinamika sosial dan budaya di masa depan
Enhancing the Dimensions of Student Religiosity Trough Baitul Arqam Program Afifi, Zaki; Miswala, Sakana Tiswi; Tirta, Kania Dewi; Prastowo, Agung Ilham
Jurnal Pendidikan Islam Vol 15 No 2 (2025): November
Publisher : Research Departement of Darullughah Wadda'wah International Islamic University Bangil, Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38073/jpi.v15i2.2991

Abstract

Religiosity-related issues among university students such as a lack of interest in reading the Qur'an, neglect of prayer, and engagement in deviant behaviour remain prevalent. Although various efforts have been made, studies that comprehensively examine the enhancement of religiosity based on its multidimensional aspects are still limited. This study aims to explore how the Baitul Arqam program at Universitas Muhammadiyah Surakarta contributes to strengthening the five dimensions of student religiosity. Using a descriptive qualitative approach and a case study design, data were collected through in-depth interviews, direct observation, and document analysis. The findings reveal that the program systematically enhances the ideological, ritualistic, intellectual, experiential, and consequential dimensions through the deepening of Islamic teachings, habituation of worship practices, and the creation of a spiritually supportive environment. These findings provide empirical evidence of the program’s effectiveness in enhancing student religiosity and serve as a reference for developing religious training programs in other Islamic higher education institutions.