Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The Habitat Suitability Modelling of Rhinoceros Hornbills (Buceros rhinoceros) in Java Island, Indonesia Setiawan, Taufik; Prasetyo, Lilik Budi; Mulyani, Yeni A.; Jarulis
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management) Vol 14 No 2 (2024): Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (JPSL)
Publisher : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB (PPLH-IPB) dan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB (PS. PSL, SPs. IPB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jpsl.14.2.253

Abstract

Rhinoceros hornbills (Buceros rhinoceros) are a bird species belonging to the Bucerotidae family, which is vulnerable based on the IUCN red list of species. This is due to habitat fragmentation, which reduced the Rhinoceros hornbill habitat on Java. Efforts and strategies are needed to maintain Rhinoceros hornbill habitats. Information on the suitability of the Rhinoceros hornbill habitat on Java Island is required to develop a Rhinoceros hornbill conservation strategy. This study aimed to determine a habitat suitability model that produces the highest accuracy, analyze hornbill habitat suitability, and identify environmental variables that affect the existence of rhinoceros hornbills. Habitat suitability models were processed using three algorithms: random forest, support vector regression, and MaxEnt. The data used to model habitat suitability were presence and environmental variables. The model was evaluated using various accuracy measures, namely overall accuracy, sensitivity (sn), specificity (sp), Area Under Curve (AUC), and kappa coefficient. The resultsof model processing showed that the random forest algorithm produced the highest average accuracy of 0.74. The most important environmental variables for the habitat suitability model were the distance from the road (16.62%), distance from the forest (12.73%), and land cover (12.47%). The habitat suitability model was divided into three classes: low suitability, covering 75,048 km2 (55.94%); medium suitability, covering 52,911 km2 (39.44%); and high suitability, covering 6,213 km2 (4.63%). The results of the habitat suitability model showed that the habitat suitability class was the smallest in the area.
Analisis Filogenetik Ayam-Hutan Merah (Gallus gallus) Asal Sumatra Menggunakan Fragmen D-loop Mitokondria Jarulis; Haryanto, Hery; Karisma, Muhammad Aldiansyah; Kamilah, Santi Nurul
Konservasi Hayati Vol 21 No 2 (2025): OKTOBER
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/hayati.v21i2.42783

Abstract

Populasi ayam hutan merah (Gallus gallus) di habitat alaminya mengalami penurunan yang cukup tajam. Fakta ini disebabkan oleh hilangnya hutan sebagai habitat spesies tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan komposisi nukleotida, situs nukleotida spesifik, jarak genetik, dan status filogenetik ayam hutan merah berdasarkan Fragmen D-loop DNA Mitokondria. Sampel darah diambil dari 20 individu ayam hutan merah dari Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan pada periode Mei hingga November 2022. Isolasi DNA total dilakukan menggunakan Kit Protokol Spin-Column dari Qiagen. Replikasi DNA menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan primer spesifik. Hasil penelitian kami menunjukkan adanya pasangan basa nukleotida AT (65,76%) yang lebih tinggi dibandingkan GC (34,24%), dan hanya ditemukan satu situs nukleotida spesifik dari panjang sekuen nukleotida 478 bp yang dianalisis. Komposisi nukleotida relatif homogen antar individu, menandakan rendahnya divergensi mitokondria. Rata-rata jarak genetik intraspesies sangat rendah yaitu 0,1%, yang mengindikasikan homogenitas genetik populasi. Pohon filogenetik memperlihatkan satu clade monofiletik yang kuat untuk seluruh sampel G. gallus Sumatra, dengan nilai bootstrap 63 - 87%, serta pemisahan yang jelas dari outgroup. Rendahnya variasi genetik ini diduga terkait dengan isolasi populasi, ukuran populasi efektif kecil, serta tekanan ekologis akibat fragmentasi habitat. Temuan ini menegaskan bahwa populasi ayam hutan merah liar di Bengkulu dan Sumatra Selatan merupakan unit genetik penting yang perlu diprioritaskan dalam upaya konservasi dan pengelolaan plasma nutfah unggas lokal.