Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Kedudukan Hukum Dan Hak Perusahaan PMA Dalam Penyelesaian Sengketa Jual Beli Tanah Pada Putusan No. 177/ Pdt. G/2023 /PN Mataram dan bagaimana Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No. 177/Pdt.G/2023/PN.Mataram. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undang (statute approach), pendekatan konpseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan hukum dan hak perusahaan PMA dalam penyelesaian sengketa jual beli tanah pada Putusan No. 177/Pdt.G/2023/PN.Mataram pada pokok dan prinsipnya telah dijamin oleh hukum positif di Indonesia sebagaimana yang termuat dalam penyelenggaraan asas dalam penanaman modal berdasarkan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan adanya jaminan kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara dan lainnya. Yakni, memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional serta menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian, adapun pertimbangan hukum majelis hakim dalam menjatuhkan Putusan No. 177/Pdt.G/2023/PN.Mataram pada pokoknya mengemukakan introdusir pertimbangan hukum bahwa “Pembatalan suatu perjanjian (Perjanjian Perikatan Jual Beli No. 15 tanggal 30 Maret 2020 Jo. Addendum Perjanjian Ikatan Jual Beli No. 10 tanggal 22 Mei 2020) yang dibuat oleh Notaris Amalia Sartika Nasution, SH.,M.Kn. sebagaimana dilakukan oleh Tergugat Konvensi (Efrosina Marta Berta) adalah termasuk perbuatan yang dikualifisir sebagai ‘Perbuatan Melawan Hukum.Pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim tingkat pertama (Judex Factie) tersebut, Penulis berpendapat bahwa sejatinya pertimbangan hukum tersebut tidak tepat karena didasarkan atas ketidaktelitian Majelis Hakim tingkat pertama (Judex Factie) dalam memahami dalil-dalil gugatan Penggugat Konvensi (Vivian Lorena Fedeli) secara lengkap dan menyuluruh berkenaan dengan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh Tergugat Konvensi (Efrosina Marta Berta) yang berdasarkan pemaknaan akan ketentuan/ definisi dan unsur-unsur yuridis atas perbuatan wanprestasi sebagaimana yang termaktub di dalam 1243 KUHPerdata.