Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENYESUAIAN PERENCANAAN AREA KOMPETISI DI STADION SEPAKBOLA UNTUK MENGATASI DAMPAK PANDEMI Tjahya, Timmy Setiawan; Lianto, Fermanto; Priyomarsono, Naniek Widayati; Winata, Suwardana
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v5i2.11122

Abstract

The football stadium is a building for soccer sports activities consisting of a field of play, athlete facilities/competition area, grandstand and facilities for spectators, both for match and training activities. With the COVID-19 pandemic, these facilities have to adapt to health protocols to reduce the spreading of the virus. Currently, there are stadiums in Indonesia that have been built and are still in the planning stage, and this study focuses on adjusting the planning of the Competition Area as part of the athlete/player facilities at the Football Stadium. This study tries to explore, interpret, explain and make adjustments to the planning of the Football Stadium Competition Area following the requirements of the pandemic prevention health protocol. As the result of the study, an adjustment plan is needed in the football stadium competition area to overcome the impact of the pandemic. Redesign in the form of adding access screening facilities for personnel entitled to enter by adjusting the detection facilities on access to the competition area corridor and making restrictions through access control, except for evacuation needs and maintenance. Keywords: Football Stadium; Competition Area; Pandemic; Planning Adjustments AbstrakStadion sepakbola adalah bangunan untuk kegiatan olahraga sepakbola yang terdiri dari arena olahraga/permainan, fasilitas atlit/area kompetisi dan fasilitas untuk penonton, baik untuk kegiatan pertandingan maupun latihan. Dengan adanya pandemi COVID-19, fasilitas ini harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan agar tidak menjadi sarana penyebaran virusnya. Saat ini, terdapat terdapat stadion-stadion di Indonesia yang sudah terbangun dan yang masih dalam tahap perencanaan, studi ini fokus kepada penyesuaian perencanaan Area Kompetisi sebagai bagian dari fasilitas atlit/pemain di Stadion Sepakbola. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode Studi Kasus, mengeksplorasi dan menyusun penyesuaian perencanaan Area Kompetisi Stadion Sepakbola yang sesuai dengan persyaratan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Pandemi. Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbaikan permanen diperlukan sebagai penyesuaian area kompetisi stadion sepakbola untuk mengatasi dampak pandemi yaitu berupa penambahan sarana penyaringan akses bagi personil yang berhak masuk, dengan melakukan penyesuaian fasilitas pendeteksi pada akses masuk ke koridor area kompetisi dan membuat pembatasan melalui kontrol akses, dengan pengecualian untuk kebutuhan evakuasi dan kondisi non match day untuk pemeliharaan.
ARSITEKTUR HANDCRAFT RUMAH KAJANG DAN RUMAH SAPAU STUDI KASUS: KAMPUNG AIR BINGKAI, KABUPATEN LINGGA Willian, Marco; Priyomarsono, Naniek Widayati
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27467

