Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

The Application of Science and Technology in Law No. 28 of 2014 on Copyright for Lecturers at Universitas Muhammadiyah Papua Herry M. Polontoh; Frans Reumi; Dudi Mulyadi; Tri Yanuaria; Ruth Kambuaya; Sobardo Hamonangan
Jurnal Insan Pengabdian Indonesia Vol. 3 No. 1 (2025): Maret : Jurnal Insan Pengabdian Indonesia
Publisher : PT. ALHAFI BERKAH INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62007/jouipi.v3i1.409

Abstract

The title of this community service activity is "The Application of Science and Technology in Law No. 28 of 2014 on Copyright for Lecturers at Universitas Muhammadiyah Papua." This activity was conducted on August 1, 2024, and attended by 19 (nineteen) lecturers. The goal was to enhance the understanding and skills of lecturers in applying the Copyright Law, particularly related to academic works and research. The implementation methods included socialization, workshops, and mentoring. The socialization provided basic understanding of copyright and intellectual property protection. The workshop focused on practical training, such as how to register copyrights and understand the legal procedures. Mentoring, both in groups and individually, offered direct guidance to lecturers in applying the knowledge they had gained.The outcomes achieved included increased lecturer knowledge of copyright, an increase in the number of works registered, and the formation of a copyright oversight team within the university to ensure compliance with applicable regulations.
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PARADIGMA HUKUM PROGRESIF: REFLEKSI ATAS KESADARAN BERHUKUM Dudi Mulyadi; Tri Yanuaria; Herry M. Polontoh
Semarang Law Review (SLR) Vol. 6 No. 1 (2025): April
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v6i1.11446

Abstract

The act against the law is part of legal relation sourced from the law as a result of human deeds against the law intentionally or unintentionally causing the relationship and the 1 consequence of the law for someone’s responsibility in the loss due to reinforcement of other person or animal or things under his authority or supervision. Therefore, the act against the law become important to be highlited especially after having the development of substantial meaning. The focus of this observation is on the useful message covered by wide intepretation and basic thought on it, does not include substantial material using the normative judicial method. The research showed that new paradigm causing the emerge of wide interpretation through the act against the law after 31 January 1919 for Lindenbaum-Cohen cases started from Hoge Raad (Dutch Supreme Court) response over justice seekers that their interests were overruled and caused the loss but can not be processed through law formulation at the time. Therefore, through the awareness and courages, Hoge Raad (Dutch Supreme Court) applied progressive thought as the breakthrough in answering the deadlock of positive law. The act of Hoge Raad reflected implementation of the awareness and deep understanding of carrying out the law correctly by returning law position as justice guarantee at once to declare that law for human not human for law. Unfortunately, in our nation’s context, the act of Hoge Raad does not contribute the inspiration for most of us in progressive law. There are a lot of us being trapped rigidly by legalism positivism that admitted act as the only law and absolute guidance. It is not justified outside it because it is not the law.   Abstrak Perbuatan melawan hukum merupakan bagian dari perikatan yang bersumber dari undang-undang akibat perbuatan manusia yang melawan hukum, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian yang melahirkan hubungan serta akibat hukum bagi seseorang untuk mempertanggungjawabkan kerugian akibat perbuatannya atau perbuatan orang lain atau binatang ataupun barang/benda yang berada di bawah kekuasaan atau tanggungannya ataupun pengawasannya. Itu sebabnya perbuatan melawan hukum menjadi penting untuk disoroti, terutama setelah mengalami perkembangan makna substansinya. Objek kajian ini lebih terfokus pada pesan makna yang terkandung dalam penafsiran yang luas dan landasan pemikiran yang menyertainya, bukan pada substansi materi di dalamnya, dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paradigma baru yang mendasari lahirnya penafsiran luas terhadap perbuatan melawan hukum pasca 31 Januari 1919 dalam kasus Lindenbaum-Cohen adalah bermula dari respons Hoge Raad (Mahkamah Agung Belanda) atas kegelisahan para pencari keadilan yang kepentingannya dilanggar dan menimbulkan kerugian, tetapi senantiasa tidak bisa diproses melalui formulasi hukum yang berlaku saat itu. Oleh karena itu dengan kesadaran dan keberanian, Hoge Raad menggunakan cara berpikir progresif sebagai terobosan untuk menjawab kebuntuan hukum positif. Tindakan Hoge Raad itu mencerminkan implementasi suatu kesadaran dan pengertian yang mendalam tentang cara berhukum yang benar yakni dengan mengembalikan posisi hukum sebagai pemberi jaminan keadilan sekaligus mengikrarkan bahwa hukum untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum. Sayangnya dalam konteks bangsa kita, tindakan Hoge Raad itu belum menjadi inspirasi menyeluruh bagi terbanyak kita dalam berhukum dengan pikiran progresif. Masih lebih banyak kita yang terbelenggu dengan kekakuan pikiran ajaran legisme/positivisme hukum yang hanya mengakui undang-undang sebagai satu satunya hukum dan pedoman absolut. Diluar itu tidak dibenarkan, sebab bukan hukum. 
MODEL KEPATUHAN HUKUM PENDAFTARAN PERKAWINAN: KONSTRUKSI BUDAYA HUKUM MASYARAKAT SEREH BERDASARKAN TEORI FRIEDMAN Dudi Mulyadi; Tri Yanuaria; Firman, Firman
Semarang Law Review (SLR) Vol. 6 No. 2 (2025): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v6i2.12706

