Anggoro, Blasius Diki
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Banalitas Iman di Era Digital: Telaah Pemikiran Søren Kierkegaard: The Banality of Faith in the Digital Age: An Examination of Søren Kierkegaard's Thought Anggoro, Blasius Diki; Wijanarko, Robertus
Jurnal Filsafat Indonesia Vol. 8 No. 1 (2025)
Publisher : Undiksha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jfi.v8i1.88457

Abstract

This study examines the influence of the crowd on the authenticity of faith through Søren Kierkegaard’s philosophy, particularly in the context of modern digital culture and technological advancements. In this era, popular culture and social media have blurred individual identity, fostering banality of faith—a shallow religiosity devoid of personal meaning. This research employs a qualitative method through library research, including a critical analysis of Kierkegaard's works and contemporary social phenomena. The focus is on how crowds push individuals to adopt majority views without deep reflection, undermining personal commitment to faith. Social media exacerbates this condition through algorithms that amplify collective trends, further trapping individuals in superficial religious formalities. Kierkegaard asserts that authentic faith requires personal commitment, deep reflection, and the courage to break away from the crowd's influence. The consequences of faith often demand suffering as a form of responsibility for life choices. Findings reveal that crowds and digital culture significantly contribute to the banality of faith, causing individuals to lose existential desire and the freedom to cultivate an authentic relationship with God. Kierkegaard's insights remain highly relevant, offering guidance toward authentic and personal faith amidst the challenges of modernity.
Hiperrealitas Orang Muda di Era Digital dalam Perspektif Jean Baudrillard Anggoro, Blasius Diki; Krisnanda, Vincentius Septian; Wijayaputra, Yusuf Irawan Arsardi; Prasojo, Agilang Aji
Seri Filsafat Teologi Vol. 35 No. 34 (2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/serifilsafat.v35i34.276

Abstract

Penelitian ini mengkaji fenomena hiperrealitas dalam kehidupan orang muda Indonesia di era digital dengan merujuk pada pemikiran Jean Baudrillard. Perkembangan media sosial telah membentuk ruang simulatif di mana identitas, relasi, dan emosi tidak lagi merefleksikan kenyataan yang utuh, melainkan dikonstruksi melalui tanda, citra, dan algoritma. Dalam konteks ini, orang muda terdorong untuk membentuk identitas digital yang telah dipoles agar sesuai dengan ekspektasi pasar digital. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi dan wawancara mendalam terhadap delapan responden berusia 18–24 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas informan menyadari adanya perbedaan antara diri mereka yang otentik dengan versi digital yang ditampilkan. Situasi ini menciptakan krisis otentisitas, ketergantungan terhadap validasi digital, dan tekanan emosional yang berujung pada kelelahan serta kecemasan sosial. Bahkan, dalam beberapa kasus, nilai-nilai spiritual pun terancam dikompromikan. Temuan ini menunjukkan bahwa pemikiran Baudrillard tentang simulacra dan hiperrealitas sangat relevan dalam membaca disorientasi identitas di era media sosial. Oleh karena itu, penting dikembangkan kesadaran kritis dan refleksi diri agar orang muda mampu bertahan sebagai pribadi yang otentik di tengah dominasi citra dan ilusi digital