Abstract

The Sea nomade Tribe is a primitive nomadic tribe that lives in the sea. The Sea nomade Tribe spends their time living on boats (Kajang), but in several seasons, they also spend a lot of time in the land. One element of their cultural identity is their traditional houses called Kajang and Sapau which are have strong sacred values to this day. The Kajang House is a house on a boat covered with a roof of pandan leaves (mengkuang). Meanwhile, the Sapau house is a stopover house for the Sea nomade tribe people when the weather is bad. Sapau houses use woven pandan leaves (mengkuang) as the walls and roofs of their houses. The Sapau house structural system uses wooden piles. The use of building materials for sea nomadet tribe houses uses materials provided by nature. The Sea Nomade tribe house studied came from Air Bingkai Village, Tajur Biru sub-district, Lingga Regency. This village was chosen as a research object because of its easy access and the culture of nomadic and Madenese fishing arts is still maintained. The problem is that weaving is an ancestral work of art from the Sea tribe which is now starting to be degraded because they have become aware of the instantaneous culture of the land. The impact of this degradation is that their weaving abilities are no more advanced than their parents. The aim of this research is to get to know the art of weaving techniques and architecture of the Laut tribe in its implementation in their traditional house buildings. This research uses a historical qualitative method, namely a study based on the daily lives of the Laut people. Data collection techniques use interview and field observation methods. The data that can be compared with theories contained in the literature. The results are references to weaving techniques and manufacturing techniques from Kajang houses and Sapau houses Keywords : degradation; kajang house; sapau house; webbing Abstrak Suku Laut merupakan salah satu suku nomaden yang hidupnya berada di lautan. Suku Laut menghabiskan waktu hidup di perahu (Kajang), namun di musim tertentu, mereka juga banyak menghabiskan waktu di darat. Salah satu unsur indentitas budaya mereka yaitu rumah adatnya bernama Kajang dan Sapau yang memiliki nilai kesakralan yang kuat hingga kini. Rumah Kajang merupakan rumah berupa perahu ditutupi oleh atap daun pandan yang dianyam (mengkuang). Rumah Sapau merupakan persinggahan orang suku Laut apabila cuaca buruk. Sistem struktur rumah Sapau mengunakan pancang kayu. Penggunaan material anyaman rumah suku Laut menggunakan material disediakan oleh alam. Rumah suku Laut diteliti berasal dari Kampung Air Bingkai, kecamatan Tajur biru, Kabupaten Lingga. Kampung ini terpilih menjadi objek penelitian karena aksesnya yang mudah dijangkau serta kebudayaan seni melaut nomaden dan maden masih terjaga dan mempunyai bentuk rumah yang sangat spesifik. Permasalahannya adalah; anyaman merupakan karya seni leluhur suku Laut yang kini mulai terdegradasi budayanya akibat asimilasi orang laut yang di rumahan oleh pemerintah. Mereka harus beradaptasi kembali dan berbaur terhadap warga daratan (Melayu). Dampaknya mereka sudah melek terhadap kebudayaan daratan yang serba instan, hal tersebut membuat kemampuan menganyam mereka menurun seiring waktu. Tujuan penelitian ini adalah mengenal anyaman yang di implementasikan dalam bentukan arsitektur. Penelitian ini untuk mendapatkan data akurat mengunakan metode kualitatif historis yaitu kajian berdasarkan keseharian menganyam orang Laut. Teknik pengumpulan data mengunakan metode wawancara dan observasi lapangan. Data yang di dapat di sandingkan dengan teori yang terdapat di literatur. Hasil yang di dapat berupa penerapan anyaman di dalam rumah Kajang dan rumah Sapau.
RUANG DEMOKRASI DI DESA ADAT CANGGU Darmawan, Tjahyadi; Priyomarsono, Naniek Widayati
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27468

Abstract

The village of Canggu has recently emerged as a prominent destination in Bali, celebrated for its serene rice fields, vibrant beaches, and thriving surf culture. Canggu seamlessly integrates modern conveniences with authentic Balinese culture, complemented by the warmth of its locals, making it an appealing choice for digital nomads and other immigrant communities to make a permanent home. This phenomenon creates a societal transformation of Bali, transitioning from a predominantly homogeneous community to a more diverse and pluralistic society. Creating a challenge to the current Banjar democratic system. The situation underscores the necessity for an inclusive and adapted space that accommodates the diverse ethnic backgrounds now shaping the community. Balancing tradition with innovation, fostering community dialogues, and embracing participatory approaches is essential to reconstruct the democratic value in Balinese culture. This calls for a calls for an architectural design approach that is both nuanced and empathetic, with Deleuze and Guattari's concept of the 'rhizome' as a cohesive approach demonstrates the complex and interrelated structure of the developing social framework in Bali. The utilisation of market as a program represent intangible democracy that extends beyond socio-economics limitations, encapsulating inclusivity. The architectural narrative presented by through empathy  demonstrates a dedication to promoting togetherness, the architectural structures serve as a catalyst for facilitating the harmonic cohabitation of the diverse cultural fabric that characterises the dynamics of Balinese community. Keywords: balinese architecture; democracy, empathic architecture; rhizome Abstrak Desa Adat Canggu baru-baru ini muncul sebagai tujuan wisata terkemuka di Bali, yang terkenal dengan sawahnya yang tenang, pantai yang semarak, dan budaya selancar yang berkembang. Canggu memadukan kenyamanan modern dengan budaya Bali yang otentik, dilengkapi dengan keramahtamahan penduduk setempat, menjadikannya pilihan yang menarik bagi para digital nomad dan imigran lainnya untuk berhuni secara permanen. Fenomena ini menciptakan transformasi sosial di Bali, beralih dari masyarakat yang homogen secara budaya menjadi masyarakat yang lebih majemuk. Menciptakan tantangan bagi sistem demokrasi Banjar saat ini. Situasi ini menggarisbawahi perlunya ruang yang inklusif dan adaptif yang mengakomodasi keragaman dalam tatanan masyarakat. Menyeimbangkan tradisi dengan inovasi dan merangkul pendekatan partisipatif sangat penting untuk merekonstruksi nilai demokrasi yang tertanam dalam tradisi Bali. Hal ini membutuhkan pendekatan desain arsitektur yang kompleks dan berempati. Konsep ‘rhizome’ dari Deleuze dan Guattari digunakan sebagai pendekatan yang kohesif menunjukkan struktur yang menciptakan keterkaitan dari kerangka sosial yang berkembang di Bali. Pemanfaatan program pasar sebagai representasi dari demokrasi yang intangible melampaui batasan sosio-ekonomi dan merangkum prinsip inklusivitas. Narasi arsitektur disajikan dengan menggunakan prinsip arsitektur empati menunjukkan dedikasi untuk mempromosikan kolektifitas dengan arsitektur yang berfungsi sebagai katalis untuk memfasilitasi kehidupan bersama yang harmonis dari beragam tatanan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Bali yang dinamis.
TEKNIK PELAKSANAAN PEMUGARAN (RUMAH DI JALAN BATANGAN NOMOR 33 SURAKARTA) Priyomarsono, Naniek Widayati; Tjahjadi, Eduard; Maulidani, Rahmat; Isnaini, Fitri
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v8i2.33960

