Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menemukan substansi pandangan Mazhab Imam Maliki dan Mazhab Imam Syafi’I tentang ‘azl. Kedua Imam Mazhab tersebut mempunyai persamaan dan perbedaaan pendapat tentang ‘azl sebagai upaya pencegahan berketurunan. Islam mensyariatkan umatnya untuk memelihara serta menjaga keturunan (hifdzul nasl) atau nasab melalui pernikahan sah. Memiliki anak merupakan salah satu (taqorrub) mendekatkan diri kepada Allah Subhanahuwata’ala serta menjaga sunnah Rasululullah SAW. Meskipun demikian, masih ada pasangan suami isteri yang enggan berketurunan. Ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa anak bukanlah investasi masa tua namun kewajiban untuk memberikan yang terbaik untuk anak adalah sebuah kewajiban sebagai orang tua. Sehingga, sebuah hubungan yang serius, sepasang kekasih perlu memikirkan untuk masa depannya. Termasuk, dalam hal memiliki keturunan. Dalam hal upaya pencegahan berketuruanan salah satunya dengan melakukan ‘azl. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian “library research” atau studi pustaka yaitu metode pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian ini bahan-bahan atau obyeknya diperoleh dengan cara menelaah data yang penulis dapatkan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai subyek yang diteliti. Hasilnya kedua Imam Mazhab sama-sama memperbolehkan menggunakan ‘azl sebagai upaya pencegahan berketurunan. Sedangkan yang menjadi perbedaan adalah pada segi pelaksanaannya, Mazhab Imam Maliki berpandangan bahwa seorang laki-laki tidak boleh melakukan ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali dengan seizinnya. Imam Maliki merujuk kepada hadis sebagai dasar dan alasan boleh melakukan ‘azl. Sedangkan menurut pandangan Mazhab Imam Syafi`i praktek ‘azl diperbolehkan baik dengan persetujuan isteri maupun tidak. Hal ini karena Imam Syafi’I berpandangan bahwa isteri mempunyai hak dalam hubungan intim, namun tidak mempunyai hak dalam ejakulasi