Pedoman pemidanaan hakim dalam menjatuhkan putusan merupakan upaya untuk membatasi kebebasan hakim. Padahal dalam tindak pidana khusus, telah menganut ancaman pidana minimum dan maksimum, sedangkan dalam tindak pidana umum didominasi oleh system ancaman pidana maksimum. Konstruksi pemidanaan diatas, menunjukan bahwa hakim memiliki kekuasaan dan kebebasan asal tidak berada diluar konsep pemidanaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pedoman Pemidanaan Hakim Perspektif Kebebasan Hakim dalam Peradilan Pidana Terintegrasi. Metode yang digunakan adalah menggunakan penelitian yuridis normatif, yaitu yaitu metode doctrinal untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Dengan beberapa pendekatan pertama Pendekatan Perundang-Undangan. Kedua Pendekatan historis, Ketiga Pendekatan perbandingan. Temuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertama bahwa Pedoman Pemidanaan Hakim Dalam Sudut Pandang Kebebasan Hakim, menjadi tidak relevan, sebab hakim di kerangkeng melalui pedoman pemidanaan. Meskipun gagasan pedoman pemidanaan yang dikembangkan secara proporsional diharapkan dapat membantu hakim dalam menentukan lamanya dan beratnya hukuman yang tepat. Implikasinya dari segi kepastian hukum, pedoman ini masih berfungsi karena masih terdapat perbedaan penafsiran terhadap pedoman pemidanaan, namun sulit mewujudkan keadilan. Kedua Pedoman Pemidanaan Hakim Perspektif Kebebasan Hakim dalam Peradilan Pidana Terintegrasi dapat dipahami bahwa persidangan dipengadilan merupakan akhir dari proses penegakan hukum, artinya dia tidaklah berdiri sendiri, tetapi terintegrasi sampai pada putusan pengadilan. Oleh karena itu, pedoman pemidanaan menghendaki pertimbangan hakim dibatasi dalam menjatuhkan putusan, oleh karena ancama pidana kita menganut batasan maksimum dan minimum dalam tindak pidana khusus dan batasan maksimum pada tindak pidana umum, meski demikian kebebasan hakim merupakan eksplorasi dari kekuasaan kehakiman.