Darma Ista Maulana
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tinjauan Hukum Penyalahgunaan Tanah Wakaf oleh Nazhir dalam Sistem Perwakafan di Indonesia Muhammad Hafez; Rayna Putri Juliasari; Saiva Wulandari; Darma Ista Maulana; Muhamad Shandy Maulana; Yohana Sandi Wijayanti
Jurnal Riset Rumpun Agama dan Filsafat Vol. 4 No. 1 (2025): April : Jurnal Riset Rumpun Agama dan Filsafat
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jurrafi.v4i1.4914

Abstract

Waqf is an act of worship that has a social and economic pattern because in the development of Islamic civilisation, from the development of science to its heyday, it cannot be separated from the role of Rasullulah and his companions who continued to struggle to spread Islam throughout the world, one of which was by using the waqf method because the waqf property or object is often used as a centre for the development of science and Islam in ancient times, for example the construction of mosque buildings and financing wars. Because waqf is an act of worship that is highly recommended for every Muslim. In addition, waqf worship is also explained in the Koran that people who endow their assets for the benefit of the ummah who have benefits, the rewards will continue to flow even though the person has died, which makes people flock to carry out waqf worship. However, it is not uncommon for there to be a lot of abuse committed by nazirs, starting from their unprofessional attitude because nazirs are often used as additional income for them to hoard wealth. So it is very important to find a nadzhir as a zakat manager who has a trustworthy nature because actually this waqf must continue to be developed to be more productive and useful, therefore the Indonesian government continues to make efforts to revise the rules regarding nazir because there are still many irregularities committed largely due to weak administrative sanctions and criminal sanctions for them.
Analisis Netralitas dan Independensi KPK Terhadap Kasus Korupsi Dewan Perwakilan Rakyat Suci Wulandari; Faishal Hasyim; Rita Fitri Utami; Darma Ista Maulana; Tasya Halimah Nia Purwanti; Kuswan Hadji
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 1: Desember 2024
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i1.6668

Abstract

KPK dibentuk dengan tujuan pembentukan awal sebagai lembaga yang Independen. Hal ini merupakan tujuan dari dibentuknya KPK agar tidak terpengaruh oleh Lembaga negara lainya atau terpengaruh oleh kekuasaan pemerintah yang sedang berkuasa, namun setelah revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019 ini dinilai sangat melemahkan KPK dalam melakukan tindakan pemberantasan korupsi karena terdapat kurang lebih 26 poin kewenangannya yang berkurang termasuk dalam hal penyadapan dan independensi, KPK melalui juru bicaranya mengatakan banyak sekali ketidaksinkronan pasal demi pasal, pada UU Nomor 19 tahun 2019 dalam implikasinya juga berpengaruh sebagaimana ruang gerak semakin terbatas dan tidak bebas dari pengaruh kekuasaan lain serta agenda awal didirikannya KPK semakin tidak terarah. Terkadang KPK dijadikan alat oleh kekuasaan untuk menakuti orang-orang yang tidak sejalan apa yang diinginkan kekuasaan dengan cara memberikan surat perintah penyidikan (sprindik) maka dari itu prinsip awal yaitu Lembaga independen negara dan lembaga anti korupsi semakin tidak relevan dan dinilai tebang pilih apalagi dalam penanganan kasus korupsi yang menjerat anggota DPR sering sekali penyidik KPK merasa ketakutan. Dalam revisi UU ini KPK yang awalnya lembaga non masuk dalam bidang eksekutif. Padahal pemegang kekuasaan eksekutif paling berpengaruh adalah Presiden yang sudah mempunyai Lembaga penindakan korupsi lain yaitu Kepolisian dan Kejaksaan maka revisi UU tersebut semakin menjadikan Presiden mempunyai kekuasaan yang semakin super power.