Latar Belakang : Air Susu Ibu (ASI) memiliki peran vital dalam menunjang pertumbuhan dan sistem kekebalan tubuh bayi, mengandung lebih dari 300.000 sel pelindung dari berbagai penyakit. Dalam menghadapi keterbatasan produksi ASI dari ibu kandung, muncul konsep bank ASI sebagai solusi untuk menyediakan ASI donor bagi bayi, terutama bayi prematur. Namun, keberadaan bank ASI memunculkan persoalan fiqhiyah kontemporer mengenai hukum persusuan dan status mahram. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan hukum Islam mengenai keberadaan bank ASI menurut Syekh Yusuf Al-Qaradhawi. Metode : Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan library research, yaitu mengkaji pustaka dan karya tulis Syekh Yusuf Al-Qaradhawi serta sumber hukum Islam lainnya melalui analisis yuridis kualitatif. Hasil dan Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa Yusuf Al-Qaradhawi membolehkan keberadaan bank ASI dengan beberapa ketentuan. Menurutnya, persusuan yang menimbulkan hubungan mahram hanya terjadi jika bayi menyusu langsung dari payudara ibu. Jika ASI diberikan melalui media seperti botol atau alat bantu lainnya, maka tidak timbul konsekuensi hukum nasab atau mahram. Ia berpegang pada kaidah ushul fiqih "al-dharar yuzal" (kemudaratan harus dihilangkan), sehingga pemberian ASI melalui bank ASI diperbolehkan dalam kondisi darurat atau kemaslahatan bayi. Kesimpulan : Bank ASI dapat dibolehkan secara hukum Islam menurut ijtihad Yusuf Al-Qaradhawi, selama memperhatikan mekanisme penyusuan tidak langsung yang tidak menimbulkan mahram. Hal ini memberikan solusi praktis dan maslahat dalam pemenuhan kebutuhan ASI, terutama bagi bayi yang sangat membutuhkan.