Tanaya, I Made Agus Tresna
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KUSTOMFEST 2024: A Curatorial Study Through the Approach of the Creative Economy Tanaya, I Made Agus Tresna; Agil, Muhammad; Fathoni Ahmadi, R. Nur; Susanto, Mikke
TUMATA: Journal of Cultural and Arts Management Vol 3, No 1 (2025): June 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tumata.v3i1.15756

Abstract

The rapid development of the creative economy in Indonesia has fostered the emergence of diverse cultural practices that integrate both aesthetic expression and economic potential. Among these, festivals have become strategic arenas for showcasing creative works while simultaneously generating cultural and commercial value. One notable example is Kustomfest, an annual custom automotive festival held in Yogyakarta, which functions not only as an exhibition space but also as a vital node within the local and regional creative economy ecosystem. This study aims to examine the curatorial strategies employed in Kustomfest 2024 and to assess their contribution to value creation in the creative economy sector. Using a qualitative case study approach, data were collected through in-depth interviews, participant observation, and document analysis involving festival curators, creative practitioners, local business actors, and audiences. The findings reveal that curatorial practices in Kustomfest encompass rigorous selection based on originality, a scrutineering process that ensures functionality and safety, professional documentation for archival and promotional purposes, and independent judging guided by international standards. Furthermore, curators are instrumental in shaping narrative frameworks, enhancing visitor engagement, and connecting creators with market opportunities. Beyond artistic curation, Kustomfest generates significant economic impact, particularly in supporting the growth of MSMEs in the surrounding area. This case illustrates how curatorship can serve as a multidimensional tool for cultural production, audience development, and sustainable economic advancement within Indonesia’s creative industries.
Bondres Clekontong Mas sebagai Media Pendidikan Etis dan Estetis di Masyarakat Dana, I Wayan; Arisanti, Ni Wayan Rizka; Tanaya, I Made Agus Tresna
PANGGUNG Vol 33 No 1 (2023): Nilai-Nilai Seni Indonesia: Rekonstruksi, Implementasi, dan Inovasi
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v33i1.2472

Abstract

Bondres digunakan sebagai sebutan tokoh-tokoh rakyat jelata, yang karakternya mempresentsikan masyarakat pada umumnya. Tokoh ini hadir sebagai simbol kehidupan masyarakat dalam pertunjukan dramatari topeng di Bali. Pemainnya dilalukan oleh pemeran yang mampu mengekspresikan berbagai karakter melalui ungkapan tata rias-busana, gerak, tembang, humor, vokal-dialog sesama Bondres maupun berkomunikasi langsung dengan penonton. Ungkapan para pemeran melalui tindakan kocak dan menghibur itu, mampu menjadi media pendidikan etis dan estetis bagi masyarakat pentontonnya. Pendidikan etis berhubungan dengan etika, diungkap melalui penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan tradisi budaya yang bersumber dari ajaran agama Hindu. Pendidikan estetis, mengenai penilaian terhadap keindahan, kenikmatan melalui ekspresi karya seni. Percakapan-percakapan etis dan estetis itu selalu digaungkan di setiap sajian Trio Bondres Clekontong Mas, sehingga masyarakat penonton mendapat tontonan segar yang menghibur dan mengedukasi. Dalam nilai hiburan itu dibingkai dan dibumbui lawakan yang memuat nilai-nilai moral sebagai tuntunan instrospektif dalam tatanan hidup, kehidupan dan berpenghidupan di masyarakat. Kata Kunci: Clekontong Mas, Pendidikan etis, Estetis, di masyarakat
Siku-siku: Koreografi berdasarkan Kegelisahan Tanaya, I Made Agus Tresna; Dana, I Wayan; Subawa, Y
IDEA: Jurnal Ilmiah Seni Pertunjukan Vol 18, No 2 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/idea.v18i2.13094

Abstract

Karya tari Siku-Siku merupakan bentuk refleksi diri dari satu perjalanan kehidupan pengkarya. Terinspirasi dari pengalaman pribadi pengkarya yang mengalami kegelisahan dalam tatanan pembangunan suatu rumah di Bali. Hal ini berawal dari adanya bangunan rumah pengkarya yang berada di kota dan desa yang memiliki perbedaan tatanan Asta Kosala Kosali. Selain itu, adanya penolakan dari seorang Mangku (orang suci) pada saat mengupacarai rumah pengkarya yang berada di kota menimbulkan pertanyaan dalam diri pengkarya. Proses penciptaan karya tari Siku-siku mengacu pada metode penciptaan yang dijelaskan oleh Hawkins, yang meliputi eksplorasi, improvisasi, komposisi, dan evaluasi. Karya tari Siku-Siku menggunakan pengembangan motif gerak tari Bali serta dipadukan dengan bentuk ukuran rumah yang terdapat dalam tatanan Asta Kosala Kosali, sehingga muncul motif gerak sikut pada karya ini. Motif gerak sikut pengkarya pilih sebagai gerak inti dikarenakan dalam motif gerak tersebut meliputi bentuk pengukuran rumah yang ada di dalam tatanan Asta Kosala Kosali. Pada proses pencarian jawaban mengenai kegelisahan pengkarya yang dialami, pengkarya mendapatkan satu jawaban pasti yaitu Desa Kala Patra dalam pembangunan rumah di Bali. Konsep Desa Kala Patra menjadi titik terang dari proses perjalanan penciptaan karya tari Siku-siku, selain itu karya tari ini menjadi media ungkap yang tepat untuk menyampaikan keluh kesah dalam proses mencari jawaban. Siku-siku: Choreography based on AnxietyThe Siku-Siku dance work is a form of self-reflection from the artist's life journey. Inspired by the personal experience of the creator who experienced anxiety during the construction of a house in Bali. This started with the existence of craftsman's houses in cities and villages that had different Asta Kosala Kosali. Apart from that, the rejection from the Mangku (saint) when performing a ceremony on the artist's house in the city raised questions within the artist. The process of creating the Siku-Siku dance work refers to the method described by Hawkins, which includes exploration, improvisation, composition, evaluation. The Siku-Siku dance work uses the development of Balinese dance movement motifs and combines them with elbow shapes in the Asta Kosala Kosali arrangement, so that the elbow movement motif appears in this work. The artist chose the elbow movement motif as the core movement because the movement motif includes the form of measuring the house in the Asta Kosala Kosali arrangement. In the process of searching for answers regarding the anxiety the creator was experiencing, the creator got one definite answer, namely Kala Patra Village in building houses in Bali. The concept of Kala Patra Village is a bright spot in the process of creating the Siku-Siku dance work, apart from that, this dance work is a medium for expressing complaints in the process of searching for answers.