Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Problematic Division of Inheritance in Personal Assessment and the Perspective of Islamic Law and Positive Laws Dalimunthe, Fikri Al Muhaddits; Syam, Syafruddin; Nurcahaya, Nurcahaya
Electronic Journal of Education, Social Economics and Technology Vol 6, No 1 (2025)
Publisher : SAINTIS Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33122/ejeset.v6i1.895

Abstract

Inheritance distribution is an essential part of resolving the assets left by a deceased individual. However, problems arise when the inheritance includes not only personal assets but also assets registered under the name of a foundation. In Islamic law, inheritance can only be distributed from assets personally owned by the deceased. In contrast, under Indonesian positive law specifically Law No. 16 of 2001 in conjunction with Law No. 28 of 2004 on Foundations foundation assets are not considered the private property of the founder, but are part of a legal entity. This study aims to analyze the issues in inheritance distribution involving personal and foundation assets from the perspective of Islamic law and positive law. This research employs a qualitative method with a normative-juridical approach. The results indicate that the misuse of foundation assets as part of an inheritance often leads to conflicts among heirs. Therefore, a thorough understanding and harmonization between the two legal systems are necessary to ensure fair and lawful inheritance distribution.
Pencabutan Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Akibat Kelalaian Ibu dalam Mengurus Anak Ditinjau dari Maqashid Syari’ah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Medan No.2568/Pdt.G/2020/PA.Mdn) Dalimunthe, Fikri Al Muhaddits; Ananda, Faisar
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.9321

Abstract

Diatur dalam fikih bahwa jika terjadi perceraian maka yang paling berhak mengasuh anak yang belum mumayiz adalah ibu si anak. Jika ada persyaratan hadanah yang dilanggar ibunya, maka pengasuhan beralih kepada ibunya ibu si anak (nenek). Namun, Putusan Pengadilan No. 2568/Pdt.G/2020/PA.Mdn menetapkan hadanah ada pada ayah si anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hadanah menurut fikih dan peraturan perundang-undangan, mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan tersebut, mengetahui analisis terhadap pertimbangan hakim ditinjau dari maqashid syariah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan Pasal 105 KHI, pengasuhan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun menjadi hak (ibu) sepanjang istri (ibu) masih memenuhi syarat yaitu tidak bersuami baru. Namun meskipun pihak ibu yang lebih berhak atas hak asuh anak tetapi dalam kondisi tertentu hak hadanah ibu dapat gugur apabila tidak memenuhi syarat seperti yang di atur dalam Pasal 156 poin c KHI bahwa dikhawatirkan anak yang diasuh oleh orang yang memiliki sifat kurang baik akan berdampak buruk bagi anak yang berada dalam asuhannya. Selanjutnya, keputusan hakim yang menetapkan ayah sebagai seseorang yang berhak dalam mengasuh anak karena kelalain ibu dalam mengurus anak sudah sesuai dengan maqashid syariah yaitu berkaitan erat dengan konsep dharuriyyat dalam unsur (hifzh al-nafs), yang mana prinsip ini bertujuan untuk menjaga diri si anak baik secara jasmani dan rohani agar tidak kehilangan hak bagi dirinya sebagai seorang anak. Juga berada pada konsep dharuriyyat aspek menjaga akal (hifzh al-‘aql). Perkembangan akal seorang anak harus diperhatikan oleh orang tua karena dengan akal lah seseorang akan memiliki potensi untuk mendapatkan derajat yang tinggi atau yang rendah dalam kehidupan. Untuk yang terakhir jika dilihat dari prinsip maqashid syariah dalam prinsip hifzh al-nasab maka prinsip ini bertujuan agar si anak tetap jelas nasabnya dari kedua orang tua yang bercerai. Oleh sebab itu hadanah dijatuhkan kepada ayah kandung si anak dan bukan pada kerabat ibunya karena di dalam kewarisan harus mempunyai kejelasan nasab, agar tidak dikhawatirkan pemutusan nasab dari orang tua yang bercerai.