Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Hukum Islam dan Gender Faralita, Ergina
SULTAN ADAM: Jurnal Hukum dan Sosial Vol 1 No 1 (2023): Januari 2023
Publisher : Yayasan Pendidikan Tanggui Baimbaian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71456/sultan.v1i1.160

Abstract

Konsep kepemimpinan dalam Islam menjadi perdebatan antara ada yang memperbolehkan dan ada juga yang melarangnya berdasarkan dengan dalil-dalil baik dalam Al-Quran ataupun Hadis. Perbedaan pendapat juga dilahirkan dari kondisi sosial masyarakat yang masih menyatakan bahwa laki-laki lebih baik ketika menduduki jabatan kepemimpinan di luar rumah sedangkan perempuan tugasnya adalah di dalam rumah. Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian ini mengkaji pendapat para ahli hukum Islam tentang konsep kepemimpinan perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui hukum menjadikan perempuan sebagai pemimpin dan apa landasan yang melatarbelakangi diperbolehkan dan dilarang perempuan menjadi pemimpin. Hasil penelitian menyatakan bahwa Islam tidak melarang perempuan menduduki jabatan sebagai pemimpin sebab Al-Quran menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan dipersamakan kedudukan dihadapan Allah Swt. Adapun hadis yang melarang perempuan untuk menjadi pemimpin hanya dikhususkan pada kasus persia yang mana anak perempuan yang dijadikan pemimpin tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk memimpin negaranya. Jadi selama perempuan mempunyai kemampuan untuk memimpin tidak masalah baginya untuk menduduki jabatan kepemimpinan
Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/Puu Xiv/2016 Pencantuman Kepercayaan Kaharingan Pada Kartu Identitas Penduduk Di Kabupaten Murung Raya Hasan, Ahmadi; Faralita, Ergina; Sosano, Diki
SULTAN ADAM: Jurnal Hukum dan Sosial Vol 1 No 1 (2023): Januari 2023
Publisher : Yayasan Pendidikan Tanggui Baimbaian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71456/sultan.v1i1.195

Abstract

Data kependudukan memiliki peran penting dalam menentukan arah kebijakan, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, penegakkan hukum, pencegahan kriminal, penegakkan demokrasi, pemanfaatan data kependudukan yang terintegrasi akan memberikan dampak positif bagi pemberi dan pengguna layanan data dan dokumen kependudukan, baik bagi instansi pemerintah maupun pihak swasta. Percepatan cakupan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik, Kartu Keluarga (KK) dan akta kelahiran merupakan upaya pemerintah dalam pemenuhan hak dasar masyarakat di bidang pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, serta pengelolaan data kependudukan bagi instansi pengguna di berbagai tingkat kepentingan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), dengan meneliti keadaan serta fenomena lebih jelas mengenai situasi yang terjadi dilapangan. Pendekatan penelitian yaitu pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam penulisan nama Agama Kaharingan pada kolom agama Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebelum putusan MK Nomor 97/PUU XIV/2016 adalah “dikosongkan” atau “memilih salah satu dari enam agama resmi yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu sebagai isinya”. Kemudian penulisan nama agama Kaharingan pada kolom agama Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesudah disahkannya putusan MK Nomor 97/PUU XIV/2016 adalah dituliskan dengan isian “Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa” akan tetapi masyarakat tetap menggunakan aturan lama yakni dengan isian agama Hindu. Dalam penuturan Responden mereka tidak keberatan kalau agama Kaharingan diintegrasikan ke dalam Agama Hindu, kemudian untuk keterangan agama pada KTP oleh responden yang beragama Kaharingan Mereka tetap memilih dengan keterangan agama Hindu, serta masyarakat Kaharingan yang dijadikan sebagai responden ketiganya masih mengharapkan bahwa agar agama Kaharingan bisa dituliskan pada kolom agama KTP sebagaimana enam agama resmi.
ANALISIS PENETAPAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA NOMOR 916/PDT.P/2022/PN.SBY TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM Rahmah, Siti; Hakim, Budi Rahmat; Faralita, Ergina
Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum (JISYAKU) Vol 2 No 2 (2023): Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum (JISYAKU)
Publisher : Sharia Faculty of State Islamic Institute (IAIN) Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/jisyaku.v2i2.7197

