Abad ke-2 menjadi periode krusial dalam sejarah Gereja Kristen, di mana fondasi teologi, organisasi, dan sosial mulai terbentuk di tengah tekanan politik dan budaya yang kompleks. Pada masa ini, Kekaisaran Romawi memainkan peran ganda: menyediakan infrastruktur yang mendukung penyebaran Injil, namun juga menjadi sumber penganiayaan bagi umat Kristen yang menolak menyembah dewa-dewa Romawi dan kaisar. Selain tantangan politik, pemikiran filsafat Yunani seperti Platonisme dan Stoisisme memengaruhi perkembangan teologi Kristen, membantu gereja menjelaskan ajarannya di tengah dunia intelektual. Konflik internal juga muncul, mendorong gereja untuk membentuk struktur kepemimpinan formal, seperti uskup, tua-tua, dan diakon. Untuk menjaga kemurnian ajaran, gereja mengadakan sinode dan konsili, menghasilkan kredo-kredo yang melawan ajaran sesat seperti Montanisme dan Gnostisisme. Melalui pendekatan historis dan teologis, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana gereja pada abad ke-2 merespons berbagai tantangan eksternal dan internal. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka dari sumber primer, seperti tulisan-tulisan Bapa Gereja, serta sumber sekunder untuk memahami konteks yang memengaruhi perkembangan gereja. Analisis ini bertujuan menemukan relevansi sejarah abad ke-2 bagi gereja masa kini, khususnya dalam menghadapi tantangan seperti pluralisme, krisis identitas, dan penganiayaan. Kesimpulan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan bagi gereja modern untuk mempertahankan integritas teologi dan struktur organisasi di tengah dunia yang terus berubah, dengan belajar dari pengalaman gereja awal dalam menjaga kesatuan dan kemurnian ajaran.