Transformasi digital telah membawa perubahan mendasar terhadap cara organisasi bisnis, khususnya Perseroan Terbatas (PT), dalam mengelola aset dan menjalankan kegiatan usahanya di era digital sebagai bagian integral dari model bisnis modern, termasuk cryptocurrency, token digital, data, perangkat lunak, serta hak kekayaan intelektual berbasis digital. Namun, pengakuan hukum dan perlakuan regulatif terhadap aset digital masih menimbulkan ketimpangan di antara negara-negara dan ketidakjelasan dalam konteks Indonesia. Hingga kini, Indonesia belum memiliki kerangka hukum yang terintegrasi untuk mengatur pengelolaan, kepemilikan, dan pemanfaatan aset digital oleh korporasi secara menyeluruh. Akibatnya ada kekosongan hukum dan risiko kepatuhan yang tinggi. Penelitian ini berasal dari studi yang lebih kecil yang secara khusus memeriksa bagaimana kebijakan internal perusahaan dan hukum aset digital berkembang dalam yurisdiksi Indonesia, serta dibandingkan dengan sistem hukum di negara lain. Penelitian ini dianalisis menggunakan pendekatan yuridis normatif dan komparatif, dengan mengkaji peraturan perundang-undangan nasional dan internasional serta literatur hukum terkait. Teori yang digunakan meliputi teori kepastian hukum (Rechtszekerheid) dan teori hukum responsif Satjipto Rahardjo, yang menjadi dasar untuk menilai sejauh mana hukum mampu mengantisipasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial dan teknologi. Dalam analisis perbandingan, penelitian ini mengkaji pengaturan hukum aset digital di Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa, yang menunjukkan bahwa masing-masing yurisdiksi telah membuat peraturan yang lebih jelas, progresif, dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia menghadapi berbagai masalah hukum dan risiko kepatuhan dalam kepemilikan dan penggunaan aset digital, termasuk ketidakpastian status hukum aset digital, kerentanan terhadap pelanggaran perlindungan data, dan beban kepatuhan perpajakan. Studi kasus terhadap perusahaan seperti Binance, serta analisis praktik regulatif di Singapura dan Uni Eropa, mengungkapkan pentingnya strategi perusahaan dalam membangun sistem kepatuhan internal, keamanan teknologi, dan kolaborasi dengan regulator. Penelitian ini merekomendasikan agar pembuat kebijakan di Indonesia segera membentuk kerangka regulasi yang terpadu dan adaptif, Di sisi lain, perusahaan harus menerapkan strategi integratif dalam tata kelola aset digital untuk mendorong inovasi sekaligus memastikan kepatuhan dan perlindungan hukum.