Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

OPTIMASI JALUR TERBAIK KABEL BAWAH LAUT DARI PERSPEKTIF KEHIDROGRAFIAN Pratama , Pandu Yuri; Pratomo , Danar Guruh; Khomsin, Khomsin
GEOID Vol. 4 No. 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/geoid.v4i1.1244

Abstract

Penerapan survei hidrografi dapat digunakan untuk menentukan jalur dan kedalaman pemendaman kabel laut. Survei ini dilakukan untuk mendapatkan jalur terbaik rencana penggelaran dan perkiraan kedalaman pemendaman kabel laut guna mencegah kerusakan kabel dalam waktu singkat disepanjang jalur survei. Oleh karena itu diperlukan pemetaan dasar laut untuk menentukan jalur kabel laut yang aman, efektif dan efisien. Data pengamatan yang digunakan adalah data survei hidro-oseanografi perairan Batam-Bintan. Kajian data meliputi batimetri, aturan penggelaran kabel laut dan analisa kriteria pengamatan yaitu topografi dasar laut, kondisi lingkungan, investigasi dasar laut, aktifitas laut, aspek teknis, pengaruh kemiringan dan panjang jalur, keefektifan dan efisiensi serta faktor keamanan penggelaran kabel. Hasil dari penelitian ini adalah rencana jalur kabel laut yang optimum di perairan Batam-Bintan, dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas, faktor oseanografi dan nilai kedalaman rata-rata (24,24 meter) serta kedalaman maksimum (59,19 meter), maka diperoleh tiga rencana jalur yaitu rencana jalur A = 9673,965 meter, jalur B = 11363,750 meter dan jalur C = 9649,398 meter.
DETEKSI SEBARAN TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILLS) DENGAN CITRA ASTER Khomsin, Khomsin; Pratomo , Danar Guruh
GEOID Vol. 4 No. 2 (2009)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/geoid.v4i2.1264

Abstract

Salah satu sumber pencemaran laut adalah tumpahan minyak. Pencemaran dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut selalu menjadi fokus perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masayarakat sekitar pantai dan sangat siginifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Selat Madura khususnya alur pelayaran yang terletak di antara Surabaya dan Bangkalan merupakan salah satu alur yang padat di Indonesia. Oleh karena itu, perairan ini diindikasikan telah tercemar oleh tumpahan minyak yang berasal dari bongkar muat kapal. Data spektrum tampak dan infra merah dekat dari satelit Terra ASTER dapat dilakukan deteksi dan monitoring terhadap pencemaran laut khususnya yang disebabkan oleh tumpahan minyak (oils spill). Karakteristik dari setiap sensor satelit dalam hal mendeteksi lapisan minyak, khususnya sensor VNIR (Visible Near Infra Red), absorbsi dan refleksi dari iluminasi cahaya menentukan karakteristik minyak tersebut dengan nilai reflektansi spektral gelombang elektromagnetik. Minyak mentah menunjukkan warna yang berbeda, dimana reflektansi spektralnya bervasi bergantung pada komposisi kimiawi minyak mentah tersebut. Perairan Selat Madura terutama di antara Surabaya dan Bangkalan telah terjadi pencemaran minyak (oil spills) sebesar 10 mg/lt – 50 mg/lt. Konsentrasi kandungan minyak dalam air laut di perairan yang paling besar terdapat di alur pelayaran ke arah pelabuhan tanjung perak. Hal ini disebabkan oleh aktifitas bongkar muat kapal dan aktifitas deballasting kapal tanker. Walaupun konsentrasinya kecil (<20 mg/lt), di tepi Pantai Pantai Utara Surabaya juga tercemar oleh minyak yang diakibatkan oleh pollutan yang berasal dari hulu sungai (bahkan dari industri yang ada di pesisir Surabaya) yang bermuara ke perairan Selat Madura.
ANALYSIS OF THE QUALITY OF SOUNDING DATA IN RELATION TO THE DIFFERENCES IN SEABED TOPOGRAPHY Lestari , Ria Putri; Pratomo , Danar Guruh; Setiyadi, Johar
GEOID Vol. 5 No. 1 (2009)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/geoid.v5i1.1282

Abstract

Visualizations of seabed surface topography is obtained from such an activity called sounding survey. Points of measurement of the depth are located sounding line and checkline crossing. In the research analysis is carried out on the relationship between the quality of the sounding data and the topography of the seabed, which was divided into five (5) criteria, that is, coral (Cr), coral sand (CrS), mud (M), mud sand (MS), and sand (S).In order to know the sounding data quality, is done by comparing the depth of intersection of the sounding line and the checkline crossing which is then referred to as the analysis point. The position and the depth of this point is found by the linear intepolation method. The result of this research indicate that there are irregularities in the depth of the analysis point, which indicates an error in the measurement accuracy. If viewed from the mistake that occur in the analysis point, the analysis points of the depth profile with the seabed topography of mud sand (MS) has the best accuracy compared to the other profiles. While the analysis poinst in the depth profile of coral (Cr) has the least level of accuracy compared to the others. Thus it can be said that the depth measurement done on mud sand (MS) has the best quality and the depth measurement done on coral (Cr) has the lowest quality.
SIMULASI TIGA DIMENSI POLA ARUS DAN DISTRIBUSI SEDIMEN DI PERAIRAN CILACAP SEBAGAI EVALUASI TERHADAP KONDISI DERMAGA Pratomo , Danar Guruh; Froditu, Nicolody Ofirla Eflal; Pribadi , Cherie Bhekti
GEOID Vol. 14 No. 2 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/geoid.v14i2.1608

