Irfantoni
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Peran Bhayangkara Pembina Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Kepolisian Resor Agam Dalam Penyelesaian Konflik Sosial Pemberian Kompensasi Penggunaan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Irfantoni; Delmiati, Susi; Yuspar
Jurnal Sakato Ekasakti Law Review Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Sakato Ekasakti Law Review (April)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/jcxcfg64

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan spesifikasi yang bersifat deskriptif analitis. Peran Bhabinkamtibmas Polres Agam dalam penyelesaian konflik sosial pemberian kompensasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah sebagai sebagai mediator yang menjembatani antara pihak-pihak yang bersengketa. Pendekatan ini menekankan pada penyelesaian masalah melalui dialog dan consensus. Bhabinkamtibmas berusaha untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Bhabinkamtibmas juga berusaha untuk mendorong kedua pihak agar mencapai kesepakatan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi Bhabinkamtibmas Polres Agam juga berperan sebagai fasilitator kerja sama antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk pemerintah daerah, tokoh adat, LSM, dan lembaga mediasi independen. Kendala dalam penyelesaian konflik sosial pemberian kompensasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah keterbatasan kewenangan dan kapasitas formal mereka. Meskipun Bhabinkamtibmas memiliki peran penting sebagai mediator dan fasilitator di masyarakat, kewenangan mereka dalam menyelesaikan sengketa lahan masih terbatas. Keterbatasan kapasitas teknis Bhabinkamtibmas dalam menangani konflik lahan perkebunan yang melibatkan dokumen legal dan batas administratif menjadi tantangan tersendiri. Adanya resistensi atau penolakan dari salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa. Ketidakpercayaan terhadap aparat keamanan maupun pemerintah. Masyarakat adat atau petani lokal yang merasa dirugikan oleh perusahaan perkebunan sawit cenderung sulit menerima proses mediasi karena Mereka khawatir bahwa hasil mediasi akan lebih berpihak kepada perusahaan, terutama jika sebelumnya ada pengalaman buruk dengan pihak berwenang.