p-Index From 2020 - 2025
1.554
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Unizar Recht Journal
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO (Studi Di Wilayah Polres Lombok Tengah) Nuripansah; Jauhari D. Kusuma; Ika Yuliana Susilawati
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 2 No. 4 (2023): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO serta   dan mengetahui Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Wilayah Hukum  Polres Lombok Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Hukum Empiris. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO Dalam tindak pidana perdagangan orang dari pasal 2 sampai pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa pidana minimal 3 tahun sampai pidana maksimal 20 tahun dan denda mulai dari Rp 120.000.000. (seratus dua puluh  juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Pelaksanaan penegakan hukum Terhadap  Perdagangan Orang (TPPO) oleh Polres Lombok Tengah dengan melakukan patroli/pengawasan di beberapa titik yang sering diduga terjadi tindak pidana perdagangan orang, melakukan sosialisasi dan edukasi hukum kepada masyarakat terkait TTPO, serta melakukan tindakan penyelidikan apabila ada dugaan kejahatan tindak pidana TTPO.  
Pelaksanaan Sistem Elektronik Traffic Law Enforcement ( E-TLE) Dalam Upaya Pencegahan Pelanggaran Lalu Lintas Di Wilayah Hukum Polres Lombok Timur Imran Rosadi; Jauhari D. Kusuma; Novie Afif Mauludin
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 3 No. 1 (2024): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk Pengaturan Pencegahan Pelanggaran Lalu Lintas Di Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana bentuk Pelaksanaan sistem Elektronik Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam Upaya Pencegahan Pelanggaran lalu lintas di wilayah Polres Lombok Timur. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Penelitian Hukum Empiris dengan didukung oleh penelitian Hukum Normatif (Perundang-undangan) yaitu dengan melakukan Penelitian secara timbal balik, antara Hukum dengan Lembaga Non Doktrinal yang bersifat Empiris dalam menelaah kaidah-kaidah Hukum yang berlaku di Masyarakat. Hasil penelitian 1) Pengaturan lalu lintas jalan dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan ( UU LLAJ) dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (2) Pelaksanaan  Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau yang disebut dengan Tilang Elektronik di wilayah Polres Lombok Timur baru sampai pada tahap Sosialisasi dan Peninjauan lokasi pemasangan CCTV bersama dengan instansi terkait di beberapa titik di di wilayah Polres Lombok Timur. Keberadaan E TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) sejalan dengan arah pembangunan hukum nasional Indonesia, khususnya di era digital saat ini. terkait dengan penerapan E TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) menerapkan sistem Tilang Elektronik, sistem yang dipercaya dapat mengurangi praktik pungli (Pungutan Liar) dan Suap. Proses tilang Elektronik ini dibantu dengan pemasangan kamera CCTV (Closed Circuit Television) di setiap lampu merah untuk memantau keadaan jalan.  
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan PerkotaaN (SPPT PBB P2) : (Analisis Putusan Nomor : 173/Pid.B/2022/PN Mtr) Mohamad Aminnudin; Jauhari D. Kusuma; Abdul Gani Makhrup
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 3 No. 2 (2024): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) menurut hukum positif dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) berdasarkan putusan nomor : 173/Pid.B/2022/PN Mtr?. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Objek yang dianalisis adalah teori hukum, konsep hukum, asas hukum dan norma hukum baik berupa peraturan perundang-undangan secara konkret serta putusan hakim. Kesimpulan penelitian ini yaitu (1) Bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) menurut hukum positif diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP diancam dengan pidana yang sama yaitu dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun penjara; (2) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan No.173/Pid.B/2022/PN Mtr, yaitu majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa dengan pertimbangan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua Penuntut Umum, sehingga terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan. Namun menurut analisis penulis majelis hakim telah keliru menerapkan aturan hukum atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya dalam hukum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP, majelis hakim seharusnya memperhatikan fakta-fakta persidangan secara lengkap baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan terdakwa sebagai dasar pertimbangannya dalam mengambil / menjatuhkan putusannya.
Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh Bapak Kandung Terhadap Anak Kandung Prasnatari, Enggar; Jauhari D. Kusuma; Anwar, Anwar
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 2 No. 3 (2023): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/urj.v2i3.124

