Saragih, Riahta
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Habonaron do Bona sebagai Pedoman Hidup Bersosial Masyarakat Simalungun: Kajian Teori Bahasa-Pierre Bourdieu Saragih, Riahta; Yusak
Jurnal Pendidikan Sejarah Humaniora dan Ilmu Sosial Vol 3 No 1 (2025): Vol 3 NO. 1 Mei 2025
Publisher : Prodi Pendidikan Sejarah FKIP USI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36985/zm82zk06

Abstract

Masyarakat yang ada di Indonesia memiliki pelbagai suku dan nilai-nilai budayanya tersendiri. Nilai-nilai yang ada dalam suatu komunitas budaya menjadi tradisi yang diwariskan turun-temurun. Setiap budaya memiliki nilai-nilai yang bermakna sebagai pedoman hidup suatu masyarakat. Salah satu nilai yang bermakna dalam budaya adalah sebuah falsafah. Setiap budaya pasti mempunyai falsafahnya masing-masing, dan falsafah itu dimaknai sebagai cara berperilaku suatu komunitas. Dalam penulisan ini akan membahas falsafah dari salah satu budaya yang ada di Indonesia yaitu Simalungun. Falsafah orang Simalungun adalah Habonaron Do Bona yang adalah suatu hal yang dapat membentuk masyarakat Simalungun dalam menentukan dasar hidup dan pola perilaku. Setiap budaya harus menciptakan kenyamanan bagi masyarakat lain untuk menciptakan sosialisasi yang baik ditengah masyarakat Indonesia yang multikultural. Proses penulisan ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dan studi pustaka. Hasil dari penulisan ini akan mengupas makna Habonaron Do Bona yang dipakai orang Simalungun dalam berelasi atau bersosialisasi dengan masyarakat lain. Dalam tulisan ini juga akan dibahas mengenai bagaimana masyarakat menghidupi falsafah Habonaron Do Bona sebagai pedoman hidup mereka dalam bermasyarakat. Masyarakat Simalungun memaknai Habonaron Do Bona sebagai bahasa yang bermakna, maka teori Pierre Bourdieu mengenai bahasa akan dipakai untuk meneliti tulisan ini. Teori bahasa Pierre Bourdieu menjadi pisau bedah dalam penulisan ini untuk mengetahui sejauh mana permainan bahasa pada masyarakat Simalungun mengenai falsafah Habonaron Do Bona. Kata Kunci: Habonaron Do Bona, Simalungun, Teori Bahasa-Pierre
Peran Kitab Keagamaan Dalam Menciptakan Toleransi Beragama Terhadap Konflik Di Ruang Sosial Media Dan Real Life Saragih, Riahta; Setyawan, Yusak B.
Jurnal Christian Humaniora Vol 9, No 2 (2025): November
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Tarutung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46965/jch.v9i2.2699

Abstract

Konflik antar umat beragama selalu menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Setiap komunitas agama terlalu erat memegang doktrin agamanya sehingga menjadi sebuah kesalahpahaman dalam mempraktekkan ajaran agama masing-masing ditengah kemajemukan Indonesia. Konflik yang terjadi antar umat beragama dikarenakan sifat dari kaum fundamentalisme yang terus menyerang mereka yang diluar dari ajaran agamanya. Mereka yang salah memahami ajaran agama menjadi faktor penyebab utama peperangan, kebencian, penistaan agama, bullying terhadap beda agama, dan konflik lain yang bersifat negatif dan merugikan komunitas agama lainnya. Konflik-konflik itu tidak hanya terjadi secara kontak fisik (pertemuan antara individu atau kelompok) tetapi juga melukai secara psikis, baik pemikiran ataupun perasaan. Sudah banyak kasus di Indonesia secara eksplisit melakukan perang agama dengan kontak fisik, juga melalui ujaran kebencian dalam forum media sosial (instagram, tiktok, facebook). Dalam konflik antar umat beragama sangat dibutuhkan peran Kitab Keagamaan dalam menciptakan perdamaian atas perbedaan ajaran agama. Agama apapun pasti mempunyai ayat emas dalam menekankan ajaran damai, kasih, ketenangan, persahabatan, dan ungkapan lain yang dapat menyatukan perbedaan. Tulisan ini akan menggali teks-teks Kitab Suci dan menjadi pendamai melalui peran Kitab Keagamaan ditengah-tengah perbedaan. Peran Kitab Keagamaan akan menjadi toleransi, solidaritas, dan juga akan mengurangi angka peperangan agama (garis bawahi “ketika agama benar-benar memahami ajaran agamanya sebagai arah perdamaian”) di tengah kemajemukan. Relasi antar umat beragama di Indonesia baik pada kehidupan sehari-hari maupun media sosial sangat berbanding terbalik dengan ajaran toleransi menurut enam agama dalam kitab agamanya masing-masing yakni Alkitab, Alquran, Weda, Tripitaka, Sishu Wujing.
Habonaron do Bona sebagai Pedoman Hidup Bersosial Masyarakat Simalungun: Kajian Teori Bahasa-Pierre Bourdieu Saragih, Riahta; Yusak
Jurnal Pendidikan Sejarah Humaniora dan Ilmu Sosial Vol 3 No 1 (2025): Vol 3 NO. 1 Mei 2025
Publisher : Prodi Pendidikan Sejarah FKIP USI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36985/zm82zk06