Abstract

Kondisi pluralitas dan keberagaman, memberi peluang terjadinya interaksi sosial pada kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda budaya, ras, suku dan agama yang berlanjut pada hubungan perkawinan, di antaranya perkawinan antar agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pertimbangan hakim yang mengabulkan permohonan izin kawin beda agama. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan sumber data primer berupa putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. serta data sekunder berupa buku dan bahan bacaan. Hasil penelitian ini yaitu perkara permohonan perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya yang dikabulkan oleh hakim dengan pertimbangan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat Apriliani, Apriliani; Faralita, Ergina
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 2 No. 2 (2024): Implementation and Dynamics of Islamic Law and Civil Law in Indonesia
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v2i2.465

Abstract

Abstract According to Trends in Religious Harmony Data from the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia in 2022, it is stated that there are 10 provinces that are categorized as low tolerance areas in Indonesia, one of these provinces is South Kalimantan Province. The reason for the low data is influenced by several factors, one of which is caused by differences in community typology in assessing the data. Other reasons also arise due to the potential for conflict that occurs both within religious groups and outside religions. South Kalimantan Province Regional Regulation Number 12 of 2022 was formed with the aim of formulating the issues faced in implementing Tolerant Community Life in South Kalimantan Province and ways to overcome these problems. However, implementation in the field is still lacking, this is partly due to a lack of socialization of these regulations in the community. The aim of this research is to find out how South Kalimantan Province Regional Regulation Number 12 of 2022 is implemented regarding the Implementation of Tolerance in Community Life. And to identify obstacles in the implementation. This research is empirical legal research with a legal sociology approach. Data collection techniques used were interviews, observation and documentation with 4 related agencies, namely the DPRD of South Kalimantan Province, the Regional Office of the Ministry of Religion of South Kalimantan Province, FKUB of South Kalimantan Province and KESBANGPOL of Banjarmasin City as well as 4 community informants who were at the research location, namely in Kalimantan Province. South. This finding shows that the implementation of this Regional Regulation has not been fully implemented well. This can be seen from the large number of people who are not aware of this regulation because this regulation is still considered a new regulation, socialization of this regulation has not been distributed evenly to the public. Arranging permits for the implementation/celebration of religious events is quite difficult in the management system and there are 4 inhibiting factors in implementing this regulation, namely first, lack of communication, second, lack of resources, third, excessive attitude of implementers and fourth, obstacles in the bureaucratic structure. Keywords: Implementation, South Kalimantan provincial regulation number 12 of 22, implementation of tolerance in social life Abstrak Menurut Tren Data Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2022 menyatakan terdapat 10 provinsi yang dikategorikan sebagai daerah toleransi rendah di Indonesia salah satu provinsi tersebut ialah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebab dari rendahnya data tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya disebabkan oleh perbedaan tipologi masyarakat dalam penilaian data tersebut. Sebab lain juga muncul disebabkan oleh adanya potensi konflik yang terjadi baik dalam intern beragama ataupun ekstren beragama. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 12 Tahun 2022 ini dibentuk bertujuan untuk merumuskan hal-hal yang dihadapi dalam penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan dan cara-cara mengatasi persoalan tersebut. Namun, dalam pengimplementasiannya di lapangan masih kurang hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya sosialisasi terhadap peraturan tersebut di masyarakat. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 12 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat. Dan untuk mengidentifikasi kendala dalam implementasi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan 4 instansi terkait yakni DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan, FKUB Provinsi Kalimantan Selatan dan KESBANGPOL Kota Banjarmasin serta 4 informan masyarakat yang berada di lokasi penelitian yaitu di Provinsi Kalimantan Selatan. Penemuan ini menemukan bahwa implementasi Peraturan Daerah ini belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui akan adanya peraturan tersebut disebabkan karena peraturan ini masih tergolong peraturan baru, sosialisasi peraturan ini belum tersalurkan secara merata kepada masyarakat. pengurusan izin pelaksanaan/perayaan acara keagamaan yang agak susah dalam sistem pengurusannya dan terdapat 4 faktor penghambat dalam pengimlementasian peraturan ini yakni pertama kurangnya komunikasi, kedua kurangnya sumber-sumber, ketiga sikap pelaksana berlebihan dan keempaat, terkendala dalam struktur birokrasi. Kata Kunci: Implementasi, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 12 Tahun 2022;, Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat
Implementation Of Article 38 Point M Of Paser District Regulation Number 7 Of 2016 Concerning Village Head Elections Case Study Of Pulau Rantau Village Head Elections Sari, Husna; Faralita, Ergina
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 2 No. 2 (2024): Implementation and Dynamics of Islamic Law and Civil Law in Indonesia
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v2i2.620