Abstract

Anak merupakan bagian dari generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang yang harus dilindungi segala hak-haknya. Saat ini seringkali kita dengar terjadi kekerasan terhadap anak, salah satunya yang sering terjadi diwilayah Lombok Tengah yakni persetubuhan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat bahkan bapak kandungnya. Dalam hal ini hukum harus memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku persetubuhan terhadap anak agar dapat memberikan efek jera terhadap pelaku persetubuhan, adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah apa yang menyebabkan anak sebagai korban tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh orangtuanya dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban Tindak Pidana Persetubuhan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang mencocokkan kondisi dilapangan melalui wawancara langsung dengan narasumber yaitu Kanit PPA AIPDA PIPIN SETYANINGRUM. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pasal terhadap pelaku bapak kandung yang menyetubuhi anaknya dapat dikenakan dengan pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang RI no. 17 tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 ( lima belas ) tahun, paling sedikit 5 ( lima ) tahun dan ditambah 1/3 dari ancaman pokok dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah ).
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO (Studi Di Wilayah Polres Lombok Tengah) Nuripansah; Jauhari D. Kusuma; Ika Yuliana Susilawati
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 2 No. 4 (2023): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/urj.v2i4.155

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO serta   dan mengetahui Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Wilayah Hukum  Polres Lombok Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Hukum Empiris. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO Dalam tindak pidana perdagangan orang dari pasal 2 sampai pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa pidana minimal 3 tahun sampai pidana maksimal 20 tahun dan denda mulai dari Rp 120.000.000. (seratus dua puluh  juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Pelaksanaan penegakan hukum Terhadap  Perdagangan Orang (TPPO) oleh Polres Lombok Tengah dengan melakukan patroli/pengawasan di beberapa titik yang sering diduga terjadi tindak pidana perdagangan orang, melakukan sosialisasi dan edukasi hukum kepada masyarakat terkait TTPO, serta melakukan tindakan penyelidikan apabila ada dugaan kejahatan tindak pidana TTPO.  
Pelaksanaan Sistem Elektronik Traffic Law Enforcement ( E-TLE) Dalam Upaya Pencegahan Pelanggaran Lalu Lintas Di Wilayah Hukum Polres Lombok Timur Imran Rosadi; Jauhari D. Kusuma; Novie Afif Mauludin
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 3 No. 1 (2024): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/urj.v3i1.163

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk Pengaturan Pencegahan Pelanggaran Lalu Lintas Di Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana bentuk Pelaksanaan sistem Elektronik Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam Upaya Pencegahan Pelanggaran lalu lintas di wilayah Polres Lombok Timur. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Penelitian Hukum Empiris dengan didukung oleh penelitian Hukum Normatif (Perundang-undangan) yaitu dengan melakukan Penelitian secara timbal balik, antara Hukum dengan Lembaga Non Doktrinal yang bersifat Empiris dalam menelaah kaidah-kaidah Hukum yang berlaku di Masyarakat. Hasil penelitian 1) Pengaturan lalu lintas jalan dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan ( UU LLAJ) dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (2) Pelaksanaan  Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau yang disebut dengan Tilang Elektronik di wilayah Polres Lombok Timur baru sampai pada tahap Sosialisasi dan Peninjauan lokasi pemasangan CCTV bersama dengan instansi terkait di beberapa titik di di wilayah Polres Lombok Timur. Keberadaan E TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) sejalan dengan arah pembangunan hukum nasional Indonesia, khususnya di era digital saat ini. terkait dengan penerapan E TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) menerapkan sistem Tilang Elektronik, sistem yang dipercaya dapat mengurangi praktik pungli (Pungutan Liar) dan Suap. Proses tilang Elektronik ini dibantu dengan pemasangan kamera CCTV (Closed Circuit Television) di setiap lampu merah untuk memantau keadaan jalan.  
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan PerkotaaN (SPPT PBB P2) : (Analisis Putusan Nomor : 173/Pid.B/2022/PN Mtr) Mohamad Aminnudin; Jauhari D. Kusuma; Abdul Gani Makhrup
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 3 No. 2 (2024): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/urj.v3i2.178

