Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

EFEKTIVITAS PERAWATAN LUKA DENGAN REBUSAN PIPER CROCATUM TERHADAP TINGKAT PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIKUM Papuke, Sri Susanti; Jumari, Jumari; Ratnawati, Ratnawati
Klabat Journal of Nursing Vol. 7 No. 2 (2025): Nursing Insights: Bridging Science and Care
Publisher : Fakultas Keperawatan, Universitas Klabat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37771/kjn.v7i2.1392

Abstract

Background: The increasing prevalence of diabetes mellitus with diabetic foot ulcers has become a major health problem. One alternative treatment to accelerate wound healing is the use of Piper crocatum (red betel leaf) decoction as a wound cleanser. Objective: To examine the effectiveness of wound care using Piper crocatum decoction in improving the healing process of diabetic foot ulcers. Methods: This quasi-experimental study applied a pre–post control group design. Thirty patients with type 2 diabetes mellitus and diabetic ulcers were recruited and divided into two groups: intervention (n = 15) and control (n = 15). The intervention group received wound care with Piper crocatum decoction, administered six times over 16 days at two-day intervals, while the control group received standard wound care and diabetes education. Wound healing was assessed using the Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) at baseline (pretest) and after 16 days (posttest). Data were analyzed using Shapiro-Wilk for normality and paired t-test for within-group comparisons. Results: In the intervention group, the mean BWAT score significantly decreased from 34.27 (SD = 2.69) to 19.67 (SD = 3.44) (p < 0.001). In contrast, the control group showed no significant difference, with a mean score of 33.53 (SD = 3.74) before treatment and 32.93 (SD = 3.49) after treatment (p = 0.178). Conclusion: Wound care using Piper crocatum decoction was proven effective in accelerating the healing of diabetic ulcers compared to standard wound care. This intervention is simple, economical, and feasible to be applied in primary healthcare settings. Latar Belakang: Jumlah penderita diabetes melitus dengan ulkus kaki terus meningkat dan menjadi masalah serius dalam pelayanan kesehatan. Salah satu pilihan alternatif untuk mempercepat penyembuhan adalah penggunaan rebusan daun Piper crocatum (sirih merah) sebagai cairan pembersih luka. Tujuan: Menilai efektivitas perawatan luka menggunakan rebusan Piper crocatum terhadap penyembuhan ulkus diabetikum. Metode: Penelitian menggunakan rancangan quasi experimental dengan desain pre–post dua kelompok. Sebanyak 30 responden dengan diabetes melitus tipe 2 dan ulkus diabetikum dibagi menjadi kelompok perlakuan (n=15) dan kelompok kontrol (n=15). Kelompok perlakuan diberikan terapi cuci luka dengan rebusan Piper crocatum sebanyak enam kali selama 16 hari dengan interval dua hari. Kelompok kontrol memperoleh perawatan luka standar serta edukasi mengenai diabetes. Penyembuhan luka dinilai dengan Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) pada awal dan akhir penelitian. Analisis data meliputi uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji paired t-test. Hasil: Pada kelompok intervensi, rata-rata skor BWAT menurun signifikan dari 34,27 (SD = 2,69) menjadi 19,67 (SD = 3,44) (p < 0,001). Sebaliknya, kelompok kontrol tidak menunjukkan perubahan bermakna, dengan rata-rata skor 33,53 (SD = 3,74) sebelum perlakuan dan 32,93 (SD = 3,49) setelah perlakuan (p = 0,178). Kesimpulan: Perawatan luka menggunakan rebusan Piper crocatum terbukti lebih efektif mempercepat penyembuhan ulkus diabetikum dibandingkan perawatan standar. Intervensi ini sederhana, terjangkau, dan layak dipertimbangkan di pelayanan kesehatan primer.
PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP SENSITIVITAS KAKI DENGAN PENGUKURAN IPSWICH TOUCH TEST (IPTT) Ratnawati, Ratnawati; Jumari, Jumari; Papuke, Sri Susanti; Irbar, Irmariani
Klabat Journal of Nursing Vol. 7 No. 2 (2025): Nursing Insights: Bridging Science and Care
Publisher : Fakultas Keperawatan, Universitas Klabat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37771/kjn.v7i2.1401