Abstract

Abstract The legal product on the election of village heads in Paser Regency is Regional Regulation No. 07/2016 on the Election of Village Heads. This regulation stipulates that each village head must fulfill the requirement of being willing to reside in the village where he/she serves from the time of inauguration. This Regional Regulation also states that the village head can be dismissed because he no longer meets the requirements as a village head. in this dismissal mechanism, the Village Consultative Body proposes to the regent through the sub-district head. In Pulau Rantau Village, there is an assumption that the elected village head does not live in a permanent house in Pulau Rantau Village during his/her term of office as stipulated in Regional Regulation No. 07/2016 on Village Head Elections. This has happened for a long time before the village head who served for 2 periods with an interval of 12 years also did not live in the village during his tenure. The Village Consultative Body as the legislative body at the village level also did not conduct deliberations to propose the dismissal of the village head as stipulated in Regional Regulation of Paser Regency Number 07 of 2016 concerning Village Head Elections. Keywords: implementation, local regulation, village head election Abstrak Produk hukum tentang pemilihan kepala desa di Kabupaten Paser yakni Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Desa. peraturan ini mengatur bahwa setiap kepala desa wajib memenuhi persyaratan yakni bersedia bertempat tinggal di desa dimana dia menjabat terhitung sejak dilantik. Di dalam Peraturan Daerah ini juga menyebutkan kepala desa dapat diberhentikan karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai kepala desa. dalam mekanisme pemberhentian ini Badan Permusyawaratan Desa mengusulkan kepada bupati melalui camat. Di desa Pulau Rantau terdapat asumsi bahwa kepala desa selama menjabat, kepala desa yang terpilih tidak bertempat tinggal menetap dengan rumah permanen di Desa Pulau Rantau sebagaimana diatur di dalam Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Desa. Hal ini sudah terjadi sejak lama sebelumnya kepala desa yang menjabat selama 2 periode dengan selang waktu 12 tahun juga tidak bertempat tinggal di desa selama menjabat. Badan Permusyawaratan Desa selaku lembaga legislatif di tingkat desa juga tidak melakukan musyawarah usul pemberhentian kepala desa sebagaimana Peraturan Daerah Kebupaten Paser Nomor 07 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Desa. kata Kunci: Implementasi, peraturan daerah, kepala desa
RUU Perampasan Aset: Antara Kebutuhan Pemberantasan Korupsi Dan Risiko Kriminalisasi Faralita, Ergina; Bambang, Jam’ul Ihsan
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 3 No. 4 (2025)
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v3i4.1486

Abstract

Korupsi di Indonesia dipandang sebagai extraordinary crime yang merusak tata kelola pemerintahan dan menggerogoti kepercayaan publik. Mekanisme hukum pidana konvensional yang selama ini berlaku dalam KUHAP dan UU Tipikor terbukti memiliki kelemahan serius, karena perampasan aset hanya dimungkinkan setelah adanya putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Akibatnya, banyak aset hasil tindak pidana korupsi gagal dikembalikan ke negara karena pelaku kabur, meninggal, atau berhasil mengalihkan aset kepada pihak ketiga. Untuk menutup celah hukum tersebut, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diperkenalkan dengan mengadopsi mekanisme non-conviction based asset forfeiture (in rem), yang memungkinkan perampasan aset tanpa harus menunggu pemidanaan pelaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan konseptual. Analisis dilakukan terhadap UUD 1945, KUHAP, UU Tipikor, serta naskah RUU Perampasan Aset, dengan meninjau kesesuaiannya terhadap asas rule of law, prinsip presumption of innocence, dan perlindungan hak kepemilikan yang dijamin konstitusi. Kajian komparatif dilakukan dengan melihat praktik non-conviction based asset forfeiture di Amerika Serikat dan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RUU Perampasan Aset memiliki urgensi tinggi dalam pemberantasan korupsi karena mampu mempercepat pemulihan aset negara, memperkuat kerja sama internasional, serta relevan dengan prinsip extraordinary measure dalam menghadapi kejahatan luar biasa. Namun, RUU ini juga mengandung risiko kriminalisasi berupa pembalikan beban pembuktian, lemahnya perlindungan terhadap pihak ketiga, serta potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat. Dari perspektif hukum tata negara, keberhasilan RUU ini ditentukan oleh kemampuannya menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan hak konstitusional warga. Kesimpulan penelitian menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset merupakan instrumen penting bagi pemberantasan korupsi, tetapi harus dilengkapi dengan penguatan perlindungan hukum, mekanisme keberatan yang jelas, serta pengawasan peradilan yang ketat agar selaras dengan prinsip negara hukum (rule of law) dan konstitusionalitas UUD 1945.