Terbitnya PP Nomor 24 Tahun 2022 membuka ruang akan adanya skema pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual. Namun, terbitnya PP tersebut masih menimbulkan kesenjangan antara hukum yang dicita-citakan dengan keadaan hukum dalam kenyataannya, yang lazim disebut dengan kesenjangan antara das sollen dan das sein. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2022 yang membuka ruang fasilitasi pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual pada kenyataannya belum dapat sampai pada titik yang ideal, karena terdapat hal-hal yang bersifat yuridis dan teknis belum mendapat pengaturan yang komprehensif, termasuk kesiapan lembaga/institusi yang mengelilingi pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pelaksanaan jaminan Kekayaan Intelektual atas penjaminan Hak Cipta pasca berlakunya PP Nomor 24 Tahun 2022 mengenai nilai penjaminan belum dapat diimplementasikan karena lembaga Penilai KI belum berdiri dan kepastian hukum atas penjaminan Hak Cipta menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak adanya ketentuan tentang tata cara eksekusi Hak Cipta yang menjadi agunan, PP Nomor 24 tahun 2022 belum selaras dengan Undang-Undang Hak Cipta dan belum adanya Peraturan OJK yang mengakomodir Hak Cipta atau KI secara umum sebagai agunan pada sektor jasa keuangan. Penelitian ini merekomendasikan kepada Pemerintah untuk menginisiasi pendirian dan penerbitan regulasi lembaga Penilai KI, membentuk hukum positif pada level undang-undang ataupun berupa revisi terhadap Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku saat ini dengan yang di dalamnya memuat ketentuan khusus mengenai penjaminan Hak Cipta terutama perihal teknis tata cara eksekusi Hak Ekonomi pada Hak Cipta dan menerbitkan Peraturan OJK yang menambahkan Hak Cipta atau KI secara umum sebagai aset yang dapat menjadi agunan pada sektor jasa keuangan.