Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Pemenuhan Hak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang terhadap Pemulangan dan Reintegrasi Sosial Teli Lestari Gonibala; Ismail, Dian Ekawaty; Mustika, Waode
Arus Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 5 No 2: Agustus (2025)
Publisher : Arden Jaya Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57250/ajsh.v5i2.1181

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemenuhan hak korban tindak pidana perdagangan orang terhadap pemulangan dan reintegrasi sosial. Penelitian ini merupakan penelitian empiris karena menempatkan data primer yang ada di lingkungan masyarakat sebagai data utama, dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Reintegrasi sosial merujuk pada proses mengembalikan individu, khususnya klien, ke dalam lingkungan keluarga inti, keluarga pengganti, atau komunitas yang mampu memberikan rasa aman, perlindungan, serta memenuhi kebutuhan dasar dan emosionalnya. Tahapan dalam proses ini mencakup berbagai aspek penting, seperti penempatan dalam lingkungan yang stabil dan bebas dari ancaman, pemenuhan kebutuhan hidup yang layak, peningkatan kesehatan fisik dan psikologis, serta tersedianya ruang untuk pertumbuhan pribadi dan kemajuan sosial-ekonomi. Selain itu, dukungan emosional dan sosial dari lingkungan sekitar juga menjadi faktor penting dalam mendukung pemulihan. Proses pemulangan korban TPPO berlangsung cepat dimana dalam praktek yang dilaksanakan di Polres Gorontalo Kota, korban setelah selesai pemeriksaan langsung dilakukan pemulangan ke pihak keluarga. Dalam proses pemulangan dan reintegrasi sosial ini, pihak Polres Gorontalo Kota melakukan koordinasi dengan instansi terkait, dan tidak ada upaya memfasilitasi secara lebih. Selain itu, ada tantangan lain yang dihadapi dalam penanganan kasus TPPO di kota Gorontalo dari segi aspek kesadaran para korban akan situasi mereka yang akan diperdagangkan, namun mereka tetap setuju untuk melakukannya dan Dinas Sosial Kota Gorontalo belum memiliki unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), meskipun amanat Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 dengan tegas mengharuskan keberadaannya.