Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Dari Mukjizat Maryam hingga Kelahiran Yahya: Tafsir Dzurriyyah Thayyibah dalam Doa Nabi Zakaria a.s. : Penelitian Silvia Marina; Roby Hably; Fadil Menggala Putra Tamsin; Muhammad Raffi Alfirdaus
Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan Volume 4 Nomor 1 (Juli 2025 -
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jerkin.v4i1.1821

Abstract

Artikel ini mengkaji konsep dzurriyyah thayyibah dalam doa Nabi Zakaria a.s. berdasarkan narasi korelatif Al-Qur’an antara kisah Maryam, Nabi Zakaria a.s., dan Nabi Yahya a.s. Doa Nabi Zakaria a.s. tidak hanya dimaknai sebagai permintaan keturunan biologis, melainkan sebagai visi profetik untuk mencetak generasi unggul secara spiritual, moral, dan intelektual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tafsir tematik dan korelatif terhadap dua kelompok Q.S. Ali ‘Imran: 37–38 dan Q.S. Maryam: 1–15. Sumber data utama adalah Al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir klasik serta kontemporer, didukung literatur sekunder dari jurnal dan buku tematik. Hasil analisis menunjukkan bahwa mukjizat Maryam menjadi pemantik spiritual bagi doa Nabi Zakaria a.s., yang kemudian dikabulkan dengan kelahiran Nabi Yahya a.s., Maryam diposisikan sebagai prototipe dzurriyyah thayyibah, dan Yahya sebagai realisasi konsep tersebut dalam bentuk karakter kenabian, kepemimpinan, kesucian, serta kasih sayang sosial. Narasi korelatif ini mengungkap bahwa dzurriyyah thayyibah bukanlah produk biologis semata, melainkan hasil dari kesadaran spiritual, pengasuhan yang terarah, dan kehendak Allah. Implikasi konseptual dari penelitian ini menegaskan pentingnya membangun sistem pendidikan keluarga berbasis nilai-nilai profetik, di mana doa, keteladanan, dan lingkungan spiritual menjadi fondasi lahirnya generasi ideal menurut Al-Qur’an.
The Urgency of Mastering Dhama'ir Rules in the Conditions for Becoming a Mufassir of the Qur'an Roby Hably; Silvia Marina; Alfian Mubarok
Tilawah: Journal of Al-Qur'an Studies Vol. 1 No. 3 (2025)
Publisher : Penerbit Hellow Pustaka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61166/tilawah.v1i3.22

Abstract

A correct understanding of the Qur’an relies heavily on mastering the Arabic language, the original language of revelation. One of the most essential yet often overlooked linguistic aspects in Qur’anic interpretation is the use of pronouns (ḍamā’ir). In the Qur’an, pronouns not only serve as word substitutes but also significantly affect contextual understanding and meaning precision. This article aims to highlight the importance of mastering the rules of pronouns as a requirement (syurūṭ) for a qualified mufassir, while analyzing the forms, types, and referents (marjiʿ) of ḍamīr in the Qur’an.This study employs a qualitative-descriptive approach through library research. Data were collected from the Qur’an, classical and contemporary tafsir literature, and Arabic grammar books focusing on pronouns. The analysis was conducted using content analysis, involving identification of verses containing ḍamīr, classification of their forms and syntactic roles, and examination of contextual referents to ensure accurate interpretation.The findings reveal that ḍamīr in the Qur’an appear in various forms (explicit and implicit), each governed by specific grammatical rules. Understanding the referent (marjiʿ) is crucial, as misidentifying it may lead to flawed interpretation. The study also uncovers special grammatical principles regarding pronouns, including rhetorical devices such as ḍamīr al-sha’n, ḍamīr al-faṣl, and implied referents, which differ from the conventions in other languages. Thus, mastering the rules of pronouns is an indispensable requirement for every Qur’anic exegete, as affirmed by experts in Qur’anic sciences and Arabic linguistics