Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

INTEGRASI RUANG LITERASI LINGKUNGAN DAN WISATA PERTANIAN MINA PADI SEBAGAI STRATEGI REGENERASI RUANG HIJAU DI PLUIT Salim, Wilbert; Teh, Sidhi Wiguna
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 2 (2025): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i2.35602

Abstract

North Jakarta, a city originally known for its swamps, fish ponds, and green spaces, is experiencing massive development. Along with it, the loss of green space and the increase in groundwater use have been occurring. By 2025, the existing green space in Jakarta has only reached 5.3% of the 30% target set by Law No. 26/2007. 30.4% of Jakartans still rely on groundwater as a water source without understanding the risks of flooding and land subsidence. This research aims to address the needs of public green spaces and environmental literacy through regenerative architecture, envisioning a harmonious integration of urban development and nature. The study was conducted qualitatively through data collection techniques that combined observation and secondary references from journals, map publications, statistics, and books. This process was followed with a precedent study of regenerative systems, rice fish, and similar projects as a basis for biophilic design. The results of this study suggest that rice-fish farming offers a viable path to regenerate green spaces. This green space regeneration strategy was driven by its strong alignment with Pluit's historical context, economic feasibility, and community needs. This initiative also integrates rice-fish-based literacy and tourism, which features a net-positive wastewater treatment system. The combination forms a holistic architectural solution regarding the environmental, social, and economic aspects. Keywords: biophilic; literacy; regenerative;rice-fish; tourism Abstrak Pluit, daerah dataran rendah yang dulunya dipenuhi rawa, tambak ikan, dan ruang hijau kini mengalami pembangunan masif. Seiring dengan itu, terjadi penutupan ruang hijau dan penggunaan air tanah secara ekstrem. Hingga 2025, ruang hijau yang ada di Jakarta baru mencapai 5,3 % dari target 30% yang dicanangkan UU No. 26 Tahun 2007. Sebanyak 30,4% masyarakat Jakarta juga masih mengandalkan air tanah sebagai sumber air tanpa memliki pengetahuan soal risiko tindakannya, yakni banjir dan penurunan muka tanah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyikapi kondisi fisik Pluit dan kesadaran literasi lingkungan dengan arsitektur regeneratif. Dengan begitu, visi pembangunan dan suasana alam yang selaras dapat tergambarkan. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang mengombinasikan observasi dan referensi sekunder seperti jurnal, publikasi peta, statistik, dan buku. Proses ini dilanjutkan dengan studi preseden sistem regeneratif, mina padi, dan bangunan sejenis sebagai landasan rancangan yang memanfaatkan pendekatan biofilik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ruang hijau yang hilang dapat diwujudkan kembali dengan pertanian mina padi. Pemilihan opsi tersebut sebagai bentuk regenerasi ruang hijau disesuaikan dengan sejarah, kebutuhan kawasan Pluit, dan kelayakan secara ekonomi. Hal ini didukung dengan ruang literasi dan wisata berbasis mina padi yang dioperasikan dengan sistem pengolahan limbah air yang bernilai positif. Kombinasi tersebut membentuk solusi arsitektur yang holistik terkait lingkungan, sosial, dan ekonomi.
IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN INTI CANDRANAYA PASCA PEMUGARAN TAHUN 2014 Priyomarsono, Naniek Widayati; Salim, Wilbert; Calvin Wijaya, Calvin
Jurnal Serina Abdimas Vol 2 No 3 (2024): Jurnal Serina Abdimas
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jsa.v2i3.32070

Abstract

Candra Naya is the only building by a Chinese Major in Jakarta, during the reign of the Dutch East Indies. The Candra Naya building consists of a core building, namely a building that is still intact from its founding in 1862, the right and left wing buildings are reconstruction buildings. Apart from that, there is a Gazebo building which has remained intact since it was built in 1862. The Candra Naya Core Building was last preserved in 2014. Now the building has leaks in the roof during the rainy season. The walls have started to peel. The ornaments in the form of carvings attached to the structure have begun to fade. For this reason, the Inti Candra Naya building must be preserved again. The initial step taken is to identify damage to all existing building elements from the floor to the roof. After completing the data collection, cost calculations are carried out and then preservation is carried out in the field. The aim of this PKM is to provide assistance to PT. Modernland Realty tbk as a partner in identifying building damage in the Candra Naya Core Building. The method used is descriptive qualitative by conducting field observations, collecting data on damage, interviewing security guards guarding the building to obtain data on leaks when it rains. Apart from that, observation and scraping methods are used to obtain data on paint damage to wood materials. The results of the interviews were compared with field data with the aim of obtaining accurate damage data to create working drawings. In this way, it is hoped that the process of implementing preservation in the field will not deviate from the rules and law number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. ABSTRAK Candra Naya merupakan satu-satunya bangunan peninggalan seorang Mayor China yang berada di Jakarta, pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan Candra Naya terdiri dari bangunan inti yaitu bangunan yang masih utuh dari tahun berdirinya 1862, bangunan sayap kanan dan kiri merupakan bangunan rekonstruksi. Selain itu ada bangunan Gazebo yang kondisinya masih utuh sejak didirikan tahun 1862. Bangunan Inti Candra Naya terakhir dipreservasi tahun 2014. Sekarang bangunan tersebut telah mengalami kebocoran pada atapnya kalau musim penghujan. Dinding sudah mulai mengelupas. Ornamen yang berupa ukiran yang menempel pada struktur telah mulai kusam catnya. Untuk itu bangunan Inti Candra Naya sudah harus dipreservasi lagi. Adapun langkah awal yang dilakukan yaitu mengidentifikasi kerusakan semua elemen bangunan yang ada mulai dari lantai sampai dengan atapnya. Setelah selesai pendataaan diadakan perhitungan biaya dan barulah diadakan preservasi di lapangan. Tujuan dari PKM ini adalah untuk memberikan bantuan kepada PT. Modernland Realty tbk sebagai Mitra dalam hal mengidentifikasi kerusakan bangunan yang berada pada Bangunan Inti Candra Naya. Adapun metode yang dipakai adalah diskriptif kualitatif dengan cara mengadakan pengamatan lapangan, pendataan kerusakan, wawancara kepada satpam yang menjaga bangunan tersebut untuk mendapatkan data kebocoran kalau hujan. Selain itu dengan metode pengamatan dan pengerokan untuk mendapatkan data kerusakan cat pada material kayu. Hasil wawancara dicocokkan dengan data lapangan dengan tujuan untuk mendapatkan data kerusakan yang akurat, untuk dibuatkan gambar kerjanya. Dengan demikian diharapkan proses pelaksanaan preservasi di lapangan tidak menyimpang dari aturan dan undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.