Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Fungsi Autopsi Sebagai Alat Bukti oleh Penyidik Dalam Penerapan Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Widia, Linda; Fitriati; Yuspar
Jurnal Sakato Ekasakti Law Review Vol. 3 No. 2 (2024): Jurnal Sakato Ekasakti Law Review (Agustus)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/exy4s366

Abstract

Salah satu fungsi penegakan hukum adalah autopsi oleh ahli forensik, sebagaimana tercantum dalam Pasal 133, Pasal 134 KUHAP dan Pasal 122 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Penelitian  ini merupakan penelitian hukum dengan spesifikasi yang bersifat deskriptif analitif. Fungsi autopsi sebagai alat bukti oleh penyidik dalam penerapan unsur tindak pidana pembunuhan adalah untuk mengetahui penyebabkan kematian, Kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah hukum Polsek Koto Tangah Polresta Padang, berawal ketika anak korban  menganggap ibunya tidur namun setelah beberapa jam menemukan ibunya meninggal. Kasus ini terjadi diwilayah hukum Polsek Koto Tangah Polresta Padang. Kendala penyidik dalam pengunaan hasil autopsi sebagai alat bukti dalam penerapan unsur tindak pidana pembunuhan adalah kurang kemampuan penyidik memahami bahasa medis didalam visum et repertum, sarana dan prasarana belum lengkap dan kurangya pemahaman masyarakat tentang fungsi autopsi forensik.
Upaya Non Penal Terhadap Pemberitaan Media Pers Yang Dapat Memicu Konflik Sosial di Masyarakat Pasaman Barat Gusmizar; Amiruddin; Yuspar
Jurnal Sakato Ekasakti Law Review Vol. 3 No. 3 (2024): Jurnal Sakato Ekasakti Law Review (Desember)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/1d2xty66

Abstract

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers menjelaskan Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis. Upaya non penal oleh Satbinmas Polres Pasaman Barat terhadap pemberitaan pers yang dapat memicu konflik di masyarakat yaitu a. melaksanakan kegiatan literasi atau edukasi terhadap pencegahan berita pers yang memicu konflik masyarakat. b. Menghilangkan adanya kesempatan dalam penyebaran berita pers. c. Membentuk Satuan Tugas oleh Satbinmas Polres Pasaman Barat. d. Melakukan klarifikasi dengan memberikan keterangan serta informasi yang sebenarnya agar masyarakat tidak panik akibat penyebaran berita tersebut. e. Mengontrol atau melakukan monitoring terhadap akun, maupun situs, yang menerbitkan berita pers. f. Melakukan Pengawasan terhadap peberitaan-pemberitaan pers. Hambatan ekternal dan internal dalam upaya non penal oleh Satbinmas Polres Pasaman Barat terhadap pemberitaan pers yang dapat memicu konflik di Masyarakat diantaranya peraturan perundang-undangan yang bersifat sektoral. sehingga terjadi tumpang tindih dalam pengaturan pemberitaan pers yang dapat memicu konflik di masyarakat. Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet), terbatasnya sarana dan prasarana, serta kurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam dalam upaya penanggulangan pemberitaan pers yang memicu konflik di masyarakat, Pengaruh upaya non penal pemberitaan pers yang dapat memicu konflik di masyarakat oleh  Satbinmas Polres Pasaman Barat  terhadap konflik yang terjadi di Pasaman Barat dapat menekan tingkat potensi konflik sebagai akibat dari pemberitaan pers di wilayah hukum Polres Pasaman Barat dan disertai pula dukungan dan partisipasi dari warga masyarakat Pasaman Barat dalam sosialisasi pemeberitaan pers dengan sendirinya dapat menutup serta mempersempit gerak langkah orang atau pihak yang akan melakukan upaya kejahatan untuk memicu konflik dalam masyarakat.
Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi (Kajian Kasus Tersangka Tom Lembong) Yuspar
UNES Journal of Swara Justisia Vol 8 No 4 (2025): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2025)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/3nq2fy96

