Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Analisis Hak Asasi Manusia Terhadap Kebijakan Aborsi: Studi Kasus Aborsi di Indonesia Tahun 2023 Rahmawati, Sherly Widya; Thahany, Bilqis Salsabila; Anora, Esti Theda; Nufninu, Jian Aleyska; Kaka, Agrenia Susanti; Subandi, Yeyen
Jurnal Ilmiah Multidisipin Vol. 3 No. 5 (2025): Jurnal Ilmiah Multidisiplin, Mei 2025
Publisher : Lumbung Pare Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60126/jim.v3i5.929

Abstract

Aborsi dan Hak Asasi Manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena aborsi memiliki ketentuan hukum sendiri namun tetap berkaitan dengan HAM. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, di gunakan model bersifat induktif dalam menganalisis dokumen dan catatan untuk di gambarkan, diungkapkan dan dijelaskan di dalam penulisan ini. Hasil penelitian ini menunjukkan pada hak atas hidup manusia berdasarkan analisis pasal-pasal KUHP dan undang-undang terkait, aborsi merupakan tindakan pidana dengan ancaman hukuman yang tegas bagi pelaku, termasuk pihak yang menyuruh atau turut serta. Aborsi di dalam istilah hukum disebut dengan Abortus Provocatus dalam bahasa latin yang memiliki arti menggugurkan kandungan dengan sengaja atau niat dari diri sendiri dan dari orang lain. Di Indonesia terdapat kasus yang dimana seseorang memerintah untuk menggugurkan kandungan pasangannya, dan hal tersebut melanggar pasal 75 ayat (2) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan, dan kehamilan yang disebabkan bukan karena kasus pemerkosaan maupun kasus gangguan kesehatan. Di Indonesia aborsi dilegalkan dalam situasi tertentu saja, karena melanggar Hak Asasi Manusia dan juga melanggar hukum yang tertulis dalam undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia dan juga dalam pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.” Hak untuk hidup bagi semua manusia dan hak paling mendasar bagi semua manusia, tidak dapat dibatasi, dihentikan maupun dihilangkan atau disebut juga dengan hak non derogable rights. Untuk itu, pemerintah diwajibkan melindungi dan mencegah perempuan melakukan aborsi yang tidak bertanggung jawab, bertentangan serta melanggar norma agama dan ketentuan perundang – undangan.
Analisis Konflik Perebutan Wilayah Pembangunan Eco-City di Rempang, Kepulauan Riau Melalui Teori Johan Galtung Ramadani, Nuri Salsa Bella; Rahmawati, Sherly Widya; Subandi, Yeyen
SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah Vol. 4 No. 11 (2025): SENTRI : Jurnal Riset Ilmiah, November 2025
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/sentri.v4i11.4998

Abstract

This study examines the territorial conflict surrounding the Rempang Eco City development project in the Riau Islands, designated as a National Strategic Project (PSN) valued at IDR 381 trillion. The conflict emerged from the clash between large-scale investment-driven development interests and the traditional land rights of the 16 Malay Indigenous Villages that have inhabited the area for generations. The lack of communication and transparency from both central and regional governments regarding relocation plans triggered mass protests and violent clashes in September 2023. This research employs a qualitative method based on John W. Creswell’s framework, utilizing case study and phenomenological approaches. Data were collected from credible sources, including official reports, government documents, and reputable online media. The analysis applies Johan Galtung’s theory, particularly the Triangle of Violence, to identify and interpret the forms of conflict and violence that occur. The results show that the conflict reflects both structural and direct violence, where structural violence appears in relocation policies that disregard the legal recognition of indigenous land rights, while direct violence is evident in the repressive actions of security forces against protesting residents. The findings further indicate that despite the government’s humanistic approach in preparing relocation sites and facilities, community resistance remains strong due to unresolved issues of justice, identity, and cultural preservation. Overall, these findings emphasize the urgent need for participatory and equitable conflict resolution frameworks in implementing sustainable development projects across Indonesia.