Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum positif terhadap perempuan penyandang disabilitas tunawicara sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual serta mengkaji pengaturan hukum terkait aksesibilitas keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Permasalahan utama yang diangkat mencakup ketidakoptimalan implementasi regulasi perlindungan hukum serta hambatan prosedural dalam sistem peradilan yang belum sepenuhnya inklusif terhadap kebutuhan korban disabilitas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan konseptual. Sumber data yang digunakan meliputi bahan hukum primer seperti undang-undang dan yurisprudensi, bahan hukum sekunder berupa literatur hukum, serta bahan hukum tersier sebagai pendukung informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang memberikan dasar hukum perlindungan, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, implementasinya masih belum maksimal. Hambatan utama terletak pada keterbatasan aksesibilitas fisik dan nonfisik, kurangnya fasilitas pendukung komunikasi, serta rendahnya sensitivitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang melibatkan penyandang disabilitas. Perlindungan hukum terhadap perempuan penyandang disabilitas tunawicara masih menghadapi berbagai kendala struktural dan kultural. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah menyusun regulasi teknis beracara khusus, menyediakan sarana pendukung komunikasi yang memadai, serta memberikan pelatihan terpadu bagi aparat hukum agar terwujud sistem peradilan yang adil, setara, dan inklusif.