Abstract: Refugees are usually accommodated in temporary shelters with limited conditions. Shelters are usually set up as a temporary solution, which UNHCR says their conditions are like living in limbo (uncertainty). However, unlike the usual shelters, the Sampang refugees, who are included in the category of internally displaced people, are being temporarily accommodated in the Jemundo Rusunawa. Moreover, they have been in the residence for almost 11 years. In addition to getting access to basic needs, the condition of the shelter is in the form of a permanent building that is suitable for renting out to the surrounding community. Do these conditions make it easier for Sampang refugees to adapt? While many theories say that refugees, especially women, experience difficulties when they are in a new environment, for example related to their domestic and social activities. This research explores the adaptation pattern of Sampang women refugees who have a strong culture and spirituality in getting used to new housing, which not only has a different pattern, but also has levels. The qualitative method was chosen to make it easier to explore the natural settings of these women. Data were obtained through observation and interviews, which were then analyzed using thematic analysis. The results show that they create the atmosphere of their home by expanding domestic space into spaces that have opportunities and are agreed upon by the community.Keyword: Adaptation Pattern, Female Refugees, Rusun Abstrak: Pengungsi biasanya ditampung pada hunian sementara dengan kondisi yang terbatas. Tempat penampungan biasa didirikan sebagai solusi sementara, dimana UNHCR menyebut kondisi mereka seperti hidup didalam limbo (ketidakpastian). Namun berbeda dengan penampungan biasanya, pengungsi Sampang, yang termasuk dalam ketegori internally displaced people ini, ditampung sementara di Rusunawa Jemundo. Apalagi mereka sudah berada pada hunian tersebut selama hampir 11 tahun. Selain mendapat akses kebutuhan dasar, kondisi penampungan berupa gedung permanen yang layak disewakan bagi masyarakat sekitar. Apakah kondisi yang demikian membuat pengungsi Sampang lebih mudah beradaptasi?. Sementara banyak teori yang mengatakan bahwa pengungsi, khususnya wanita, mengalami kesulitan saat berada di lingkungan baru, misalnya  terkait dengan kegiatan domestik maupun kegiatan sosial mereka. Penelitian ini menggali pola adaptasi pengungsi wanita Sampang yang memiliki kebudayaan dan spiritualitas yang kental melakukan pembiasaan pada hunian baru, yang tidak hanya memiliki pola yang berbeda, tetapi juga bertingkat. Metode kualitatif yang dipilih untuk mempermudah menggali natural setting dari para wanita tersebut. Data didapatkan melalui observasi dan wawancara, yang kemudian dianalisis menggunakan analisis tematik. Hasil menunjukkan mereka menciptakan suasana rumahnya dengan memperluas ruang domestik pada ruang-ruang yang berpeluang dan disepakati bersama komunitas.Kata Kunci: Pola Adaptasi, Pengungsi Wanita, Rusun