Diatur dalam fikih bahwa jika terjadi perceraian maka yang paling berhak mengasuh anak yang belum mumayiz adalah ibu si anak. Jika ada persyaratan hadanah yang dilanggar ibunya, maka pengasuhan beralih kepada ibunya ibu si anak (nenek). Namun, Putusan Pengadilan No. 2568/Pdt.G/2020/PA.Mdn menetapkan hadanah ada pada ayah si anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hadanah menurut fikih dan peraturan perundang-undangan, mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan tersebut, mengetahui analisis terhadap pertimbangan hakim ditinjau dari maqashid syariah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan Pasal 105 KHI, pengasuhan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun menjadi hak (ibu) sepanjang istri (ibu) masih memenuhi syarat yaitu tidak bersuami baru. Namun meskipun pihak ibu yang lebih berhak atas hak asuh anak tetapi dalam kondisi tertentu hak hadanah ibu dapat gugur apabila tidak memenuhi syarat seperti yang di atur dalam Pasal 156 poin c KHI bahwa dikhawatirkan anak yang diasuh oleh orang yang memiliki sifat kurang baik akan berdampak buruk bagi anak yang berada dalam asuhannya. Selanjutnya, keputusan hakim yang menetapkan ayah sebagai seseorang yang berhak dalam mengasuh anak karena kelalain ibu dalam mengurus anak sudah sesuai dengan maqashid syariah yaitu berkaitan erat dengan konsep dharuriyyat dalam unsur (hifzh al-nafs), yang mana prinsip ini bertujuan untuk menjaga diri si anak baik secara jasmani dan rohani agar tidak kehilangan hak bagi dirinya sebagai seorang anak. Juga berada pada konsep dharuriyyat aspek menjaga akal (hifzh al-‘aql). Perkembangan akal seorang anak harus diperhatikan oleh orang tua karena dengan akal lah seseorang akan memiliki potensi untuk mendapatkan derajat yang tinggi atau yang rendah dalam kehidupan. Untuk yang terakhir jika dilihat dari prinsip maqashid syariah dalam prinsip hifzh al-nasab maka prinsip ini bertujuan agar si anak tetap jelas nasabnya dari kedua orang tua yang bercerai. Oleh sebab itu hadanah dijatuhkan kepada ayah kandung si anak dan bukan pada kerabat ibunya karena di dalam kewarisan harus mempunyai kejelasan nasab, agar tidak dikhawatirkan pemutusan nasab dari orang tua yang bercerai.