Artikel ini bertujuan menelaah makna penderitaan yang dialami Paulus dalam 2 Korintus 4:16–5:10 serta relevansinya bagi hamba Tuhan masa kini. Masalah penelitian berangkat dari kenyataan bahwa banyak orang Kristen, termasuk pelayan gereja, kerap mengalami penderitaan dalam berbagai bentuk, namun sering kali kurang memahami makna teologisnya dalam terang Kitab Suci. Kekosongan pemahaman ini memunculkan kerentanan spiritual yang mengaburkan relasi antara penderitaan, iman, dan pengharapan. Untuk itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kepustakaan, serta mengadopsi hermeneutik kanonikal sebagai pisau analisis utama. Melalui pendekatan ini, teks tidak dibaca terisolasi, melainkan ditempatkan dalam jalinan narasi Alkitab secara keseluruhan. Kebaruan penelitian ini terletak pada usaha menafsirkan penderitaan Paulus bukan hanya sebagai pengalaman pribadi, tetapi sebagai pola kanonikal penderitaan–kemuliaan yang mengakar dalam kesaksian Kitab Suci, dan karenanya relevan bagi pelayanan Kristen di era kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderitaan merupakan realitas yang tak terpisahkan dari kehidupan iman, khususnya bagi hamba Kristus. Namun, penderitaan tidak dimaknai sebagai alasan untuk menyerah, melainkan sebagai sarana pembaruan batin dan partisipasi dalam misteri kebangkitan Kristus, yang memberi dasar pengharapan bagi pelayanan yang setia, berdaya tahan, dan transformatif.