Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Hubungan Jumlah Leukosit dan C-Reactive Protein (CRP) dengan Luaran Pasien Cedera Otak Traumatik (COT) berdasarkan Skor Glasgow Coma Scale (GCS) di RSUD Ulin Banjarmasin Maulana, Irvan; Sikumbang, Kenanga M.; Asnawati, Asnawati
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2788.54 KB) | DOI: 10.24244/jni.v10i1.267

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Tingkat keparahan dari cedera otak traumatik (COT) dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Saat terjadi cedera kepala, tubuh akan melepaskan berbagai mediator inflamasi, leukosit dan penanda radang yaitu C-Reactive Protein (CRP). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jumlah leukosit dan CRP dengan luaran pasien COT berdasarkan skor GCS di RSUD Ulin Banjarmasin. Subjek dan Metode: Penelitian menggunakan studi desain observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Data diambil secara consecutive sampling. Hasil: Didapatkan 45 subjek dengan hasil rerata jumlah leukosit dan kadar CRP tertinggi ada pada pasien COT berat diikuti dengan COT sedang dan COT ringan. Pada hari ke-7, didapatkan 41 pasien dengan luaran yang baik dan 4 pasien dengan luaran yang buruk. Analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukan terdapat hubungan antara jumlah leukosit (p=0,004; r=0,424) dan CRP dengan luaran pasien COT (p=0,043; r=0,361). Simpulan: Terdapat hubungan antara jumlah leukosit dan kadar CRP dengan luaran pasien COT berdasarkan skor GCSAssociation of Leukocyte Count and C-Reactive Protein (CRP) Levels with Traumatic Brain Injury (TBI) Patient Outcome based on Glasgow Coma Scale (GCS) Score in Ulin General Hospital BanjarmasinAbstractBackground and Objective: The severity of traumatic brain injury (TBI) can be assessed using the Glasgow Coma Scale (GCS). When head injury occurs, the body releases various inflammatory mediators, leukocytes and inflammatory markers, namely c-reactive protein (CRP). The purpose of this study was to determine whether there is a correlation between the leukocyte count and CRP levels with the outcome of TBI patients based on GCS scores in Ulin Hospital Banjarmasin. Subject and Method: This research is an analytic observational with cross-sectional approach. Data acquired with consecutive sampling method. Result: We Obtained 45 subjects with the highest mean of leukocytes count and the highest CRP levels in patients with severe TBI followed by moderate TBI and mild TBI. On the 7th day, 41 patients had good outcome and 4 patients had bad outcome. Analysis using the Spearman correlation test showed that there was a relationship between the leukocyte count (p = 0.004; r = 0.424) and CRP levels with the outcome of TBI patients (p = 0.043; r = 0.361).Conclusion: It was concluded that there is a correlation between leukocyte count and CRP levels with the outcome of TBI patients based on GCS scores
Hubungan antara Skor GCS dengan Skor NRS PTH Akut pada Pasien COT di RSUD Ulin Banjarmasin Nur Alaina, Ilma Fi Ahsani; Sikumbang, Kenanga M.; Asnawati, Asnawati
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 3 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (53.48 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i3.265

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Cedera otak traumatik (COT) dapat dinilai menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS). Adanya mekanisme cedera sekunder yang berkembang dalam beberapa hari menjadi faktor pencetus munculnya keluhan Post Traumatic Headache (PTH) akut. Keparahan nyeri yang dikeluhkan pada pasien PTH dapat dinilai berdasarkan skor Numeric Rating Scale (NRS). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara skor GCS dengan skor NRS PTH akut pada pasien COT di RSUD Ulin BanjarmasinSubjek dan Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan 40 sampel diperoleh secara consecutive sampling dan sebanyak 36 pasien (90%) mengeluhkan PTH akut. Analisis data penelitian ini menggunakan uji one-way anova.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,558 pada pasien COT yang dilakukan tataksana operatif dan p=0,732 pada tatalaksana konservatif.Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara skor GCS dengan skor NRS PTH akut pada pasien COT di RSUD Ulin Banjarmasin.Associations between GCS Score and NRS Score of Acute PTH in TBI Patients at Ulin General Hospital BanjarmasinAbstractBackground and Objective: Traumatic brain injury (TBI) is an alteration in brain function caused by external physical forces that its severity can be assessed using the Glasgow Coma Scale (GCS) score. The secondary injury can develop in a few days and may trigger the appearance of acute Post Traumatic Headache (PTH). The severity of PTH can be assessed using the Numeric Rating Scale (NRS) score. The purpose of this study was to determine whether there is an association between GCS score and NRS score of acute PTH in TBI patients at Ulin General Hospital Banjarmasin.Subject and Methods: This study used an analytic observational method with cross sectional approach. A total of 40 samples were obtained with a distribution of 36 patients (90%) complained acute PTH.Results: Data analysis in this study using the one-way anova test showed p value = 0,558 on patients with operative management and p value = 0,732 on conservative management.Conclusion: It can be concluded that there is no association between GCS score with NRS score of acute PTH in TBI patients at Ulin General Hospital Banjarmasin.
Hubungan Skor GCS dengan Fungsi Kognitif pada Pasien Cedera Otak Traumatik di IGD RSUD Ulin Banjarmasin Kartinasari, Apidha; Fakhrurrazy, Fakhrurrazy; Sikumbang, Kenanga M.
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.27 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i1.209