Abstract

Pemodelan distribusi arus di Perairan Cilacap, Indonesia sangat dipengaruhi oleh kedaan geografinya. Area ini berada di Selat Cilacap dan langsung berhadapan dengan Samudera India dengan karakteristik arus yang kuat. Model tiga dimensi yang telah dihasilkan, akan diketahui pola arus dan distribusi sedimen di perairan tersebut. Parameter yang digunakan dalam pemodelan ini termasuk hidro-oseanografi seperti pasang surut, river discharge, batimetri dan sedimen. Dengan river discharge yang digunakan berasal dari Sungai Donan dan Yasa. Dalam penelitian ini model arus dan sedimentasi akan dibentuk berdasarkan simulasi numerik dengan persamaan hidrodinamika. Berdasarkan hasil simulasi hidrodinamika, pada periode spring tide, kecepatan arus rata-rata dan maksimum adalah 0,6 m/s dan 0,8 m/s dengan ketebalan sedimen yang mengalami erosi sebesar 0,004 – 0,01 meter. Sedangkan, kondisi sedimentasi mengakibatkan terjadinya ketebalan sedimen mencapai 0,002 – 0,01 meter. Selama periode neap tide, kecepatan arus rata-rata yang terjadi sebesar 0,2 m/s dan sedimen bergerak secara signifikan. Sehingga pada periode ini terjadi sedimentasi yang besar, yakni 0,002 – 0,01 meter. Dengan tipe sedimen yang dominan di perairan ini berupa pasir. Deposisi memberikan efek terhadap aktivitas pelayaran, terutama disekitar dermaga dengan peristiwa sedimentasi sebesar 165,571 mm/bulan.
Identifikasi Fitur Dasar Laut Menggunakan Data Multibeam Echosounder (Studi Kasus: Perairan Utara Papua) Fauzy, Aldias Fanan; Pratomo , Danar Guruh; Darminto, Muhammad Rohmaneo; Sulistian, Teguh
GEOID Vol. 16 No. 1 (2020)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/geoid.v16i1.1666

Abstract

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas dengan topografi yang bervariasi. Proses identifikasi topografi membutuhkan teknologi dan pengetahuan terbaru. Untuk dapat mengidentifikasi fitur dasar laut diperlukan penelitian menggunakan teknologi akustik berupa multibeam echosounder sehingga dapat dibuat model kondisi bawah air. Pemetaan detail dasar laut ini memungkinkan untuk menghasilkan gambaran topografi bawah laut yang lebih jelas. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi mengenai keberadaan pegunungan bawah laut di lautan Utara Papua. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari survei batimetri menggunakan multibeam echosounder yang dihasilkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 2019. Data yang diambil untuk mengoreksi data multibeam echosounder adalah SVP Data (Sound velocity profiler). Penelitian ini dilakukan di lautan bagian Utara Papua yang terbagi menjadi dua lokasi. Hasil identifikasi di lokasi pertama (Lokasi A) menunjukkan luas wilayah 57.666 km² dengan ketinggian 1.978 meter. Objek tersebut terletak kedalaman minimum 1.164 meter dan kedalaman maksimum 3.142 meter. Sedangkan pada lokasi kedua (Lokasi B), ditemukan objek yang memiliki luas sebesar 81,134 km², pada kedalaman minimum 1.997 meter, kedalaman maksimum 3.056 meter, dan memiliki ketinggian 1.059 meter. Hasil identifikasi kedua objek menunjukkan bahwa ketinggian kedua objek tersebut lebih dari 1.000 m, sehingga keduanya dapat dikategorikan sebagai gunung bawah laut atau seamount. Indonesia is a country that has vast sea territory with varied topograph. The topographic identification process requires the latest technology and knowledge. To be able to identify the existence of seabed features, research is needed using acoustic technology in the form of a multibeam echosounder so that models of underwater conditions can be made. This detailed mapping of the seabed is possible to produce a clearer underwater topographic picture. In this study, identification was carried out regarding the existence of undersea mountains in Papua's northern ocean. The data used in this study came from a bathymetry survey using the multibeam echosounder produced by the Badan Informasi Geospapsial (BIG) in collaboration with the Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi (BPPT) in 2019. The data taken to correct the multibeam echosounder data are SVP (Sound velocity profiler) data. This research was conducted in the northern ocean of Papua which is divided into two locations. Based on the identification, the first location (A) has an area of 57,666 km² with 1,978 meters of height. This object is located at a minimum depth of 1,164 meters and a maximum depth of 3,142 meters. At the second location (B) were found an object with an area of 81,134 km², at a minimum depth of 1,997 meters, a maximum depth of 3,056 meters. The height of this object is 1,059 meters. Based on the results these two objects have more than 1,000 meters of height, thus the object can be categorized as an undersea mountain or seamount.