Ricko Samuel D Butar Butar
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGUNJUK RASA YANG MELANGGAR HUKUM DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Ricko Samuel D Butar Butar; H. Sudi Fahmi; Ardiansah
YUSTISI Vol 12 No 3 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i3.18982

Abstract

Pasal 170 ayat (1) Jo. ayat (2) ke-1 dan ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur sanksi pidana terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dan terang-terangan terhadap orang atau barang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum di Kota Pekanbaru berdasarkan KUHP, serta mengidentifikasi hambatan dan upaya dalam mengatasi hambatan tersebut. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, serta lokasi penelitian di Polresta Pekanbaru. Data diperoleh dari sumber primer, sekunder, dan tersier melalui observasi, wawancara terstruktur, dan studi dokumen, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan kesimpulan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum di Kota Pekanbaru selama periode 2021 hingga 2024 belum berjalan optimal, dibuktikan dengan belum diterapkannya sanksi pidana sesuai Pasal 170 KUHP. Hambatan utama dalam penegakan hukum meliputi kurangnya ketegasan aparat kepolisian, keterbatasan jumlah personel, kebijakan pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan perbaikan fasilitas publik yang dirusak, serta pandangan masyarakat yang sempit terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam konteks unjuk rasa. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut mencakup penerapan diskresi kepolisian yang seimbang dengan mempertimbangkan konsep living law dan social jurisprudence, penambahan personel kepolisian di lapangan, sosialisasi hukum kepada masyarakat, serta peningkatan kerja sama dan koordinasi untuk mencegah tindakan anarkis selama unjuk rasa. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang kewajiban hukum dan konsekuensi pidana dalam aksi unjuk rasa anarkis juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran hukum.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGUNJUK RASA YANG MELANGGAR HUKUM DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Ricko Samuel D Butar Butar; H. Sudi Fahmi; Ardiansah
YUSTISI Vol 12 No 3 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i3.18982

Abstract

Pasal 170 ayat (1) Jo. ayat (2) ke-1 dan ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur sanksi pidana terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dan terang-terangan terhadap orang atau barang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum di Kota Pekanbaru berdasarkan KUHP, serta mengidentifikasi hambatan dan upaya dalam mengatasi hambatan tersebut. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, serta lokasi penelitian di Polresta Pekanbaru. Data diperoleh dari sumber primer, sekunder, dan tersier melalui observasi, wawancara terstruktur, dan studi dokumen, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan kesimpulan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum di Kota Pekanbaru selama periode 2021 hingga 2024 belum berjalan optimal, dibuktikan dengan belum diterapkannya sanksi pidana sesuai Pasal 170 KUHP. Hambatan utama dalam penegakan hukum meliputi kurangnya ketegasan aparat kepolisian, keterbatasan jumlah personel, kebijakan pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan perbaikan fasilitas publik yang dirusak, serta pandangan masyarakat yang sempit terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam konteks unjuk rasa. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut mencakup penerapan diskresi kepolisian yang seimbang dengan mempertimbangkan konsep living law dan social jurisprudence, penambahan personel kepolisian di lapangan, sosialisasi hukum kepada masyarakat, serta peningkatan kerja sama dan koordinasi untuk mencegah tindakan anarkis selama unjuk rasa. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang kewajiban hukum dan konsekuensi pidana dalam aksi unjuk rasa anarkis juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran hukum.