Abstrak: Rehabilitasi di Indonesia merupakan langkah penting dalam perawatan dan pemulihan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, memperbaiki kondisi fisik, mental, dan sosialnya agar dapat berfungsi secara optimal dalam masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, rehabilitasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu rehabilitasi medis yang difokuskan pada perawatan untuk mengatasi ketergantungan narkotika, dan rehabilitasi sosial yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosial pecandu. Tata cara pelaksanaan rehabilitasi diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait seperti misalnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 yang memberikan pedoman mengenai indikasi dan kategori orang yang layak untuk mendapatkan rehabilitasi. Kewajiban untuk melakukan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mencerminkan perlindungan hukum bagi pecandu dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif narkotika dan mendukung proses pemulihan. Pengajuan permohonan rehabilitasi dapat dilakukan melalui penyidik, penuntut umum, atau hakim dan memerlukan penilaian oleh tim penilai terpadu serta putusan pengadilan mengenai tempat rehabilitasi yang tepat. Meskipun ada peraturan dan pedoman, tantangan dalam pelaksanaan rehabilitasi masih ada, termasuk kurangnya integrasi antara lembaga penegak hukum dan terbatasnya pilihan rehabilitasi. Upaya yang efektif diharapkan dapat meningkatkan kualitas rehabilitasi dan mendukung integrasi sosial pecandu narkoba. Reformasi hukum ini akan meningkatkan respons terhadap pecandu narkoba, termasuk mengakui pecandu narkoba sebagai korban yang membutuhkan rehabilitasi dan bukan hanya pelaku kejahatan, serta memberikan solusi yang lebih manusiawi dan efektif untuk penyalahgunaan narkoba.