Anak-anak yang didiagnosis dengan gangguan spektrum autisme (ASD) sering kali memiliki tantangan fungsional yang lebih besar dibandingkan teman sebayanya. Tantangan tersebut antara lain pola tidur yang terganggu, kebiasaan makan selektif, dan kesulitan melakukan aktivitas perawatan diri. Selain itu, mereka mungkin menunjukkan masalah emosional seperti sering mengamuk yang ditandai dengan keras kepala, menangis, menjerit, membentak, memberontak, marah, menyakiti diri sendiri, dan hiperaktif. Pendidikan keluarga mengacu pada pendekatan kedua orang tua, ibu dan ayah, dalam membimbing dan mengasuh anak-anaknya. Dengan menerapkan gaya pengasuhan yang tepat, orang tua dapat secara efektif mendukung anak-anak mereka dengan gangguan spektrum autisme dalam mengatasi tantangan-tantangan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pola pengasuhan anak autis di Indonesia dengan pola pengasuhan di Korea, China, Singapura, India, Amerika Serikat dan Turki. Metode penelitian yang digunakan adalah tinjauan pustaka yaitu analisis dan sintesis teori, temuan dan bahan penelitian lain yang relevan dari berbagai sumber. Penelitian ini memberikan kerangka yang jelas untuk mengatasi masalah penelitian yang diidentifikasi. Orang tua cenderung mengadopsi gaya pengasuhan otoriter dan kurang menekankan pada gaya pengasuhan demokratis/otoriter dan permisif. Selain itu, gaya pengasuhan ini dirancang untuk mengakomodasi karakteristik perkembangan unik anak autis dan orang tuanya. Metode penelitian yang digunakan adalah tinjauan pustaka yaitu analisis dan sintesis teori, temuan dan bahan penelitian lain yang relevan dari berbagai sumber. Penelitian ini mengungkap berbagai jenis pendekatan dan pola pengasuhan berdasarkan faktor budaya dan kepercayaan. Pola asuh yang ditawarkan ada yang sama, namun ada pula yang berbeda dan cenderung disesuaikan dengan situasi anak.