Abstract

Pasar Kliwon sebagai satu-satunya Kawasan permukiman Arab yang berada di Surakarta, merupakan Kawasan yang spesifik. Hal ini dapat ditinjau dari kesejarahannya maupun tata letak Kawasan terhadap kompleks karaton Kasunanan Surakarta. Hal ini dilakukan raja karena pada satu sisi raja membutuhkan bangsa arab tersebut untuk mengembangkan agama Islam, tetapi pada sisi yang lain mereka khawatir kalau lama kelamaan mereka memberontak sebagaimana bangsa Tionghoa ketika tahun 1740. Untuk itu permukiman mereka dipilihkan yang berdekatan dengan karaton supaya gampang untuk mengawasinya. Untuk memudahkan mengontrol kehidupan sosial mereka maka raja memerintahkan memberikan nama kampung pada kelompok tersebut berdasarkan etnisnya. Kampung Pasar Kliwon masih sedikit yang meneliti bahkan belum ada yang meneliti secara arsitektural dan konservasi. Ada beberapa bangunan yang diduga sebagai bangunan cagar budaya di Kawasan tersebut. Penelitian ini akan memakai obyek rumah di jl. Batangan nomor 33 Pasar Kliwon Surakarta yang berdasarkan Undang-undang no 11 tahun 2010. Metode yang dipakai kualitatif dengan cara mengadakan pengukuran, pendokumentasian, wawancara. Hasil yang didapat digambar ulang sebagai data eksisting. Setelah mempelajari definisi2 dari Teknik pemugaran diambil salah satu yang tepat. Dalam kasus ini adalah revitalisasi. Bangunan yang tadinya berfungsi sebagai rumah tinggal bisa dire-use-kan menjadi ruang usaha antara lain untuk; jualan HIK di malam hari, toko batik, rumah makan, penginapan. Sangat menarik karena penghuni masih tinggal di rumah itu sehingga bangunan menjadi living monument. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sketsa desain yang nantinya bisa ditingkatkan menjadi gambar kerja. Hal ini penting supaya proses pelaksanaan pemugaran tidak menyimpang dari Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Bangunan Cagar Budaya.
Metode Konservasi Pulau Cipir: Strategi Penataan Bangunan Bersejarah untuk Pelestarian Kawasan Indriyanthi, Stephanie Calista; Priyomarsono, Naniek Widayati
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 14 No. 3 (2025): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.v14i3.516

