Pekerja Rumah Tangga adalah istilah yang dipakai dalam regulasi yang ada, akan tetapi sampai saat ini keberadaan Pekerja Rumah Tangga sebagai pekerja tidak diterima oleh semua pihak. Pekerja Rumah Tangga tidak diakui sebagai tenaga kerja yang sama dengan 4 (Empat) tenaga kerja lainnya seperti Pegawai Negeri Sipil, pekerja pabrik, perusahaan, dan lain-lain. Bahkan harus diakui bahwa dewasa ini sebutan sebagai “pekerja” pun belum diterima oleh masyarakat. Pada umumnya masyarakat lebih menerima untuk menyebut Pekerja Rumah Tangga sebagai “Pembantu”. Oleh karena itu, Pekerja Rumah Tangga dimasukkan dalam lingkup pekerjaan informal. Pekerja rumah tangga pada umumnya memiliki arti yakni asisten rumah tangga atau sering disebut pekerja saja adalah orang yang bekerja di dalam lingkup rumah tangga majikannya. Di Indonesia saat masa penjajahan Belanda, pekerjaan pekerja rumah tangga baboe (dibaca “babu”), sebuah istilah yang kini kerap digunakan sebagai istilah berkonotasi negative untuk pekerjaan ini. Pekerja rumah tangga mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak serta menghidangkan masakanan, mencuci, membersihkan rumah, dan mengasuh anak-anak. Di beberapa negara, pembantu rumah tangga dapat pula merawat orang lanjut usia yang mengalami keterbatasan fisik. Hasil penelitian ini adalah: 1) Akibat hukum bagi majikan atas pelanggaran hak-hak Pekerja Rumah Tangga Hubungan antara majikan dan Pekerja Rumah Tangga bahwa Permenaker RI Nomor 2 Tahun 2015 memang telah mengatur hak dan kewajiban baik bagi PRT maupun pemberi kerja secara relatif seimbang. Namun dalam praktiknya, regulasi ini belum banyak diketahui masyarakat dan kurang diterapkan secara efektif. Hal ini disebabkan rendahnya sosialisasi dan lemahnya pengawasan pemerintah. PRT rentan dieksploitasi dan mengalami kekerasan. 2) Perlindungan hukum atas pelanggaran hak-hak Pekerja Rumah Tangga yang dilakukan oleh majikan hukum bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebenarnya telah tersirat meskipun perlindungan hukum terhadap PRT di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, tetapi terdapat berbagai peraturan yang dapat dijadikan dasar untuk memberikan sanksi kepada majikan yang melanggar hak-hak PRT.