Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penentuan Rute Sales Untuk Menentukan Posisi Kunjungan Toko Dengan Menggunakan Algoritma Breadth First Search Kriswanto, Agung; Wulansari, Zunita; Romadhona, Rizki Dwi
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 11 No 5.C (2025): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tim sales PT Mayora Indah Tbk menghadapi kesulitan dalam merencanakan rute yang paling efisien untuk mengunjungi berbagai toko mitra di suatu area. Masalah utama adalah bagaimana menyusun rute perjalanan yang optimal untuk mengurangi waktu dan biaya transportasi sambil memastikan semua toko dapat dikunjungi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah ini dengan menemukan rute terpendek yang memungkinkan tim sales mengunjungi seluruh toko mitra secara efektif. Dengan menggunakan metode yang tepat, diharapkan dapat diperoleh solusi yang tidak hanya menghemat waktu tetapi juga mengurangi biaya operasional serta meningkatkan produktivitas tim sales. Penelitian ini menggunakan data dari 15 Toko Mitra. Untuk menganalisis data tersebut, diterapkan metode Breadth First Search. Metode ini memungkinkan peneliti untuk menjelajahi seluruh struktur data secara sistematis dengan memeriksa node pada tingkat yang sama sebelum melanjutkan ke tingkat berikutnya. Dengan menggunakan pendekatan ini, diharapkan dapat diperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai hubungan dan pola yang ada di antara Toko Mitra. Berdasarkan pengujian Confusion Matrix yang telah dilakukan didapatkan Penggunaan Metode Breadth First Search untuk melakukan pencarian rute terdekat menghasilkan Nilai Accuracy Sebesar 86%, Precision Sebesar 100% dan Recall sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa metode BFS cukup baik untuk diimplementasikan dalam pencarian rute terdekat. Diharapkan dengan adanya penelitian ini pihak sales PT Mayora Indah Tbk dapat dengan mudah mencari rute terdekat untuk mencapai lokasi tujuan.
Catatan Sebuah Peristiwa pada Masa Amangkurat I Dari Naskah Merapi-Merbabu * Kriswanto, Agung
Manuskripta Vol 6 No 1 (2016): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v6i1.62

Abstract

Mount Merbabu formerly known as Damalung or Pamrihan was the center for the study of literatures and Hindu-Buddhist, the venue for the tradition of writing and copying manuscripts that are now known as Merapi-Merbabu manuscripts. People living in the area seemingly is not closed to outside information, for example from the area of the palace. This had been indicated by the several manuscripts that recorded the events that had taken place in the palace of Mataram, especially during Amangkurat I. One of them was Gita Sinangsaya. The recording of events was not appeared in the text, but it was contained in the colophon of Gita Sinangsaya. Although it was only a short note, but this information is very important because it was written when the events happened, and especially because this recording events was not mentioned by babad of Javanese literature. This article analyzes the historical aspect on a recording events in Gita Sinangsaya that happened in the 1670s based on other information in babad and the Dutch records. === Gunung Merbabu yang dahulu dikenal dengan nama Damalung atau Pamrihan merupakan pusat studi sastra dan agama Hindu-Budha, tempat berlangsungnya tradisi penulisan dan penyalinan naskah-naskah yang sekarang dikenal dengan naskah Merapi-Merbabu. Komunitas yang tinggal di wilayah tersebut rupanya tidak menutup diri terhadap informasi dari luar, misalnya dari wilayah keraton. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa naskah yang merekam peristiwa yang terjadi di keraton Mataram, khususnya pada masa Amangkurat I. Salah satunya berjudul Gita Sinangsaya. Rekaman peristiwa tidak terdapat dalam teks, melainkan dalamkolofon teks Gita Sinangsaya. Meskipun hanya merupakan catatan kecil, tetapi informasi ini sangat berarti karena ditulis bersamaan dengan peristiwa terjadi dan terutama karena catatan peristiwa ini tidak banyak disebutkan dalam teks-teks babad di lingkungan sastra Jawa. Artikel ini menganalisa kesejarahan sebuah laporan peristiwa dalam naskah Gita Sinangsaya yang terjadi pada sekitar tahun 1670 M berdasarkan informasi lain dalam babad dan catatan Belanda.
The Middle Javanese passive prefix "ing-" Kriswanto, Agung; Puspitorini, Dwi; Pudjiastuti, Titik
Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia Vol. 26, No. 3
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Evidence from literary texts originating from the Mount Merapi-Merbabu milieu in Central Java demonstrates the existence of a variant of the passive marker -in- affix, which has been in use since the early period of Old Javanese: the passive prefix ing-. The six literary texts that serve as the sources for this study indicate that the ing- prefix began to emerge during the fifteenth and sixteenth centuries, coinciding with the development of Middle Javanese. Previous researchers have not paid much attention to the ing- prefix, as it was considered merely incidental, especially since ing- was also found in texts from periods before the fifteenth century. Alongside the emergence of ing-, another form ring- appears, which serves the same grammatical function. This article focuses on two key issues: (i) ing- as a passive marker and (ii) passive construction patterns. The findings of this study reveal both similarities and differences in the grammatical characteristics of Javanese as used in texts from Merapi-Merbabu, compared to Old Javanese and Modern Javanese. The similarity between Middle Javanese and Old Javanese lies in passive constructions where the agent is expressed through suffixes for second- and third-person pronouns. Meanwhile, Middle Javanese and Modern Javanese share a similarity in passive constructions where the agent appears as a prefix for first- and second-person pronouns. The resemblance of Middle Javanese’s passive constructions to both Old Javanese and Modern Javanese within literary texts from the Merapi-Merbabu milieu suggests that this region preserves a transitional form of the language between Old Javanese and Modern Javanese.