Abstract

Pulau Cipir merupakan salah satu pulau yang menjadi bagian dari gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki nilai sejarah penting sebagai lokasi karantina jemaah haji pada masa kolonial Belanda. Seiring berjalannya waktu, kondisi bangunan-bangunan bersejarah di pulau ini mengalami kerusakan signifikan akibat kurangnya perawatan dan aksi penjarahan. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi konservasi guna melestarikan warisan arsitektural Pulau Cipir sekaligus menghidupkan kembali fungsi kawasan secara kontekstual. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif melalui studi lapangan, observasi langsung, dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun bangunan-bangunan bersejarah di Pulau Cipir berada dalam kondisi rusak dan terabaikan, kawasan ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan kembali. Strategi konservasi yang diusulkan mencakup pengembangan zona resort edukatif yang terintegrasi dengan restorasi elemen historis, berlandaskan pada prinsip pelestarian dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu keaslian, keberlanjutan, dan pemanfaatan edukatif. Dengan pendekatan zonasi terpadu, Pulau Cipir berpotensi berkembang menjadi kawasan wisata sejarah dan ekologi yang berkelanjutan serta memberikan dampak positif secara sosial, budaya, dan ekonomi.
Strategi Konservasi dalam Pemanfaatan Kawasan Bersejarah Pulau Onrust Nabilah, Dinda; Priyomarsono, Naniek Widayati
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 14 No. 3 (2025): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.v14i3.518

Abstract

Pulau Onrust merupakan kawasan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun mengalami degradasi akibat faktor alam dan waktu. Minimnya upaya pelestarian menyebabkan pemanfaatannya sebagai objek wisata belum optimal. Selama ini, pendekatan konservasi lebih menekankan pada aspek perlindungan fisik dan belum mengakomodasi pengembangan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan strategi konservasi yang tidak hanya menjaga kelestarian bangunan bersejarah, tetapi juga mendorong pemanfaatan kawasan secara produktif tanpa mengabaikan nilai sejarahnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi konservasi yang tepat dalam perlindungan bangunan cagar budaya serta mengidentifikasi tantangan dan peluang pengembangan Pulau Onrust. Dengan pendekatan adaptive re-use, kawasan ini dapat dihidupkan kembali melalui fungsi baru yang relevan, seperti wisata edukatif dan ekowisata. Metode yang digunakan adalah eksploratif, deskriptif, dan preskriptif untuk mengkaji permasalahan dan potensi kawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konservasi berperan penting dalam menjaga nilai sejarah sekaligus mendukung pengembangan wisata Pulau Onrust secara berkelanjutan. 
DESAIN PEMANFAATAN SAYAP KANAN BANGUNAN CANDRANAYA JL. GAJAHMADA 188 JAKARTA BARAT Priyomarsono, Naniek Widayati; William, Marco
Jurnal Serina Abdimas Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Serina Abdimas
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Candra Naya is the only heritage building that has a Chinese architectural style of the landed house type. This happened before law number 11 of 2010 concerning cultural heritage was passed. The building complex is currently in a mixed use building complex consisting of apartments, hotels and offices owned by PT. Modernland tbk. By designating the Candra Naya Building as a DKI Cultural Heritage Building in 2022, the Government has given permission for the right and left wing buildings to be rented out for restaurant activities or showrooms on condition that they do not damage the original building. The problem is the owner does not yet have design guidelines for prospective space tenants in its wing buildings. The purpose of this PKM is to help realize the government's permit, by creating an alternative spatial design in the right wing of the Candra Naya building so that if it is rented out for a restaurant or showroom, the design does not violate government regulations. The method used is qualitative in a way; Field observations were then carried out with measurements and documentation as well as redrawing, interviews with owners, prospective tenants, several people who visited the building. The existing drawings are combined with a summary of observations and interviews as well as some literature to obtain design results. The results of these design alternatives can be offered to prospective space tenants who wish, so that the spatial layout of the right-wing building is in accordance with the government's. Candra Naya merupakan satu satunya peninggalan bangunan yang mempunyai gaya arsitektur China tipe landed house. Bangunan tersebut keberadaannya mengalami beberapa kali pro dan kontra antara dilestarikan dan dipindahkan. Hal tersebut terjadi sebelum undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya di sahkan. Kompleks bangunan tersebut sekarang ini berada di dalam kompleks bangunan mix use yang terdiri dari apartemen, hotel, dan perkantoran yang dimiliki oleh PT. Modernland tbk. Dengan telah ditetapkannya Bangunan Candra Naya sebagai Bangunan Cagar Budaya DKI pada tahun 2022, Pemerintah memberikan izin bangunan sayap kanan dan kiri boleh disewakan untuk kegiatan restoran atau ruang pamer dengan catatan tidak boleh merusak bangunan aslinya. Permasalahannya pemilik yaitu PT. Modernland tbk belum mempunyai panduan desain untuk calon penyewa ruang pada bangunan sayapnya. Tujuan dari PKM ini adalah untuk membantu merealisasikan izin pemerintah, dengan cara membuat alternatif desain tata ruang dalam bangunan sayap kanan bangunan Candra Naya supaya kalau disewakan untuk restoran atau ruang pamer desainnya tidak melanggar peraturan pemerintah. Metode yang digunakan adalah kualitatif yaitu dengan cara; pengamatan lapangan kemudian diadakan pengukuran dan dokumentasi serta penggambaran ulang, wawancara dengan pemilik, calon penyewa, beberapa orang yang mengunjungi bangunan. Gambar eksisting dipadukan dengan rangkuman hasil pengamatan dan wawancara serta beberapa literatur tentang ruang dalam arsitektur china didapatkan hasil desain. Hasil dari alternatif desain tersebut dapat ditawarkan kepada calon penyewa ruang yang menghendaki, sehingga tata ruang dalam bangunan sayap kanan tersebut sesuai dengan harapan pemerintah yang mengacu pada Undang-undang nomor 11 tahun 2010.
IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN INTI CANDRANAYA PASCA PEMUGARAN TAHUN 2014 Priyomarsono, Naniek Widayati; Salim, Wilbert; Calvin Wijaya, Calvin
Jurnal Serina Abdimas Vol 2 No 3 (2024): Jurnal Serina Abdimas
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jsa.v2i3.32070