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Cedera Otak Traumatik (COT) merupakan cedera yang mempengaruhi tingkat kesadaran serta fungsi neurologis. Pemeriksaan GCS dilakukan untuk mengkategorikan keparahan yang terjadi pada COT. Kondisi pasca COT dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kognitif karena terjadi kerusakan pada sel-sel otak serta vaskularisasinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara skor GCS dengan pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) pada pasien COT di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ulin Banjarmasin.Subjek dan Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 48 sampel didapatkan secara consecutive sampling.Hasil: Pada COT ringan terdapat 2 pasien (10%) mengalami penurunan fungsi kognitif, COT sedang 15 pasien (83,3%), dan COT berat 9 pasien (90%). Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan penurunan fungsi kognitif seiring dengan semakin beratnya COT (p=0,000).Simpulan: Terdapat hubungan antara skor GCS dengan fungsi kognitif menggunakan MMSE dan CDT pada pasien COT.Relationship between Glasgow Coma Scale (GCS) Score with Cognitive Function in Traumatic Brain Injury Patient at Emergency Department of Ulin General Hospital BanjarmasinAbstractBackground and Objective: Traumatic Brain Injury (TBI) is an injury that affects the level of consciousness and neurological function. GCS examination is done to categorize the severity that occurs in TBI. Conditions after traumatic brain injury cause cognitive function impairment due to damage of brain cells and its vascularization. Analyze the relationship between GCS scores and cognitive function test using MMSE and CDT in TBI patients.Subject and Method: This study was observational analytic in design with a cross sectional approach. A total of 48 samples were obtained by consecutive sampling.Result: In mild TBI there were 2 patients (10%) experienced decrease in cognitive function, moderate TBI was 15 patients (83.3%), and 9 patients (90%) in severe TBI. Data analysis used Chi-Square test with 95% confidence level which showed a decrease in cognitive function along with the increasing severity of TBI (p=0.000). Conclusion: There was a relationship between GCS scores and cognitive function using MMSE and CDT in TBI patients.
Durasi Operasi yang Memanjang pada Pasien dengan Tumor Cerebellopontine Angle (CPA) Harrison, Harrison; Sikumbang, Kenanga M.; Hardian, Rapto
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.204 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i1.242

Abstract

Tumor Cerebellopontine angle (CPA) merupakan tumor fossa posterior terbanyak dan merupakan 5-10% dari tumor intrakranial. Penatalaksanaan anestesi pada kasus tumor CPA sangat menantang, dan memerlukan perhatian khusus terhadap disfungsi batang otak, posisi pasien, pemantauan neurofisiologi intraoperatif, dan adanya risiko venous air embolism (VAE). Pasien wanita, 16 tahun, 45 kg, suspek CPA tipe schwannoma akustik dengan keluhan sakit kepala selama 2 bulan. Tidak ada riwayat tinitus dan gangguan keseimbangan. CT-scan kepala memperlihatkan massa padat dengan bagian kistik di cerebellopontine angle kanan. Prosedur pembedahan dilakukan dalam posisi prone dan memanjang hingga 13 jam. Rumatan anestesi ditujukan untuk stabilisasi hemodinamik dan pencegahan hipotermia dengan penghangat blower dan infus hangat. Perdarahan selama pembedahan sekitar 1800 ml. Pasien diekstubasi setelah 3 hari di ICU. Prosedur bedah untuk tumor CPA memiliki risiko tinggi dan membutuhkan waktu lama, sehingga meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat risiko hipotermia dan ketidakstabilan hemodinamik yang lebih tinggi. Pada kasus ini dengan keterbatasan alat monitoring, dilakukan observasi ketat untuk kejadian VAE dan pencegahan komplikasi pascabedah dengan menjaga hemodinamik tetap stabil dengan pemberian cairan adekuat dan pencegahan hipotermia dengan penggunaan blower warmer dan infus hangat. Pada kasus ini, lama pembedahan selama 13 jam diantisipasi dengan monitoring yang ketat, pemberian volume adekuat dan pencegahan hipotermi.Prolonged Operation in Patient with Cerebellopontine Angle (CPA) TumorAbstractCerebellopontine angle (CPA) tumor is the most common neoplasms in the posterior fossa, accounting for 5-10% of intracranial tumors. Anesthetic management is very challenging and needs special attention due to brain dysfunction, patient position, neurophysiological monitoring intraoperative, and the risk of venous air embolism (VAE). Female patient, 16 years old, 45 kg, with a suspected CPA acoustic schwannoma presented headache for 2 months. No history of tinnitus and balance disorders. Head CT-scan showed solid mass with cystic sections at right cerebellopontine angle. During procedure patient was in prone position and the operation took 13 hours long. Maintenance anesthesia aims to stabilize hemodynamic with adequate fluid replacement and prevention hypothermia with blower warmer and fluid warmer. Blood loss during the operation about 1800 ml. The patient was extubated after 3 days in the ICU. Surgical procedure in cerebellopontine angle surgery has a high risk and requires a long time. Prolonged duration of surgery will increases mortality and morbidity, because of the higher risk of hypothermia and hemodynamic instability. With limited monitoring equipment, we stabilize hemodynamic and to prevent the risk of VAE by adequate volume replacement. Hypothermia prevention by blower and fluid warmer. In this case, 13 hours long the operation makes us should maintenance hemodynamic by given adequate volume replacement and prevention of hypothermia.