Abstract

Background: Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease frequently associated with peripheral neuropathy, which manifests as reduced foot sensitivity and increases the risk of diabetic foot ulcers and amputations. The Ipswich Touch Test (IPTT) is a simple and low-cost screening method that is feasible to implement in primary health care settings in Indonesia. Objective: This study aimed to analyze the effect of diabetic foot exercise on foot sensitivity measured using IPTT and to highlight its contribution to evidence-based nursing practice. Methods: A quasi-experimental pretest–posttest control group design was applied. Thirty patients with type 2 DM from Kota Timur Health Center were recruited through purposive sampling and divided equally into intervention (n=15) and control (n=15) groups. The intervention group performed supervised diabetic foot exercises three times per week for four consecutive weeks, while the control group received standard education only. Foot sensitivity was assessed using IPTT before and after the intervention. Data were analyzed with the Wilcoxon signed-rank test and the Mann–Whitney U test at a significance level of ρ<0.05. Results: The intervention group demonstrated a significant improvement in foot sensitivity (p<0.001), while the control group showed no clinically meaningful change (p=0.008). Posttest scores differed significantly between groups (p<0.001). Conclusion: Diabetic foot exercise effectively improves foot sensitivity in patients with type 2 DM as measured by IPTT. This study emphasizes IPTT as a practical screening tool in Indonesian primary care and supports its integration into national diabetes programs such as Prolanis. Latar belakang: Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang sering menimbulkan komplikasi neuropati perifer berupa penurunan sensitivitas kaki. Kondisi ini meningkatkan risiko ulkus diabetikum hingga amputasi. Deteksi dini sensitivitas kaki menggunakan Ipswich Touch Test (IPTT) merupakan pendekatan sederhana yang relevan diterapkan di layanan primer Indonesia. Tujuan: Menganalisis pengaruh senam kaki diabetes terhadap sensitivitas kaki dengan menggunakan IPTT. Metode: Penelitian quasi-experiment dengan desain pretest–posttest control group. Sampel 30 pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kota Timur, terdiri dari kelompok intervensi (n=15) yang melakukan senam kaki tiga kali seminggu selama empat minggu, dan kelompok kontrol (n=15) yang hanya menerima edukasi standar. Hasil: Uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan signifikan sensitivitas kaki pada kelompok intervensi (p<0,001), sedangkan perubahan pada kelompok kontrol tidak bermakna secara klinis (p=0,008). Uji Mann–Whitney menunjukkan perbedaan signifikan skor posttest antar kelompok (p<0,001). Kesimpulan: Senam kaki efektif meningkatkan sensitivitas kaki pasien DM tipe 2. Penelitian ini berkontribusi terhadap praktik keperawatan berbasis bukti dengan menekankan IPTT sebagai alat skrining sederhana di layanan primer. Intervensi ini juga relevan diintegrasikan dalam program nasional seperti Prolanis.
Pemberdayaan Kelompok Keluarga dalam memenuhi Protein Hewani (Ikan Lele) untuk Pencegahan dan Penanganan Balita Stunting di Huntu Utara Pangalo, Paulus; Ischak, Wenny Ino; Aswad, Ahmad; Zulfiayu, Zulfiayu; Papuke, Sri Susanti
JOURNAL OF NONCOMMUNICABLE DISEASES Vol 5, No 2 (2025): November 2025
Publisher : Poltekkes Kemenkes Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52365/jond.v5i2.1429

Abstract

Prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo tahun 2021 sebesar 29% dan tahun 2022 terjadi penurunan menjadi 23,8%. Di Kabupaten Bone Bolango prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 25,1% dan pada tahun 2022 terjadi penurunan menjadi 22,3%. Hasil penimbangan pada bulan Maret 2023 menunjukkan bahwa dari 65 balita, sebanyak 8 balita (12%) tergolong sangat pendek berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U), dan 10 balita (15%) mengalami gizi kurang berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U). Temuan ini menunjukkan bahwa proporsi balita stunting di Desa Huntu Utara masih berada di bawah angka rata-rata Kabupaten Bone Bolango. Stunting di desa tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya asupan nutrisi, khususnya protein hewani, yang berkaitan dengan keterbatasan pendapatan keluarga. Program pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai pencegahan dan penanganan stunting, serta memperkuat pemahaman keluarga tentang peran mereka dalam bidang kesehatan, dan tersedianya 1 unit kolam budidaya ikan lele dengan metode bioflok. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai pencegahan dan penanganan stunting, dari < 80% sebelum intervensi menjadi > 85% setelah intervensi. Selain itu, terjadi pula peningkatan pengetahuan sasaran tentang peran keluarga di bidang kesehatan, dari < 75% sebelum intervensi menjadi > 85% setelah intervensi. Terjadi penurunan kasus balita stunting dari 8 balita menjadi 4. Tersedia kolam sudah terisi ikan lele sebanyak 1.300 ekor dan dapat dipanen bulan Januari 2025.The prevalence of stunting in Gorontalo Province in 2021 was 29%, and it declined to 23.8% in 2022. In Bone Bolango Regency, the prevalence of stunting was 25.1% in 2021 and decreased to 22.3% in 2022. Anthropometric assessments conducted in March 2023 showed that among 65 children under five, 8 children (12%) were classified as severely stunted based on the height-for-age (H/A) indicator, and 10 children (15%) were identified as underweight according to the weight-for-age (W/A) indicator. These findings indicate that the proportion of stunted children in Huntu Utara Village remains below the average prevalence in Bone Bolango Regency. Stunting in this village is primarily attributed to inadequate nutritional intake, particularly animal protein, which is associated with limited household income. This community engagement program aimed to reduce stunting prevalence, improve family knowledge regarding stunting prevention and management, strengthen family understanding of their roles in maintaining health, and establish one unit of a biofloc-based catfish aquaculture pond. The results demonstrated an increase in participants’ knowledge of stunting prevention and management, from <80% prior to the intervention to >85% after the intervention. In addition, knowledge related to family roles in health increased from <75% before the intervention to >85% afterward. A reduction in stunting cases was also observed, from eight children to four. One aquaculture pond stocked with 1,300 catfish was successfully established and is expected to be ready for harvest in January 2025.