Abstract

Candra Naya is the only building by a Chinese Major in Jakarta, during the reign of the Dutch East Indies. The Candra Naya building consists of a core building, namely a building that is still intact from its founding in 1862, the right and left wing buildings are reconstruction buildings. Apart from that, there is a Gazebo building which has remained intact since it was built in 1862. The Candra Naya Core Building was last preserved in 2014. Now the building has leaks in the roof during the rainy season. The walls have started to peel. The ornaments in the form of carvings attached to the structure have begun to fade. For this reason, the Inti Candra Naya building must be preserved again. The initial step taken is to identify damage to all existing building elements from the floor to the roof. After completing the data collection, cost calculations are carried out and then preservation is carried out in the field. The aim of this PKM is to provide assistance to PT. Modernland Realty tbk as a partner in identifying building damage in the Candra Naya Core Building. The method used is descriptive qualitative by conducting field observations, collecting data on damage, interviewing security guards guarding the building to obtain data on leaks when it rains. Apart from that, observation and scraping methods are used to obtain data on paint damage to wood materials. The results of the interviews were compared with field data with the aim of obtaining accurate damage data to create working drawings. In this way, it is hoped that the process of implementing preservation in the field will not deviate from the rules and law number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. ABSTRAK Candra Naya merupakan satu-satunya bangunan peninggalan seorang Mayor China yang berada di Jakarta, pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan Candra Naya terdiri dari bangunan inti yaitu bangunan yang masih utuh dari tahun berdirinya 1862, bangunan sayap kanan dan kiri merupakan bangunan rekonstruksi. Selain itu ada bangunan Gazebo yang kondisinya masih utuh sejak didirikan tahun 1862. Bangunan Inti Candra Naya terakhir dipreservasi tahun 2014. Sekarang bangunan tersebut telah mengalami kebocoran pada atapnya kalau musim penghujan. Dinding sudah mulai mengelupas. Ornamen yang berupa ukiran yang menempel pada struktur telah mulai kusam catnya. Untuk itu bangunan Inti Candra Naya sudah harus dipreservasi lagi. Adapun langkah awal yang dilakukan yaitu mengidentifikasi kerusakan semua elemen bangunan yang ada mulai dari lantai sampai dengan atapnya. Setelah selesai pendataaan diadakan perhitungan biaya dan barulah diadakan preservasi di lapangan. Tujuan dari PKM ini adalah untuk memberikan bantuan kepada PT. Modernland Realty tbk sebagai Mitra dalam hal mengidentifikasi kerusakan bangunan yang berada pada Bangunan Inti Candra Naya. Adapun metode yang dipakai adalah diskriptif kualitatif dengan cara mengadakan pengamatan lapangan, pendataan kerusakan, wawancara kepada satpam yang menjaga bangunan tersebut untuk mendapatkan data kebocoran kalau hujan. Selain itu dengan metode pengamatan dan pengerokan untuk mendapatkan data kerusakan cat pada material kayu. Hasil wawancara dicocokkan dengan data lapangan dengan tujuan untuk mendapatkan data kerusakan yang akurat, untuk dibuatkan gambar kerjanya. Dengan demikian diharapkan proses pelaksanaan preservasi di lapangan tidak menyimpang dari aturan dan undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.