Korupsi di Indonesia dipandang sebagai extraordinary crime yang merusak tata kelola pemerintahan dan menggerogoti kepercayaan publik. Mekanisme hukum pidana konvensional yang selama ini berlaku dalam KUHAP dan UU Tipikor terbukti memiliki kelemahan serius, karena perampasan aset hanya dimungkinkan setelah adanya putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Akibatnya, banyak aset hasil tindak pidana korupsi gagal dikembalikan ke negara karena pelaku kabur, meninggal, atau berhasil mengalihkan aset kepada pihak ketiga. Untuk menutup celah hukum tersebut, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diperkenalkan dengan mengadopsi mekanisme non-conviction based asset forfeiture (in rem), yang memungkinkan perampasan aset tanpa harus menunggu pemidanaan pelaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan konseptual. Analisis dilakukan terhadap UUD 1945, KUHAP, UU Tipikor, serta naskah RUU Perampasan Aset, dengan meninjau kesesuaiannya terhadap asas rule of law, prinsip presumption of innocence, dan perlindungan hak kepemilikan yang dijamin konstitusi. Kajian komparatif dilakukan dengan melihat praktik non-conviction based asset forfeiture di Amerika Serikat dan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RUU Perampasan Aset memiliki urgensi tinggi dalam pemberantasan korupsi karena mampu mempercepat pemulihan aset negara, memperkuat kerja sama internasional, serta relevan dengan prinsip extraordinary measure dalam menghadapi kejahatan luar biasa. Namun, RUU ini juga mengandung risiko kriminalisasi berupa pembalikan beban pembuktian, lemahnya perlindungan terhadap pihak ketiga, serta potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat. Dari perspektif hukum tata negara, keberhasilan RUU ini ditentukan oleh kemampuannya menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan hak konstitusional warga. Kesimpulan penelitian menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset merupakan instrumen penting bagi pemberantasan korupsi, tetapi harus dilengkapi dengan penguatan perlindungan hukum, mekanisme keberatan yang jelas, serta pengawasan peradilan yang ketat agar selaras dengan prinsip negara hukum (rule of law) dan konstitusionalitas UUD 1945.