Diabetes melitus (DM) menjadi persoalan kesehatan yang serius di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti nefropati diabetik yang menyebabkan gagal ginjal. Kondisi hiperglikemia kronis pada penderita diabetes menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi ginjal melalui mekanisme seperti produk akhir glikasi lanjut (AGEs), stres oksidatif, dan proses inflamasi. Oleh karenanya, pengendalian glikemik yang tepat sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit ginjal kronis (PGK) pada pasien diabetes. Penelitian kuantitatif dengan rancangan cross-sectional ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara kadar HbA1c dan kadar ureum serta kreatinin pada pasien dengan DM tipe 2 di RSUD Praya. Sebanyak 92 sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling dari data rekam medis sekunder. Analisis korelasi Spearman digunakan untuk menilai hubungan antar variabel tersebut. Mayoritas sampel adalah pria (52,2%) dan sebagian besar menunjukkan peningkatan kadar glukosa (70,7%). Dari sampel tersebut, 67,4% memiliki kadar HbA1c lebih dari 7%, sementara kebanyakan memiliki kadar ureum normal (60,9%) dan kreatinin normal (81,5%). Hasil analisis korelasi tidak menunjukkan hubungan signifikan antara kadar HbA1c dengan ureum (p=0,127; koefisien korelasi=0,160) maupun dengan kreatinin (p=0,803; koefisien korelasi=0,026). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar HbA1c dan kadar ureum maupun kreatinin. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai HbA1c tidak mencerminkan secara signifikan penurunan fungsi ginjal. Oleh sebab itu, pemantauan glikemik pada pasien diabetes perlu dilengkapi dengan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin secara rutin untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai fungsi ginjal.