Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF PRESERVATION OF DIN: (Studi Komparasi di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam) Wati, Ratma -; Hidayat, Iman Nur; Mahmud, Hafini bin; Kanggas, Fazari Zul Hasmi; Akmal, Haerul; Arif, Achmad Arif
JOURNAL OF INDONESIAN COMPARATIVE OF SYARIAH LAW Vol 7 No 1 (2024): Ilmu Syari'ah dan Ilmu Hukum
Publisher : Journal of Indonesian Comparative of SyariÆah Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/jicl.v7i1.9544

Abstract

Pernikahan beda agama menjadi permasalahan yang cukup serius di negara Islam. Dikarenakan adanya penyimpangan terhadap syariat yang telah diturunkan oleh agama, akan tetapi di beberapa negara pernikahan beda agama seakan menjadi hal yang biasa dan bahkan pelaksanaannya didukung dengan peraturan. penelitian ini merupakan penelitian normative, deskriptif evaluative dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-perundangan, konseptual dan perbandingan pernikahan beda agama di negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan pernikahan beda agama di Indonesia, Malaysia dan Brunei diatur di dalam undang-undang setiap negara dengan menyesuaikan kecenderungan yang terdapat di setiap negara, walaupun demikian praktek-praktek pernikahan beda agama tidak dapat dibenarkan dalam preservation of din perspective, karena pernikahan merupakan perintah agama yang ditujukan untuk menjaga agama itu sendiri, sehingga Ketika pernikahan beda agama dilakukan maka akan menghilangkan unsur-unsur yang terdapat dalam agama, dan apabila unsur-unsur tersebut telah hilang maka hilanglah penjagaan terhadap agama
Polyandry in the Shadows: How Indonesian Judges Tackle Unregistered Marriages and Legal Uncertainty Khairunnisa, Khairunnisa; Mahmud, Hafini Bin
Sakina: Journal of Family Studies Vol 9 No 2 (2025): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v9i2.14648

Abstract

Polyandry, where a woman is married to multiple men simultaneously, is explicitly prohibited under Indonesian marriage law and Islamic legal principles. This study examines how judges at the Banjarbaru Religious Court resolve polyandry cases resulting from extrajudicial divorce, with a focus on the legal implications from the standpoint of positive law. Employing an empirical juridical method with a qualitative approach, the research draws on primary data from semi-structured interviews with judicial officers. Findings indicate that judges address such cases by summoning relevant parties and evaluating evidence in accordance with Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law (KHI). Judges view extrajudicial divorces as legally invalid, meaning the original marriage remains intact, and any subsequent marriage may result in de facto polyandry. Legally, such polyandrous marriages are annulled, and are treated as if they never existed. Consequently, any children born from these unions are only legally affiliated with the mother. This raises significant issues regarding paternal acknowledgment, inheritance, and other civil rights for the child. The study highlights how judges balance legal norms with sociological considerations, particularly the welfare of children. It further underscores the challenges arising from the public’s limited understanding of marriage registration requirements, which contributes to legal uncertainty and facilitates unrecognized marital arrangements. The research contributes to the discourse on marriage law enforcement in Indonesia and offers insight into judicial reasoning in complex family law cases involving polyandry, legal identity, and child welfare.
MUSLIM GENERATION Z AND GLOBALIZED KNOWLEDGE: Perceptions of Muslim Generation Z of Banjarmasin on Prenuptial Agreement Mansyuroh, Firqah Annajiyah; Haris, Muhammad; Mahmud, Hafini Bin
Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 15 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ahwal.2022.15202

Abstract

This article focuses on prenuptial agreement from the perspective of Muslims Generation Z in Banjarmasin City. The information abundancy falling this generation, including legal norms and legal culture in the borderless world, rises a question: is the perception of Muslims Generation Z in Banjarmasin in common with Generation Z in other cities in other countries? To answer this question, a survey method was used to explore the perception of Muslims Generation Z in Banjarmasin on prenuptial agreement. This research finds that the perception of Muslims Generation Z in Banjarmasin tends to be the same as Generation Z in America and England. They know and understand the function and purpose of the prenuptial agreement. They also opine that this agreement is to be carried out for the benefit of their marriage (in the future). In addition, this research also finds that the perception of Muslim Generation Z in Banjarmasin towards prenuptial agreements is substantively different from the perception of the previous generation in Indonesia, who consider a prenuptial agreement as a kind of taboo.[Artikel ini berfokus pada perjanjian pranikah dari sudut pandang Generasi Z Muslim di Kota Banjarmasin. Berlimpah-ruahnya informasi yang menghujani generasi ini, termasuk norma hukum dan budaya hukum di dunia internasional, menimbulkan pertanyaan: apakah persepsi Generasi Z Muslim di Banjarmasin sama dengan Generasi Z di kota lain di negara lain? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, digunakan metode survei untuk menggali persepsi Generasi Z Muslim di Banjarmasin terhadap perjanjian pranikah. Penelitian ini menemukan bahwa persepsi Generasi Z Muslim di Banjarmasin cenderung sama dengan Generasi Z di Amerika dan Inggris. Mereka mengetahui dan memahami fungsi dan tujuan dari perjanjian pranikah. Mereka juga berpendapat bahwa perjanjian ini dilakukan untuk kepentingan pernikahan mereka (kelak). Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa persepsi Generasi Z Muslim di Banjarmasin terhadap perjanjian pranikah secara substantif berbeda dengan persepsi generasi sebelumnya di Indonesia yang menganggap perjanjian pranikah sebagai hal yang tabu.]