Abstract

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan tingkat tinggi (ordinary crime), karena tindak pidana korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, melainkan juga merugikan masyarakat luas. Tindak Pidana korupsi sendiri kebanyakan di lakukan oleh orang yang memiliki kedudukan atau jabatan, seperti ASN (Aparatur Sipil Negara), Menteri, Gubernur, Bupati, dan pejabat pemerintah lainnya. Dengan adanya kedudukan atau jabatan dan kewenangan yang dimiliki membuat para pejabat pemerintah memiliki banyak jalan dan kesempatan untuk menyalahgunakan kewenangan dalam melakukan tindak pidana korupsi. Untuk menganalisis sifat melawan hukum serta parameter untuk menentukan dan menilai suatu penyalahgunaan wewenang yang perumusannya selama ini masih lemah sehingga menimbulkan multi interprestasi dengan unsur melawan hukum sebagai tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rumusan masalah yang diangkat Bagaimana perumusan delik penyalahgunaan wewenang sebagai tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia serta bagaimana sifat melawan hukum secara formil dan material.
Peran Bhayangkara Pembina Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Kepolisian Resor Agam Dalam Penyelesaian Konflik Sosial Pemberian Kompensasi Penggunaan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Irfantoni; Delmiati, Susi; Yuspar
Jurnal Sakato Ekasakti Law Review Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Sakato Ekasakti Law Review (April)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/jcxcfg64

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan spesifikasi yang bersifat deskriptif analitis. Peran Bhabinkamtibmas Polres Agam dalam penyelesaian konflik sosial pemberian kompensasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah sebagai sebagai mediator yang menjembatani antara pihak-pihak yang bersengketa. Pendekatan ini menekankan pada penyelesaian masalah melalui dialog dan consensus. Bhabinkamtibmas berusaha untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Bhabinkamtibmas juga berusaha untuk mendorong kedua pihak agar mencapai kesepakatan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi Bhabinkamtibmas Polres Agam juga berperan sebagai fasilitator kerja sama antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk pemerintah daerah, tokoh adat, LSM, dan lembaga mediasi independen. Kendala dalam penyelesaian konflik sosial pemberian kompensasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah keterbatasan kewenangan dan kapasitas formal mereka. Meskipun Bhabinkamtibmas memiliki peran penting sebagai mediator dan fasilitator di masyarakat, kewenangan mereka dalam menyelesaikan sengketa lahan masih terbatas. Keterbatasan kapasitas teknis Bhabinkamtibmas dalam menangani konflik lahan perkebunan yang melibatkan dokumen legal dan batas administratif menjadi tantangan tersendiri. Adanya resistensi atau penolakan dari salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa. Ketidakpercayaan terhadap aparat keamanan maupun pemerintah. Masyarakat adat atau petani lokal yang merasa dirugikan oleh perusahaan perkebunan sawit cenderung sulit menerima proses mediasi karena Mereka khawatir bahwa hasil mediasi akan lebih berpihak kepada perusahaan, terutama jika sebelumnya ada pengalaman buruk dengan pihak berwenang.
Abolisi dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi: Studi Kasus Tom Lembong Yuspar; Fahmiron
Jurnal Fakta Hukum Vol 4 No 1 (2025): September
Publisher : LPPM UNIVERSITAS Pertiba Pangkalpinang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58819/jfh.v4i1.176

Abstract

Artikel ini membahas isu abolisi dalam tindak pidana korupsi dengan fokus pada kasus pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Tom Lembong pada tahun 2025. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dasar normatif abolisi dalam sistem hukum Indonesia serta implikasinya terhadap pemberantasan korupsi melalui pendekatan teori hukum pidana dan teori korupsi. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan mengkaji literatur akademik. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara konseptual abolisi merupakan hak prerogatif Presiden yang tunduk pada prinsip checks and balances, dengan fungsi korektif terhadap proses peradilan pidana. Namun, penerapannya dalam tindak pidana korupsi menimbulkan problematika serius. Dari perspektif deterrence theory, abolisi melemahkan efek jera dan kepastian hukum. Dalam kerangka absolute theory, abolisi mengabaikan keadilan moral masyarakat sebagai korban kolektif. Lebih jauh, dalam perspektif teori korupsi sistemik, struktural, dan kultural, abolisi berpotensi memperkuat impunitas elite politik. Abolisi dalam kasus korupsi berdampak negatif terhadap efektivitas hukum pidana, kepercayaan publik, serta legitimasi pemerintah. Oleh karena itu, perlu dirumuskan pembatasan normatif yang lebih tegas agar abolisi tidak disalahgunakan sebagai instrumen kompromi politik yang melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
Upaya Penanggulangan Surat Tanda Nomor Kendaraan Palsu Dengan Sistem Electronic Registration and Identification (ERI) Adlis, Tiara; Yuspar
Jurnal Sakato Ekasakti Law Review Vol. 5 No. 2 (2025): Jurnal Sakato Ekasakti Law Review (Agustus)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/4f5vz532

