Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Persepsi Mahasiswa Pada Isu Penggunaan Ghibli Art AI di Media Sosial Sebagai Mata Pencaharian Dearni Anjelina Panjaitan; Meyshinta Aulia; Yeni Juliana; Moh. Afdol; Rio Kurniawan
JOSH: Journal of Sharia Vol. 4 No. 02 (2025): Vol. 04 No. 02 Juni 2025
Publisher : Universitas Sunan Drajat Lamongan, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55352/josh.v4i02.1927

Abstract

Studio Ghibli is widely known for its distinctive visual style and aesthetic value, making it a source of inspiration for many digital artists. In the era of technological advancement, a new phenomenon has emerged in the form of Ghibli-style artworks produced by artificial intelligence (AI). Without manual drawing skills, anyone can now create Ghibli-style illustrations simply by inputting text or reference images. In Indonesia, this trend is growing rapidly and is even used as a livelihood by some students. However, the commercial use of Ghibli's visual style without permission raises ethical and legal issues, considering that Studio Ghibli has never approved the practice. This study aims to analyze how mass media influences students' perceptions of the use of Ghibli-style AI art as a means of earning income. The main focus lies on how the media frames the issue, as well as how students understand the legitimacy, ethics, and economic value of the AI works. The approach used is descriptive qualitative with data collection techniques in the form of in-depth interviews, digital observation, and literature study. The results show that mass media plays an important role in shaping students' opinions, especially in legitimizing or creating doubts about this practice. Exposure to media that support technological advancement tends to make students more accepting of the use of AI art as an economic opportunity. Conversely, media that highlight ethical and copyright issues tend to trigger critical attitudes towards the practice. This research emphasizes the importance of media literacy and digital ethics in dealing with the dynamics of today's art technology. This finding confirms that students are not passive in receiving information from mass media; they sort and judge based on personal values, social context, and economic needs. Thus, mass media not only functions as a source of information, but also as an agent of shaping perceptions and ethical considerations in the era of creative technology.
BUDAYA DAN IDENTITAS MASYARAKAT TAPAL KUDA (JAWA PENDALUNGAN) DAN PERSPEKTIF MADURA SWASTA Yeni Juliana; Nikmah Suryandari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 6 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juni
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v3i6.2164

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana identitas budaya terbentuk dan dipertahankan oleh masyarakat yang berasal dari wilayah Jawa Pendalungan dan Madura Swasta, khususnya di daerah Probolinggo dan Jember. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber dari masing-masing daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas budaya lokal tetap melekat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat, meskipun terdapat pengaruh dari modernisasi dan tekanan eksternal lainnya. Masing-masing narasumber menunjukkan bentuk keterikatan terhadap nilai-nilai budaya lokal seperti gotong royong, bahasa daerah, dan tradisi lokal sebagai bagian dari identitas diri mereka. Dalam konteks teori identitas sosial yang dikembangkan oleh Henri Tajfel dan John Turner, proses pembentukan identitas ini melibatkan tahapan kategorisasi, identifikasi, dan perbandingan sosial, yang menciptakan rasa kebersamaan di dalam kelompok (in-group) dan pembeda terhadap kelompok luar (out-group). Identitas budaya masyarakat Jawa Pendalungan dan Madura Swasta tidak bersifat tunggal, melainkan berlapis, karena individu dapat menyesuaikan identitasnya sesuai dengan konteks sosial yang dihadapi, seperti yang terjadi pada narasumber yang hidup di lingkungan urban. Penelitian ini memperkuat pemahaman bahwa identitas budaya lokal tidak hanya bersifat simbolik, melainkan juga menjadi kekuatan kolektif dalam menjaga kohesi sosial dan rasa bangga terhadap asal-usul kulturalnya.