Abstract

Masyarakat yang ada di Indonesia memiliki pelbagai suku dan nilai-nilai budayanya tersendiri. Nilai-nilai yang ada dalam suatu komunitas budaya menjadi tradisi yang diwariskan turun-temurun. Setiap budaya memiliki nilai-nilai yang bermakna sebagai pedoman hidup suatu masyarakat. Salah satu nilai yang bermakna dalam budaya adalah sebuah falsafah. Setiap budaya pasti mempunyai falsafahnya masing-masing, dan falsafah itu dimaknai sebagai cara berperilaku suatu komunitas. Dalam penulisan ini akan membahas falsafah dari salah satu budaya yang ada di Indonesia yaitu Simalungun. Falsafah orang Simalungun adalah Habonaron Do Bona yang adalah suatu hal yang dapat membentuk masyarakat Simalungun dalam menentukan dasar hidup dan pola perilaku. Setiap budaya harus menciptakan kenyamanan bagi masyarakat lain untuk menciptakan sosialisasi yang baik ditengah masyarakat Indonesia yang multikultural. Proses penulisan ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dan studi pustaka. Hasil dari penulisan ini akan mengupas makna Habonaron Do Bona yang dipakai orang Simalungun dalam berelasi atau bersosialisasi dengan masyarakat lain. Dalam tulisan ini juga akan dibahas mengenai bagaimana masyarakat menghidupi falsafah Habonaron Do Bona sebagai pedoman hidup mereka dalam bermasyarakat. Masyarakat Simalungun memaknai Habonaron Do Bona sebagai bahasa yang bermakna, maka teori Pierre Bourdieu mengenai bahasa akan dipakai untuk meneliti tulisan ini. Teori bahasa Pierre Bourdieu menjadi pisau bedah dalam penulisan ini untuk mengetahui sejauh mana permainan bahasa pada masyarakat Simalungun mengenai falsafah Habonaron Do Bona. Kata Kunci: Habonaron Do Bona, Simalungun, Teori Bahasa-Pierre
Tarian Huda-huda/toping-toping sebagai Pendampingan Kedukaan bagi Masyarakat Simalungun Saragih, Riahta; Tampake, Tony; Supratikno, Agus
Maharsi: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Sosiologi Vol. 7 No. 1 (2025): Maharsi : Jurnal Pendidikan Sejarah dan Sosiologi
Publisher : UNIVERSITAS INSAN BUDI UTOMO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33503/maharsi.v7i1.1195

Abstract

Masyarakat Simalungun memiliki praktik budaya yang beragam dalam setiap tahapan kehidupan, mulai dari upacara adat kelahiran sampai kematian. Ada beberapa jenis kematian di Simalungun dan artikel ini berfokus pada kematian “sayur matua” (meninggalnya seseorang setelah menikah, mempunyai anak, cucu, dan cicit). Sayur Matua ialah kematian ideal bagi masyarakat Simalungun dan dipestakan secara besar-besaran. Meskipun demikian rasa sedih dan kehilangan akan tetap ada pada keluarga yang berduka. Biasanya pendampingan yang diberikan oleh gereja berfokus kepada keluarga inti dari yang berduka, sementara perlu dilakukan pendampingan kepada setiap orang yang merasa kehilangan pada kematian sayur matua. Pada upacara sayur matua biasanya menampilkan tarian huda-huda/toping-toping untuk menghibur keluarga yang berduka. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan tarian ini dan melestarikan budaya Simalungun. Tulisan ini menggunakan studi kepustakaan untuk mempelajari budaya Simalungun mengenai kematian yang di dapat melalui jurnal, buku dan wawancara dari informan penari setempat Melalui tulisan ini akan terlihat bahwa tari huda-huda/toping-toping tidak hanya untuk menghibur tetapi juga mengedepankan nilai-nilai seperti saling mendukung, persahabatan, berbagi rasa, penerimaan, persaudaraan, dan solidaritas yang dapat dijadikan sebagai bentuk pendampingan bagi masyarakat Simalungun dengan menggunakan teori Pendampingan Keindonesia dari Jacob Daan Engel. Tujuan penulisan ini untuk menghidupkan Kembali budaya Simalungun terkhusus pada tarian ini yang sudah jarang sekali dilakukan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tarian ini dapat menjadi bantuan kepada gereja melalui nilai-nilai pendampingan Keindonesiaan.