Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak besar terhadap transformasi global, termasuk dalam aspek keamanan siber. Negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan serius dalam membangun kapasitas pertahanan siber yang andal, akibat keterbatasan sumber daya, infrastruktur, serta regulasi yang belum harmonis. Dalam konteks ini, peran organisasi internasional menjadi sangat penting untuk membantu negara-negara berkembang dalam meningkatkan kesiapan dan ketahanan terhadap ancaman siber. Artikel ini membahas kontribusi organisasi internasional, khususnya International Telecommunication Union (ITU), dalam membangun kapasitas siber negara berkembang melalui kerja sama teknis, pelatihan sumber daya manusia, dan advokasi kebijakan keamanan siber. Melalui metode yuridis normatif dan studi pustaka, artikel ini menelusuri bagaimana ITU menjalankan perannya melalui berbagai inisiatif, seperti pengembangan broadband, pelatihan mitigasi kejahatan siber, serta kolaborasi dengan organisasi lain seperti IMPACT dan INTERPOL. Di sisi lain, Indonesia juga telah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai langkah strategis untuk mengoordinasikan keamanan siber nasional. BSSN menerapkan strategi berdasarkan lima pilar Global Cybersecurity Index (GCI), yakni aspek hukum, teknis, organisasi, pengembangan kapasitas, dan kerja sama. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kolaborasi internasional menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem keamanan siber yang tangguh dan adaptif. Oleh karena itu, diperlukan sinergi berkelanjutan antara pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat guna meningkatkan daya saing digital negara berkembang di tengah tantangan dunia maya yang semakin kompleks.