Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Dinamika Pengaturan Simbol Negara dan Kebebasan Ekspresi Terhadap Polemik Mengenai Bendera One Piece Rosid, Ibnu
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 4 No. 1 (2025): Maret
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/rjh.v4i1.4351

Abstract

Independence Day is an event that should be celebrated, especially in Indonesia. Many activities are conducted, such as flag-raising ceremonies and lively competitions, but the most common way is by flying the red-and-white flag, both at home and in every institution, which is required to do so in commemoration of Independence Day. However, what if there emerges a new symbolic gesture from society where people start raising flags from the anime series One Piece as a symbol of freedom of expression in response to the weakening of law in the country? This would naturally generate various reactions from political figures, some opposing while others consider it mere creativity. This study employs a case study method, which has become prominent ahead of Indonesia's 80th Independence Day, exploring aspects of positive law, human rights, and the political legal implications in Indonesia. It also highlights past events with similar cases, finding that the raising of flags or other symbols is permitted as long as it does not intend to insult Indonesia's sovereignty or establish its own sovereignty. Furthermore, the symbol or flag must not be flown at the same level as the Indonesian flag.   Abstrak Hari kemerdekaan adalah hal yang sudah semestinya dirayakan terutama di Indonesia, banyak hal yang dilakukan seperti melakukan upacara bendera, merayakan dengan lomba yang meriah, namun yang paling umum adalah dengan mengibarkan bendera merah-putih baik itu di rumah bahkan hingga setiap instansi diwajibkan untuk mengibarkan bendera merah-putih demi memperingati hari kemerdekaan. Namun bagaimanakah jika muncul simbolik baru dari masyarakat yang mulai mengibarkan bendera dari serial anime one piece sebagai simbol untuk kebebasan berekspresi terhadap negara yang hukumnya sedang melemah?. Hal ini pastinya memunculkan banyak reaksi dari tokoh-tokoh politik entah itu menentang atau hanya menganggap hal itu hanyalah kreativitas belaka. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang kini ramai menjelang kemerdekaan ke-80 Indonesia. Dengan kajian terhadap hukum positif dan hak asasi manusia serta implikasi politik hukum di Indonesia. Serta mengangkat kejadian pada masa lalu dengan kasus yang sama dengan hasil bahwa pengibaran bendera atau simbolik lainnya diperbolehkan saja asalkan tidak memiliki maksud untuk menghina kedaulatan Indonesia dan tidak dengan maksud untuk mendirikan kedaulatannya sendiri dan pastinya dengan syarat bahwa simbol atau bendera tersebut tidak sejajar dengan bendera Indonesia.
Design, Development, and Performance Evaluation of a Closed-System Batik Fabric Drying Machine for Small-Scale Industry Applications Ekayuliana, Arifia; Dewadi, Fathan; Yudisha, Nabila; Rosid, Ibnu; Fauzi, Al; Purdiatama, Muhamad; Ludwika, Adinda; Royan, Ahmad; Nurcholis, Muhammad
Engineering and Technology International Journal Vol 7 No 03 (2025): Engineering and Technology International Journal
Publisher : YCMM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55642/eatij.v7i03.1156

Abstract

This study presents the design and performance evaluation of a closed-system batik fabric drying machine for small-scale industries. The system integrates a spinner for initial dewatering and a hot-air blower with thermostatic control at 60 °C. Experimental tests examined drying time, temperature stability, and fabric quality. Results showed that 2 kg of batik fabric dried in 18 minutes—about 70 % faster than traditional sun drying. The closed-loop air circulation improved thermal uniformity (±1.5 °C deviation) and reduced energy use by 25 %. No color fading or fiber damage occurred, and ultraviolet lamps prevented microbial growth. This design demonstrates that combining mechanical efficiency, thermal control, and ergonomics can enhance energy efficiency and production reliability for micro-scale batik industries.
Kebijakan Hukum dan Represifitas Tindakan Aparat dalam Demonstrasi di Indonesia Pratama, Bintara Yudha; Rosid, Ibnu
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 5 No. 1: Desember 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v5i1.12336

Abstract

Kebebasan berpendapat dan berkumpul merupakan hak asasi manusia yang dijamin secara konstitusional oleh Pasal 28E UUD 1945, UU No. 9 Tahun 1998, serta berbagai instrumen HAM internasional seperti DUHAM 1948 dan ICCPR 1996 yang telah disahkan di indonesia. Kebebasan berpendapat dan berkumpul adalah hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang bahkan hingga instrumen nasional seperti ICCPR 1996, tetapi praktik pembatasan demonstrasi pada DPR 25 agustus 2025 lalu telah menunjukkan kesenjangan serius antara norma dan implementasi. Perilaku represif aparat, serangan terhadap jurnalis, korban sipil, hingga terjadi pemblokiran ruang digital menunjukkan dominasi asumsi keamanan atas perlindungan hak warga negara. Kondisi ini tidak hanya melemahkan prinsip demokrasi dan penghormatan HAM, tetapi juga bertentangan dengan teori rule of law yang dikemukakan oleh A.V Dicey yang menegaskan supremasi hukum, persamaan semua warga negara di hadapan hukum, serta perlindungan hak konstitusional. Dengan demikian meski indonesia memiliki kerangka hukum yang progresif, tanpa pembenahan paradigma aparat dan mekanisme akuntabilitas yang kuat, hak-hak konstitusional warga berisiko berhenti hanya sebatas norma formal tanpa jaminan implementasi nyata. Indonesia perlu melakukan pembenahan paradigma aparat dalam menghadapi aksi unjuk rasa, memperkuat tanggung jawab institusi aparat, serta menegakkan prinsip rule of law agar kebebasan berpendapat benar-benar terlindungi sesuai dengan konstitusional.