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) menurut hukum positif dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) berdasarkan putusan nomor : 173/Pid.B/2022/PN Mtr?. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Objek yang dianalisis adalah teori hukum, konsep hukum, asas hukum dan norma hukum baik berupa peraturan perundang-undangan secara konkret serta putusan hakim. Kesimpulan penelitian ini yaitu (1) Bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) menurut hukum positif diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP diancam dengan pidana yang sama yaitu dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun penjara; (2) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan No.173/Pid.B/2022/PN Mtr, yaitu majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa dengan pertimbangan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua Penuntut Umum, sehingga terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan. Namun menurut analisis penulis majelis hakim telah keliru menerapkan aturan hukum atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya dalam hukum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP, majelis hakim seharusnya memperhatikan fakta-fakta persidangan secara lengkap baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan terdakwa sebagai dasar pertimbangannya dalam mengambil / menjatuhkan putusannya.
Peranan Polsuspas (Polisi Khusus Pemasyarakatan) Dalam Reintegrasi Narapidana Tindak Pidana Umum Melalui Cuti Bersyarat (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat) I Made Indra Permana Putra; Jauhari D. Kusuma; Sukarmo, I Gede
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 4 No. 1 (2025): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/urj.v4i1.237

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Peran Polsuspas (Polisi Khusus Pemasyarakatan) dalam proses reintegrasi sosial narapidana tindak pidana umum di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat melalui program Cuti Bersyarat Dan Apa saja tantangan yang dihadapi oleh Polsuspas dalam menjalankan tugasnya untuk membina dan mengawasi narapidana yang mendapatkan Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum empiris. Data primer diperoleh dari informan/responden yaitu Kepala Lapas Kelas II A Lombok Barat dan perangkat yang ada di bawahnya, sementara data sekunder diperoleh dari beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki hubungan erat dengan penelitian ini. Hasil penelitian dan pembahasan dalam sekripsi ini yaitu dalam program reintegrasi sosial berupa pemberian Cuti Bersyarat, Polsuspas memiliki tanggungjawab terbatas pada pembinaan Narapidana di dalam Lapas dan dalam tahapan pengusulan program reintegrasi sosial. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat, tanggungjawab pengawasan beralih kepada Balai Pemasyarakatan Kelas II A Mataram adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh Polsuspas dalam program reintegrasi sosial berupa Cuti Bersyarat adalah tidak adanya penjamin dari pihak keluarga terdekat atau tempat tinggal penjamin jauh dari Lembaga Pemasyarakatan, kendala yang terkait dengan perilaku Narapidana sendiri seperti melakukan perbuatan kriminal atau pelanggaran-pelanggaran dalam masa pembinaan dan belum dikirimkannya kutipan putusan pengadilan dan Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan oleh Kejaksaan. Kendala-kendala tersebut akan mudah teratasi jika petugas kemasyarakatan menyadari tanggungjawabnya sebagai pelayan masyarakat, termasuk Narapidana yang dalam masa pembinaan di dalam Lapas.
Perlindungan Hukum Positif Terhadap Perempuan Penyandang Disabilitas Tunawicara Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksua M. Shohibul Rifqi Amini; Jauhari D. Kusuma; Nurul Apriyanti
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 4 No. 2 (2025): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/urj.v4i2.266

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum positif terhadap perempuan penyandang disabilitas tunawicara sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual serta mengkaji pengaturan hukum terkait aksesibilitas keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Permasalahan utama yang diangkat mencakup ketidakoptimalan implementasi regulasi perlindungan hukum serta hambatan prosedural dalam sistem peradilan yang belum sepenuhnya inklusif terhadap kebutuhan korban disabilitas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan konseptual. Sumber data yang digunakan meliputi bahan hukum primer seperti undang-undang dan yurisprudensi, bahan hukum sekunder berupa literatur hukum, serta bahan hukum tersier sebagai pendukung informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang memberikan dasar hukum perlindungan, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, implementasinya masih belum maksimal. Hambatan utama terletak pada keterbatasan aksesibilitas fisik dan nonfisik, kurangnya fasilitas pendukung komunikasi, serta rendahnya sensitivitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang melibatkan penyandang disabilitas. Perlindungan hukum terhadap perempuan penyandang disabilitas tunawicara masih menghadapi berbagai kendala struktural dan kultural. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah menyusun regulasi teknis beracara khusus, menyediakan sarana pendukung komunikasi yang memadai, serta memberikan pelatihan terpadu bagi aparat hukum agar terwujud sistem peradilan yang adil, setara, dan inklusif.