Abstract

Upaya Penanggulangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Palsu Dengan Sistem Electronic Registration And Identification (Eri)  Oleh Ditlantas Polda Sumbar  adalah dengan melakukan identifikasi elektronik terhadap kendaraan bermotor dan dokumennya dengan adanya integrasi data nasional. Electronic Registration and Identification (ERI) mengidentifikasi pemalsuan dengan lebih mudah terungkap karena data terintegrasi maka potensi penipuan atau penggunaan dokumen palsu lebih mudah terungkap. Pada sistem Electronic Registration and Identification (ERI) setiap kendaraan yang terdaftar memiliki data yang terekam secara elektronik, mulai dari nomor rangka, nomor mesin, hingga informasi pemilik. Data ini sulit dipalsukan karena terhubung langsung dengan sistem pusat Ditlantas. Sistem ini secara otomatis memblokir kendaraan yang terindikasi menggunakan STNK palsu atau data tidak valid.  Ditlantas Polda Sumbar juga memanfaatkan data digital ini dalam operasi lapangan untuk pemeriksaan langsung. Kendala dalam  upaya penanggulangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Palsu dengan Sistem Electronic Registration And Identification (Eri)  oleh Ditlantas Polda Sumbar diantaranya  penguasaan teknologi oleh petugas. Di banyak daerah termasuk Sumatera Barat, keterbatasan infrastruktur seperti jaringan internet yang tidak merata dan perangkat teknologi yang kurang memadai bisa memperlambat implementasi sistem ini. Banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana sistem ini bekerja atau mengapa penting untuk melakukan registrasi melalui (ERI). Masyarakat masih banyak yang enggan memanfaatkan sistem ini atau lebih memilih cara-cara ilegal Koordinasi yang belum optimal antara Ditlantas Polda Sumbar dengan instansi terkait seperti Dispenda, Samsat, dan pihak perbankan. Rendahnya tingkat kepatuhan dari masyarakat dalam mendaftarkan kendaraannya
Penegakan Kode Etik Terhadap Anggota Polri Pelaku Penganiayaan Terhadap Tahanan Khairi, Thariq Ilhamdi; Delmiati, Susi; Yuspar
Ekasakti Legal Science Journal Vol. 2 No. 4 (2025): Oktober
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60034/gnnyez85

Abstract

Penelitian ini menganalisis penegakan kode etik terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang melakukan penganiayaan tahanan, dengan fokus pada kasus yang terjadi di wilayah hukum Polda Sumatera Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif yang didukung yuridis empiris, menggunakan data sekunder dari studi dokumen dan data primer melalui wawancara yang dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan kode etik terhadap anggota Polri pelaku penganiayaan tahanan dilaksanakan melalui mekanisme sistematis yang meliputi tahap audit investigasi, pemeriksaan, dan sidang komisi kode etik. Penganiayaan tahanan dikategorikan sebagai pelanggaran berat dengan sanksi berupa sanksi etika dan sanksi administratif hingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Namun, implementasi penegakan kode etik masih menghadapi berbagai kendala, termasuk fenomena "esprit de corps" dan koordinasi antar unit.Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan kode etik meliputi budaya organisasi dengan mentalitas "blue code of silence", sistem pengawasan internal yang lemah, inkonsistensi penerapan sanksi, intervensi politik dan kekuasaan eksternal, serta peran media dan tekanan publik. Strategi komprehensif yang diperlukan mencakup pendekatan preventif melalui peningkatan pendidikan etika dan penguatan sistem pengawasan, serta pendekatan represif dengan penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Transformasi institusional yang menyeluruh diperlukan untuk mewujudkan profesionalisme Polri dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.