Abstract

Marriage registration is a legal obligation aimed at ensuring marital status certainty and protecting children’s rights. In the indigenous community of Kampung Sereh, however, marriage validity is often determined by customary and religious legitimacy rather than state registration. This situation creates potential legal issues, including the status of children, inheritance rights, and population administration. The study seeks to analyze factors influencing legal compliance, identify obstacles, evaluate legal effectiveness, and develop a compliance model that respects local culture while guaranteeing legal certainty. Using a qualitative case study approach, the research applies Lawrence M. Friedman’s legal system theory, which emphasizes structure, substance, and culture. Data were obtained through observation and interviews with customary leaders, religious figures, village officials, and community members, and analyzed thematically. Findings reveal compliance is influenced by collaboration among officials, customary leaders, and the church; the alignment of rules with customary practice; and community perceptions of marital validity. Barriers include limited access, rigid procedures, timing differences between custom and state, and dominance of customary legitimacy. The study offers a Cultural-Legal Compliance Model integrating rituals with state registration through collaboration, local education, flexibility, and proportional incentives.   Abstrak Pencatatan perkawinan merupakan kewajiban hukum yang dirancang untuk memastikan kepastian status pasangan dan perlindungan hak anak. Namun, di masyarakat adat Kampung Sereh, sahnya perkawinan lebih sering ditentukan oleh legitimasi adat dan agama daripada pencatatan negara. Kondisi ini berpotensi menimbulkan masalah hukum, seperti penetapan status anak, hak waris, dan administrasi kependudukan. Penelitian ini bertujuan menelaah faktor yang memengaruhi kepatuhan hukum, hambatan yang dihadapi, efektivitas hukum yang berlaku, sekaligus merumuskan model kepatuhan hukum yang menghargai budaya lokal namun tetap menjamin kepastian hukum. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan desain studi kasus, berlandaskan teori sistem hukum Lawrence M. Friedman yang menekankan dimensi struktur, substansi, serta budaya hukum. Data diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam bersama tokoh adat, pemuka agama, aparat kampung, serta warga, kemudian dianalisis menggunakan teknik tematik. Hasil penelitian menunjukkan kepatuhan hukum dipengaruhi kolaborasi aparat kampung, tokoh adat, dan gereja; kesesuaian aturan formal dengan praktik adat; serta persepsi masyarakat mengenai sahnya perkawinan. Hambatan meliputi keterbatasan layanan, prosedur yang kaku, perbedaan waktu antara adat dan negara, serta dominasi legitimasi adat. Penelitian menawarkan Cultural-Legal Compliance Model yang memadukan prosesi adat dengan pencatatan negara melalui kolaborasi, edukasi lokal, fleksibilitas prosedural, serta penerapan insentif dan sanksi proporsional.