Eksploitasi anak dalam praktik prostitusi tidak hanya merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam menciptakan perlindungan sosial dan hukum yang efektif. Di Indonesia, fenomena ini terus berkembang di tengah tekanan ekonomi, norma patriarkal, dan lemahnya penegakan hukum. Meskipun pemerintah telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan memberlakukan Undang-Undang Perlindungan Anak, kasus eksploitasi anak dalam prostitusi tetap marak akibat lemahnya integrasi antara regulasi dan pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana sistem hukum Indonesia mampu merespons tantangan eksploitasi anak dalam praktik prostitusi melalui perspektif hak asasi manusia. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan kritis, penelitian ini menganalisis berbagai kebijakan hukum, data sekunder, serta literatur yang membahas akar masalah eksploitasi anak. Pendekatan ini juga mengevaluasi peran institusi negara dan aktor non-negara dalam menciptakan sistem perlindungan anak yang komprehensif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa eksploitasi anak dalam prostitusi tidak hanya dipengaruhi oleh kelemahan institusi hukum, tetapi juga oleh ketidaksetaraan sosial-ekonomi yang sistemik. Penegakan hukum yang minimalis, budaya impunitas, dan stigma terhadap korban memperburuk situasi. Lebih jauh lagi, absennya program rehabilitasi yang terstruktur memperlihatkan bahwa perlindungan anak di Indonesia belum diarahkan pada pemulihan hak-hak dasar korban. Artikel ini merekomendasikan reformasi menyeluruh, termasuk pemberdayaan ekonomi bagi keluarga rentan, pendidikan masyarakat untuk menghapus stigma, serta penguatan lembaga penegakan hukum dan pengawasan regulasi. Pendekatan berbasis keadilan sosial ini menjadi kunci dalam mengatasi akar masalah eksploitasi anak dalam prostitusi secara berkelanjutan.