The decline in student behaviour at SMK Walisongo 1 Gempol, evidenced by a mere 60% compliance with rules, prompted the introduction of this community service programme. The programme focuses on optimising the role of Islamic Education (PAI) teachers in instilling religious values and discipline through the development of structured habits. Using Participatory Action Research (PAR), the programme was carried out over three months by two teachers and 120 students in three stages: education, action and reflection. Specific actions included monitoring attributes, setting tasks and organising regular recitations of Asmaul Husna, Sholawat Burdah and Surat Al-Mulk. Significant results were achieved: rule compliance increased by 28% to 88%, participation in religious practices increased by 37% to 82%, and religious reading implementation reached 85%. The programme succeeded in establishing three sustainable institutions: a daily monitoring system, weekly reflection and an industrial-style morning assembly culture, to ensure continuous character transformation. Menurunnya perilaku siswa di SMK Walisongo 1 Gempol, yang dibuktikan dengan kepatuhan terhadap peraturan yang hanya mencapai 60%, mendorong dilaksanakannya program pengabdian masyarakat ini. Program ini berfokus pada pengoptimalan peran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam menanamkan nilai-nilai religius dan disiplin melalui pengembangan kebiasaan yang terstruktur. Menggunakan Penelitian Tindakan Partisipatif (Participatory Action Research - PAR), program ini dilaksanakan selama tiga bulan oleh dua guru dan 120 siswa dalam tiga tahap: edukasi, tindakan, dan refleksi. Tindakan spesifik yang dilakukan meliputi pemantauan atribut, penetapan tugas, dan pengorganisasian pembacaan rutin Asmaul Husna, Salawat Burdah, dan Surat Al-Mulk. Hasil yang signifikan berhasil dicapai: kepatuhan terhadap aturan meningkat sebesar 28% menjadi 88%, partisipasi dalam praktik keagamaan meningkat sebesar 37% menjadi 82%, dan implementasi bacaan religius mencapai 85%. Program ini berhasil membentuk tiga pranata yang berkelanjutan: sistem pemantauan harian, refleksi mingguan, dan budaya apel pagi ala industri, untuk menjamin transformasi karakter yang berkelanjutan.